Mohon tunggu...
Marul Prihastuti
Marul Prihastuti Mohon Tunggu... pegawai negeri -

dengan teru teru bozu digantung terbalik dan sepeda ungu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[BF] Gara-gara Busur Cupid Bengkok

15 Februari 2013   06:37 Diperbarui: 13 Juli 2015   08:06 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13609098871126103873

Aku duduk mencangkung di atas awan, berpayung pelangi,  dan terus memandangi si Cupid yang sejak  tadi sibuk memperbaiki busur panahnya.  Bidadari sekecil dia telah mengemban tugas yang teramat berat.  Amat berat. Tugas yang tak sanggup dilaksanakan bidadari-bidadari lainnya. "Sudah selesaikah, Cupid?", tanyaku saat melihatnya beranjak dari gumpalan awan tempatnya bekerja. "Sudah, Teh...," jawab Cupid santai sambil ngeloyor pergi. "Hey, mau kemana?", teriakku. "Ya jelas bekerja dong Teh, membagi cinta bagi semua makhluk Tuhan di dunia ini, Teteh kan sudah dengar sendiri kan tadi waktu aku mempresentasikan naskah job deskripsiku di depan sidang dewan?, ah Teteh payah deh, sudah ah, Cupid pergi...., byeee...," jawab Cupid sambil mengepakkan kedua sayapnya yang mungil. "Cupiiidddd...," teriakku lagi. Tapi apa daya, Cupid telah terbang jauh, cepat sekali dia melesat di antara awan-awan putih itu. Ahh...aku ceroboh,  membiarkan Cupid pergi sebelum sempat kuperiksa perangkat alat kerjanya.   Sepertinya sepele sih, cuma satu busur dan beberapa anak panah.  Tapi, itu bisa mengubah nasib manusia.   Kemarin sore aku dipanggil dewan gara-gara anak panah Cupid menancap di pantat seekor kambing.  Padahal seharusnya tugas Cupid sore itu menancapkan anak panahnya pada sepasang suami istri yang tengah cekcok gara-gara masalah si suami yang suka membeli lotre telur cicak.  Jadinya yaaa...si bapak jadi lari terbirit-birit sampai pingsan karena dikejar kambing bandot yang salah sasaran.  Tapi yang penting  mereka tak meneruskan cekcoknya, begitu pembelaanku di depan sidang dewan...hihihi. Dan karena kecerobohanku pula, sayapku terluka sebelah terkena panah Arjuna.  Itu terjadi seminggu yang lalu ketika aku mendampingi Cupid saat berlatih memanah di padang Kurusetra.  Cupid sih, bisa-bisanya belajar memanah kok disana.  Padahal semua tahu kalau padang Kurusetra itu tempat berlagaanya Kurawa dan Pandawa di perang Bharatayudha. Kucoba memejamkan mataku, menghalau segala kegalauan yang timbul gara-gara Cupid.  Berharap hari ini tugasnya dapat selesai dengan baik tanpa aral melintang.  Semilir angin membuai membawa kantukku semakin berat. Zzzzzzzzzzz...... "Teteeeeehhhh...tolongggg dakuuuuuu....," terdengar sayup teriakan Cupid. Ahh...ada apa gerangan, apa Cupid dikejar burung merpati yang katanya tak pernah ingkar janji?  Baru saja aku membuka mata, Cupid nampak terengah-engah dengan dahi penuh keringat sebiji-biji jagung. "Aku telah berbuat kesalahan lagi, Teh...tapi sebenarnya bukan murni kesalahanku," Cupid mengadu. "Apa maksudmu, Cup?", tanyaku sambil mengernyitkan dahi. "Tadi Teh...kulihat seorang gadis cantik sedang duduk termenung di beranda rumahnya.  Kukira dia sedang patah hati, Teh.  Pas itu juga ada mobil mogok di depan rumahnya.  Orangnya masih muda dan ganteng,  keliatannya sopan banget dan tipe orang baik, gitu.  Cupid rasa mereka cocok deh untuk disalingjatuhcintakan.  Yaaa...terus Cupid luncurkan saja panah-panah cinta ke mereka," cerocos Cupid sambil mengelap dahinya dengan tissu yang kusodorkan. "Teh manisnya kuminum ya, Teh?", ujar Cupid, mengambil segelas es teh yang belum sempat kuminum sampai mencair semua esnya. "Iya deh, terus, yang bukan salahmu apanya Cup?", tanyaku agak santai. "Ternyata Teh, anak panah yang kuluncurkan tadi, yang satunya menuju tempat yang bukan maunya Cupid, anak panah itu....mengenai emak penjual pecel yang sedang lewat.  Teteh...tau kan kelanjutannya?", Cupid meringis. "Aduh Cup......., kalimat apa lagi yang harus kusiapkan untuk sidang dewan sore nanti?"

NB :

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun