Mohon tunggu...
Ma'ruf M Noor
Ma'ruf M Noor Mohon Tunggu... -

Patriot Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral | Nunukan - Kalimantan Utara | Kaimana - Papua Barat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Magis Manggris

1 Juni 2016   14:12 Diperbarui: 1 Juni 2016   14:55 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suroto telah berkemas untuk pulang ke kecamatan, tersebab urusan proyek sudah kelar. Dan barulah diamatinya baik-baik sebuah pohon yang tidak disadari dengan sepenuh penghayatan, bahwa pada jam-jam menjelang siang, di lokasi pembangunan Posyandu, dia dipele oleh sebuah pohon raksasa, pohon manggris yang magis. Pohon itu di dekatinya, sampai kulitnya menyentuh kulit pohon manggris yang putih pucat itu. Seperti orang yang sedang mengukur sesuatu, dia menjajal kemampuan mistisnya ke pohon itu. Begitulah dia sampaikan ke orang-orang yang menanyakan sedang apa dia di bawah pohon yang magis itu. Suroto berkesimpulan ilmu kanuragannya masih lebih hebat dari kekuatan ghaib yang ada di pohon manggris itu. Dia membesar-besarkan sebuah cerita masa lalunya di Jawa yang pernah bertarung secara tidak kasatmata dengan sebuah penunggu bangunan tua. Suroto tegas mengatakan kekuatan gaib dari Jawa yang dipunyainya jauh lebih tinggi dibanding kekuatan si penunggu yang diyakini Suroto adalah kekuatan dari penunggu yang mewakili suku Dayak.

Setelah Suroto sampai pada kesimpulan itu. Dia sempatkan bertanya ke beberapa orang yang lebih tua di Sumentobol. Dan hasilnya menekan Suroto untuk jangan sekali-sekali mencoba mengganggu pohon manggris itu. Kata orang tua yang ditemuinya penunggu pohon manggris memiliki kekuatan yang dahsyat, tentu saja itu magis. Tapi Suroto bersikeras ingin menaklukkan pohon berusia ratusan tahun yang menjulang ke langit itu dengan kekuatan Jawa-nya. Sebenarnya, seorang tukangnya yang berdarah Bugis itu sempat menimpali dan mengingatkan untuk tidak perlu melakukan hal-hal pantang begitu. Sebab kejadian terakhir yang memuncratkan darah itu sudah menjadi bukti yang menggoyahkan keinginan. Tukangnya yang berdarah Bugis menambahkan untuk jangan mencoba-coba menguji kekuatan mahluk gaib di tanah Dayak. Apalagi di tengah hutan begini, semua kejadian sangat bertalian dengan hal-hal magis. Untung saja mereka tidak diganggu selama mereka kurang lebih sebulan lamanya di kampung Sumentobol ini, menurut argument salah satu tukangnya.

Tetapi Suroto bukannya mundur mendengar ceritera magis begitu, justru semakin merasa kuat. Terakhir, karena ngotot, salah satu orang tua yang bernama Kalabinti juga ternyata adalah ketua adat di Sumentobol, mengizinkan Suroto untuk menebang pohon manggris yang selama ini belum ada yang berniat seperti Suroto. Sebelum ditebang tentu ada kesepakatan antara Suroto dengan orang kampung, semuanya seputar hitung-hitungan matematis yang mungkin juga materialis, sebab pembicaraan mereka tidak dibesarkan, hanya seperti orang yang hendak bersekongkol mengelabui musuh bersama.

Dengan mesin gergaji kayu atau lazim disebut chainshaw yang dibawa Suroto, esoknya di pagi yang matahari baru merangkak ke langit. Suroto telah ditonton orang sekampung yang penasaran menyaksikan hari bersejarah tumbangnya pohon manggris yang magis itu. Banyak orang bergidik ketika Suroto mulai menyalakan mesin chainzoo-nya. Tapi nampak sebelumnya, Suroto seperti sedang berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan isyarat tangannya yang ditengadahkan ke langit yang tetiba menjadi gelap bertudung mendung. Hari itu, mungkin kekuatan doa sedang berperang di langit. Sehingga gelaplah seketika penglihatan. Padahal hari masih pagi belum terlalu siang dan matahari sedari tadi biasa-biasa saja. Namun beginilah kejadian langit saat percobaan penaklukan manggris itu terjadi.

Suroto memulai menyeret dan hendak menenggelamkan rantai chainshaw lebih dalam ke pangkal pohon. Namun belum cukup 20 centimeter terbenam. Rantai chainshaw sudah putus. Saat itu tidak ada cairan serupa darah yang muncrat karena kulit pohon manggris tersentuh benda tajam. Tetapi kekuatanya berhasil memutus rantai chainshaw. Rantai chainshaw Suroto tetap terputus meski sudah diganti tiga kali, dan hasilnya belum sama sekali bisa memberi tanda kalau pohon manggris ini akan tumbang oleh cubitan kecil di pangkalnya itu.

Bila matahari tidak tertutup awan mendung, maka saat itu, matahari sudah di tengah ubun-ubun. Suroto memilih beristirahat. Orang kampung kecewa, sebab tidak berhasil menyaksikan pertunjukkan yang mungkin tidak pernah terlupa hingga akhir hayat. Kalabinti menghampiri Suroto yang terlihat sangat ambisi sekaligus optimis akan memenangkan pertarungan praktis-mistis ini. Kalabinti menyarankan Suroto untuk berhenti. Kalabinti menegaskan ancaman nyawa di balik apa yang dilakukannya hari ini. Suroto bergeming tidak acuh pada nasehat ketua adat kampung. Disinilah nampak betul belum dewasanya manusia yang meski sudah berusia lebih setengah abad. Seolah tidak pernah mendengar peribahasa tua, bahwa dimana bumi dipijak maka disitu langit dijunjung. Suroto hirau dengan ancaman magis yang disebutkan Kalabinti. Di sore hari, dia meminjam rantai chainshaw milik orang kampung dan dibenamkannya kembali chainshaw-nya ke manggris itu. Dan lagi usahanya terhenti hanya sesaat setelah dia memulainya. Akhirnya, Suroto memilih jedah hingga esok, sebab dinilainya, hari ini dia hanya tidak beruntung. Langit hanya mendung tidak jelas berpihak ke siapa. Sekilas langit mendung begini akan menguntungkan Suroto yang bekerja di bawah pohon yang rantingnya puluhan meter dari muka tanah. Pasti bila matahari betul-betul terik, maka terpaparlah Suroto yang bekerja di situ.

Esoknya, di pagi yang mungkin seperti kemarin. Suroto belum nampak bersiap melanjutkan usahanya. Yang ada adalah Suroto diserang sakit perut sejak semalam ketika malam berganti tanggal. Dan pagi itu belum sembuh juga penyakitnya dari semalam. Suroto melilit kesakitan, beraknya juga tidak kesulitan, hanya perutnya saja yang memang sangat perih.

Sampai hari berganti malam, Suroto belum juga pulih dari sakitnya, para tukangnya kini hanya terduduk menonton kepala tukang yang sedang melilit sembari terus mengusap perutnya. Seharian ini semua apa yang dimakan Suroto telah dikeluarkan kembali, bahkan mungkin isi perutnya yang berfungsi menetralisir asam lambung juga ikut keluar di beraknya.

Hingga dua hari, Suroto belum ada tanda sembuh. Orang kampung yang dikenal sebagai dukun, yaitu orang yang mampu menyelesaikan urusan medis secara mistis didatangkan untuk menyelesaikan perkara perut Suroto yang sudah dua hari tak juga usai. Sang dukun menggeleng ketika meraba perut Suroto yang mulai dehidrasi terkulai tak berdaya. Jika dituliskan dalam kata, maka sang dukun akan menulis kalau apa yang diderita Suroto saat itu adalah perkara medis yang betul-betul mistis. Penyembuhannya juga pasti mistis dan butuh ilmu yang bukan sembarang ilmu.

Sang dukun dengan segala kesadaran nuraninya memilih angkat tangan setelah diagnosa terakhirnya tentang kekuatannya yang belum sampai untuk level penyakit mistis semacam yang dialami Suroto. Suroto semakin lemah, makanan yang masuk ke perut juga semakin sedikit, sebab makin sulit juga dia melakukan apa yang sehari-hari dilakukan manusia, yaitu makan.

Hari ketiga, tidak ada jalan lain, Suroto harus dibawa ke rumah sakit terdekat mengingat tak ada dukun sakti yang mampu mengatasi penyakit di perut Suroto. Tapi, jelas sudah kalau di tengah hutan begini tidak ada rumah sakit yang dekat. Yang terdekat adalah paling cepat sampai sekitar 6 jam. Bila semua berjalan mulus. Satu-satunya akses untuk keluar-masuk kampung hulu ini adalah dengan menggunakan perahu tempel dan paling cepat lima jam untuk sampai di rumah sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun