Mohon tunggu...
Marulam Nainggolan
Marulam Nainggolan Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuluh

Kementerian Agama Kota Medan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadikan Keluarga sebagai Sekolah Pertama dan Utama

16 Januari 2025   20:43 Diperbarui: 16 Januari 2025   20:42 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu dan dua anak mengadakan kunjungan di sebuah taman (Sumber: Dokumen Pribadi)

Keluarga merupakan institusi yang paling mendasar dalam kehidupan manusia. Keluarga disebut juga sebagai sel masyarakat karena menjadi unsur atau elemen inti. Sebagaimana makhluk hidup dibentuk oleh sel-sel, masyarakat dibentuk oleh keluarga-keluarga. Oleh karena itu, keluarga dapat juga dikatakan sebagai kelompok masyarakat paling kecil. Hal itu berarti bahwa kualitas hidup masyarakat ditentukan oleh seberapa baik kualitas hidup keluarga-keluarga. 

Dalam konteks ajaran Gereja Katolik, keluarga bukan hanya sekadar tempat tinggal bersama antarindividu yang relasinya paling dekat, melainkan juga tempat di mana nilai-nilai iman, moral, dan kebajikan pertama kali diperkenalkan dan ditanamkan. Santo Yohanes Paulus II dalam dokumen Familiaris Consortio (1981) menegaskan bahwa keluarga adalah "Gereja Rumah Tangga" (Ecclesia Domestica) yang menjadi tempat pertama seorang anak mengenal Allah dan belajar mencintai sesama. 

Keluarga: Seminari Kecil

Keluarga adalah seminari kecil, yaitu tempat benih-benih iman dan kemanusiaan ditaburkan, tumbuh, dan berkembang. Gereja Katolik secara konsisten mengajarkan bahwa keluarga memiliki peran istimewa sebagai tempat pertama dan utama untuk pendidikan anak-anak. 

Dalam dokumen Konsili Vatikan II, Gravissimum Educationis (1965), disebutkan bahwa orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anak mereka. Dokumen ini menegaskan bahwa karena orang tua telah memberikan kehidupan kepada anak-anak, mereka memiliki kewajiban yang sangat mendalam untuk mendidik mereka dalam iman dan moral. Hal ini tidak hanya mencakup pendidikan formal, tetapi juga pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan, terutama nilai-nilai Kristiani.

Kitab Suci juga menegaskan pentingnya peran keluarga dalam pendidikan iman. Dalam Ulangan 6:6-7, Allah memerintahkan umat-Nya untuk mengajarkan hukum-hukum-Nya kepada anak-anak dalam berbagai kesempatan hidup sehari-hari, mulai dari saat duduk di rumah hingga saat perjalanan. Pendidikan ini menjadi bagian dari ritme kehidupan keluarga yang tidak terbatas pada waktu atau tempat tertentu. 

Injil Lukas 2:51-52 memberikan contoh nyata melalui keluarga kudus di Nazaret, di mana Yesus bertumbuh dalam kebijaksanaan, kasih, dan ketaatan di bawah bimbingan Maria dan Yosef. Teladan keluarga kudus ini menjadi inspirasi bagi semua keluarga Katolik untuk menjalankan panggilan mereka sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anak mereka. 

Dalam Familiaris Consortio, Paus Yohanes Paulus II menekankan bahwa keluarga memiliki tugas untuk membentuk manusia secara utuh, bukan hanya secara intelektual, tetapi juga spiritual, emosional, dan sosial. Melalui kasih dan perhatian yang nyata, orang tua membantu anak-anak memahami nilai-nilai Kristiani dan menanamkan kebiasaan hidup yang saleh. Orang tua secara prinsip tidak boleh menyerahkan pendidikan anak-anak kepada pihak lain, termasuk sekolah. 

Keluarga, sebagai "Gereja Rumah Tangga," memiliki tanggung jawab untuk menjadi tempat pertama di mana iman dihidupi, dirayakan, dan diteruskan kepada generasi berikutnya. Selain itu, keluarga merupakan tempat pertama di mana anak-anak belajar hidup bersama orang lain, menghormati perbedaan, dan menghargai martabat setiap individu.

Gereja juga menyoroti pentingnya keluarga sebagai tempat pendidikan dalam penghayatan sakramen. Orang tua mempersiapkan anak-anak mereka untuk menerima sakramen tidak hanya dengan pengajaran formal, tetapi juga melalui teladan kehidupan doa, kehadiran dalam perayaan liturgi, dan penghayatan nyata akan kasih Allah dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pendidikan iman dalam keluarga tidak hanya berbicara tentang teori, tetapi lebih kepada kesaksian hidup yang konkret.

Menghayati Ajaran Gereja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun