Mohon tunggu...
Marulam Nainggolan
Marulam Nainggolan Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuluh

Kementerian Agama Kota Medan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fiducia Supplicans: Saat Belas Kasih Mengalahkan Segalanya

24 April 2024   15:41 Diperbarui: 25 Juni 2024   12:10 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fiducia Supplicans atau Deklarasi tentang Makna Pastoral Berkat yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus melalui Dikasteri untuk Ajaran Iman pada akhir tahun 2023 menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Ada banyak orang Katolik menyambut baik dokumen tersebut, tetapi tidak sedikit yang memberi respon negatif. Apa sebenarnya deklarasi ini, apa dasarnya, dan bagaimana disikapi?

Dikabarkan oleh The Catholic World Report, Kardinal Joseph Zen Ze-kiun mengkritik keras deklarasi yang memperbolehkan pemberian berkat bagi pasangan sama jenis kelamin itu, sekalipun hanya apabila diberikan dalam kondisi khusus. Uskup emeritus asal Hong Kong itu mengatakan Fiducia Supplicans menimbulkan kebingungan, alih-alih memberikan jalan keluar bagi umat.

Sebagaimana disampaikan dalam presentasi, Fiducia Supplicans dibuat untuk menanggapi Dubia atau pertanyaan yang disampaikan oleh beberapa kardinal kepada Paus Fransiskus melalui Dikasteri untuk Ajaran Iman. Pertanyaan tersebut salah satunya menyangkut interpretasi atau penafsiran Wahyu Ilahi tentang pemberkatan persatuan sesama jenis, fenomena yang kian jamak terjadi belakangan ini.

Dokumen dengan tegas menyatakan, Gereja tetap berpegang teguh pada doktrin perkawinan dan tidak mengizinkan segala jenis ritus liturgi apa pun untuk perkawinan sejenis. "Gereja selalu menganggap bahwa hanya hubungan seksual yang dilakukan dalam pernikahanlah yang sah secara moral" (FS 11) seperti dikehendaki Allah ketika menciptakan laki-laki dan perempuan supaya beranak cucu-cucu.

Namun, Gereja tidak boleh menutup saluran berkat bagi mereka yang memintanya. Sebab, 'dosa dunia memang besar tetapi bukan tak terbatas, sedangkan kasih Penebus yang penuh belas kasihan sungguh tak terbatas' (FS 22). Paus Fransiskus mendesak Gereja agar "tidak kehilangan cinta kasih pastoral dan menghindari menjadi hakim yang hanya menyangkal, menolak, dan mengucilkan." (FS 13).

Dalam wawancara dengan mingguan Italia 'Credere', Paus mengatakan, "Saya tidak memberkati perkawinan homoseksual. Saya hanya memberkati orang-orang yang kebetulan saling suka. Saya selalu mendoakan mereka dan memberi berkat. Berkat tidak boleh dicegah bagi siapa pun". Dalam konteks ini, Paus jelas membedakan 'manusia sebagai pribadi' yang bermartabat dengan 'orientasi yang keliru'.

Melalui dokumen ini, Gereja tidak melawan hukum ilahi tentang perkawinan, tetapi menempatkan diri sebagai seorang Ibu yang penuh kemurahan dan kerahiman, merangkul anak-anaknya yang berdosa dan jauh dari kehendak Allah, seraya tetap mendoakan dan mendukung mereka agar kembali ke jalan yang benar. Gereja harus mendukung anak-anaknya yang jauh dari pelukannya, bukan mengutuknya dengan kejam.

Akan tetapi, harus diakui, dokumen ini dapat menimbulkan kebingungan di kalangan umat dan rawan disalahpahami. Tidak mudah membedakan berkat liturgis yang mengharuskan sesuatu yang diberkati haruslah sesuai dengan Hukum Ilahi, dengan berkat non-liturgis, yaitu "ketika seseorang meminta berkat, mengungkapkan permohonan akan bantuan Tuhan, dan permohonan untuk hidup lebih baik".

Berkat bagi orang-orang dengan orientasi seksual tidak natural bukan sebuah sakramen, tetapi hanya sebatas mendoakan mereka sebagaimana seorang peziarah meminta kepada imam. Secara lebih tegas dapat dikatakan, berkat kepada mereka sama seperti berkat bagi anak-anak yang diberikan imam ketika perayaan misa sudah selesai atau saat bertemu di halaman gereja dan meminta didoakan. Sesederhana itu!

Namun, apabila deklarasi ini dianggap membawa dampak lebih buruk bagi perkembangan iman umat, Paus Fransiskus membuka ruang kepada para uskup membuat kebijakan pastoral praktis, seperti yang dilakukan Konferensi Uskup Afrika dan Madagaskar. "Kami, para uskup di Afrika, tidak menganggap pantas bagi Afrika untuk memberkati persatuan homoseksual atau pasangan sesama jenis, karena, dalam konteks kami, hal ini akan menimbulkan kebingungan dan bertentangan langsung dengan etos budaya komunitas Afrika," kata Kardinal Fridolin Ambongo.

Melalui deklarasi Fiducia Supplicans, Gereja telah menampilkan dirinya sebagai saluran rahmat Allah bagi semesta, termasuk bagi mereka yang kebetulan memiliki kecenderungan seksual yang abnormal. Demikianlah Gereja telah 'melakukan kehendak Bapa yang di sorga, yang menerbitkan bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar' (Mat. 5:45). Amor vincit omnia (Kasih mengalahkan semuanya). 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun