Mohon tunggu...
Maruhum Sanni Sibarani
Maruhum Sanni Sibarani Mohon Tunggu... Akuntan - NIM: 55522120005 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Welcome !

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mutual Agreement Procedure Tax Treaty SE-DJP

4 Mei 2024   14:57 Diperbarui: 4 Mei 2024   15:01 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DJP-Pengajuan permintaan MAP

Mutual Agreement  Procedure  Tax Treaty  Sesuai SE DJP

Berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku, Direktur Jenderal Pajak berwenang melaksanakan prosedur persetujuan bersama untuk mencegah atau menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penerapan persetujuan penghindaran pajak berganda. Prosedur persetujuan bersama dikenal dengan istilah Mutual Agreement Procedure (MAP). Pengaturan MAP dilakukan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.03/2019, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2020, dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE -- 49/PJ/2021.

Permasalah yang diajukan MAP terdiri atas: pertama, pengenaan pajak oleh Otoritas Pajak Mitra P3B yang mengakibatkan terjadinya pengenaan pajak berganda yang disebabkan oleh: koreksi Penentuan Harga Transfer, koreksi terkait keberadaan dan/atau laba bentuk usaha tetap; dan/atau koreksi obyek pajak penghasilan lainnya. Kedua, pengenaan pajak termasuk pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan di Mitra P3B yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B. Ketiga, penentuan status sebagai subjek pajak dalam negeri oleh Otoritas Pajak Mitra P3B. Keempat, diskriminasi perlakuan perpajakan di Mitra P3B. Kelima, penafsiran ketentuan P3B.

MAP dapat diajukan oleh beberapa pihak diantaranya: Wajib Pajak dalam negeri, Direktur Jenderal Pajak, pejabat berwenang negara mitra atau yurisdiksi mitra persetujuan penghindaran pajak berganda, atau warga negara Indonesia melalui Direktur Jenderal Pajak terkait perlakuan diskriminatif di negara mitra atau yurisdiksi mitra persetujuan penghindaran pajak berganda yang bertentangan dengan ketentuan mengenai nondiskriminasi.

Pengajuan MAP oleh Wajib Pajak Indonesia disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak Daerah tempat Wajib Pajak Indonesia diadministrasikan. MAP yang diminta oleh Warga Negara Indonesia (untuk masalah non-diskriminasi) atau Pejabat yang Berwenang dari Mitra P3B disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Perpajakan Internasional.

Permintaan MAP harus diajukan dalam batas waktu yang ditetapkan dalam Tax Treaty. Namun, jika Tax Treaty tidak mengatur jangka waktu, permintaan MAP diajukan dalam waktu tiga tahun, dimulai dari tanggal Surat Ketetapan Pajak, atau tanggal pembayaran atau bukti pemotongan pajak, atau tanggal pengenaan pajak tidak sesuai dengan ketentuan P3B.

MAP merupakan salah satu upaya penyelesian seketa pajak internasional, khususnya sengketa terkait penerapan P3B. Implementasi MAP di Indonesia saat ini mencatat jumlah kasus MAP antara kasus yang masuk, dengan jumlah kasus yang mencapai kesepakatan belum berbanding lurus. Menyebabkan adanya kasus MAP tertunda (beginning balace) ke inventaris kasus tahun berikutnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektifitas implementasi kebijakan MAP sebagai salah satu penyelesaian sengketa pajak internasional di Indonesia, dan faktor pendorong efektivitas tersebut. Penelitian ini menggunakan paradigma Post-Positivism dengan pendekatan kuantitatif yakni menggunakan Teori Riant Nugroho. Teknik Pengumpulan data dan Analisis data adalah Kualitatif melalui studi kepustakaan dan studi lapangan dengan melakukan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini adalah upaya penyelasaian sengketa pajak internasional melalui MAP di Indonesia berdasarkan PMK 49 Tahun 2019 masih belum efektif sepenuhnya dilihat dari sisi jenis kesepakatan MAP yang telah dihasilkan, karena belum sepenuhnya mencapai tujuan MAP yakni mengeliminasi double taxation. Hasil kesepatakan MAP Indonesia tahun 2016-2019 belum seluruh berjenis fully relief, dan masih ada keputusan aggree to dissagree. Namun, secara peraturan yakni PMK 49 tahun 2019, hubungan aktor yang terlibat didalamnya serta lingkungan kebijakan MAP di Indonesia sudah efektif. Akan tetapi, pihak terkait khususnya dalam hal ini DJP (selaku CA Indonesia) masih harus terus menggali potensi yang ada melalui faktor-faktor pendorong efektivitas MAP yang telah diuraikan dalam rangka memperbaiki kinerjanya agar mencapai efektivitas MAP dan semakin banyak kasus MAP yang menghasilkan kesepakatan yang dapat mengeliminasi double taxation sebagaimana tujuan MAP, membangun sistem informasi dan dokumentasi yang terintegrasi, termasuk transparansi aktor yang telibat dalam MAP agar sesuai juga dengan ketentuan international best practice.

 

Peraturan P3B
Peraturan P3B

Perlakuan perpajakan oleh Otoritas Pajak Mitra P3B yang tidak sesuai dengan ketentuan P3B terdiri:

  1. pengenaan pajak oleh Otoritas Pajak Mitra P3B yang mengakibatkan terjadinya pengenaan pajak berganda yang disebabkan oleh: (1) koreksi Penentuan Harga Transfer; (2) koreksi terkait keberadaan dan/atau laba bentuk usaha tetap; dan/atau (3) koreksi obyek pajak penghasilan lainnya;
  2. pengenaan pajak termasuk pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan di Mitra P3B yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B;
  3. penentuan status sebagai subjek pajak dalam negeri oleh Otoritas Pajak Mitra P3B;
  4. diskriminasi perlakuan perpajakan di Mitra P3B; dan/atau
  5. penafsiran ketentuan P3B.

Contoh penyelesaian sengketa transfer pricing melalui MAP:

Misal PT Maju merupakan anak perusahaan yang induknya di Jepang. PT Maju diperiksa oleh kantor pajak di Indonesia. Dan terdapat koreksi positif transfer pricing sehingga diterbitkan SKPKB oleh kantor pajak.

Induk perusahaan PT Maju yang di Jepang menganggap bahwa pemeriksa pajak di Indonesia terlalu besar menetapkan harga jual. Atau terlalu besar menetapkan penghasilan yang harus dilaporkan di Indonesia.

Tentu saja secara global, koreksi oleh pemeriksa pajak akan berdampak pembayaran pajak di Indonesia lebih besar. Di Jepang dia bayar pajak atas penghasilan yang sama dengan yang dikoreksi oleh pemeriksa pajak. Sehingga jika dihitung secara grup, ada penghasilan yang sama dikenakan pajak dua kali, double taxation.

Karena itu, perusahaan induk di Jepang dapat meminta ke otoritas pajak Jepang untuk berunding dengan otoritas pajak di Indonesia. Perundingan ini disebut MAP.

Inti perundingan adalah menilai berapa nilai yang dianggap wajar antara pajak di luar negeri versus pajak di Indonesia.

Atau keadaannya terbalik. Perusahaan di Indonesia memiliki anak perusahaan di Indonesia. Anak perusahaan di luar negeri dilakukan koreksi harga oleh oleh otoritas pajak di luar negeri karena dianggap melakukan transfer pricing. Perusahaan induk di Indonesia meminta kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan MAP dengan otoritas pajak di luar negeri.

Atau contoh lain, terkait pemotongan pajak di luar negeri.

Misal perusahaan di Indonesia memiliki usaha di Singapura. Kemudian mitra bisnis di Singapura melakukan pemotongan pajak (withholding taxes). Menurut penafsiran kita, seharusnya mitra bisnis di Singapura tidak boleh memotong pajak karena hak pemajakan menurut tax treaty berada di Indonesia.

Maka atas pemotongan pajak tersebut, perusahaan di Indonesia dapat meminta MAP kepada Direktorat Jenderal Pajak supaya dilakukan perundingan dengan otoritas pajak Singapura.

Menurut ketentuan, selain masalah transfer pricing dan withholding taxes, MAP juga dapat diajukan terkait dengan penyelesaian:

  • keberadaan dan/atau laba bentuk usaha tetap
  • koreksi obyek pajak penghasilan lainnya
  • penentuan status sebagai subjek pajak dalam negeri oleh Otoritas Pajak Mitra P3B (tax treaty partner)
  • diskriminasi perlakuan perpajakan di Mitra P3B
  • penafsiran ketentuan P3B (tax treaty).

Permintaan MAP yang diajukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia

Permintaan pelaksanaan MAP yang diajukan oleh Pemohon (Wajib Pajak dalam negeri), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  • diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  • mengemukakan ketidaksesuaian penerapan ketentuan P3B menurut Pemohon;
  • diajukan dalam batas waktu sebagaimana diatur dalam P3B atau paling lambat 3 (tiga) tahun apabila tidak diatur dalam P3B, terhitung sejak: (1) tanggal surat ketetapan pajak; (2) tanggal bukti pembayaran, pemotongan, atau pemungutan pajak penghasilan; atau (3) saat terjadinya perlakuan perpajakan yang tidak sesuai dengan ketentuan P3B.
  • ditandatangani oleh Pemohon atau wakil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang KUP; dan
  • dilengkapi dengan lampiran.

Lampiran permohonan MAP yaitu:

  1. surat keterangan domisili atau dokumen lain yang berisi identitas wajib pajak dalam negeri Mitra P3B yang terkait dengan permintaan pelaksanaan MAP;
  2. daftar informasi dan/atau bukti atau keterangan yang dimiliki oleh Pemohon yang menunjukkan bahwa perlakuan perpajakan oleh Otoritas Pajak Mitra P3B tidak sesuai dengan ketentuan P3B; dan
  3. surat pernyataan yang menyatakan kesediaan Pemohon untuk menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 secara lengkap dan tepat waktu.

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :

  1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah negara atau yurisdiksi mitra untuk mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak.
  2. Prosedur Persetujuan Bersama atau Mutual Agreement Procedure yang selanjutnya disebut MAP adalah prosedur administratif yang diatur dalam P3B untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penerapan P3B.
  3. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat sebagaimana dimaksud dalam P3B.
  4. Negara Mitra P3B adalah negara atau yurisdiksi yang mempunyai P3B dengan Indonesia yang sudah berlaku efektif .
  5. Persetujuan Bersama atau Mutual Agreement adalah hasil yang telah disepakati oleh Pejabat yang Berwenang dari Indonesia dan Negara Mitra P3B sehubungan dengan MAP yang telah dilaksanakan.
  6. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia adalah Subjek Pajak dalam negeri berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, yang menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang tersebut.
  7. Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B adalah Subjek Pajak dalam negeri Negara Mitra P3B berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di negara yang bersangkutan, yang menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan di negara tersebut.
  8. Wajib Pajak Luar Negeri adalah Subjek Pajak luar negeri berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, yang menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang tersebut.
  9. Warga Negara Indonesia adalah Warga Negara Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang kewarganegaraan.
  10. Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP, adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
  11. Transfer Pricing adalah penentuan harga yang dilakukan dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
  12. Corresponding Adjustments yaitu koreksi atau penyesuaian atas jumlah pajak yang terutang bagi Wajib Pajak suatu negara yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak negara mitra, yang dilakukan oleh otoritas pajak negara yang bersangkutan sehubungan dengan koreksi Transfer Pricing yang dilakukan oleh otoritas pajak negara mitra (primary adjustments), sehingga alokasi keuntungan pada dua negara atau yurisdiksi tersebut konsisten, dengan tujuan untuk menghilangkan pengenaan pajak berganda.
  13. Dual Residence adalah kondisi yang dihadapi oleh satu subjek pajak yang melakukan transaksi lintas negara atau yurisdiksi pada saat yang sama dianggap menjadi subjek pajak dalam negeri di masing-masing negara atau yurisdiksi berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di masing-masing negara atau yurisdiksi dimaksud.

DJP-Pengajuan permintaan MAP
DJP-Pengajuan permintaan MAP

Refrensi:

PMK NOMOR  240/PMK.03/2014 TATA CARA PELAKSANAAN PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA
(MUTUAL AGREEMENT PROCEDURE) 

Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure) Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2010. (2010)

Protto, C. (2014). Mutual agreement procedures in tax treaties: Problems and needs in developing countries and countries in transition. Kluwer Law International BV.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun