Sehingga obyek 31116 senantiasa bergesekan dengan molekul-molekul udara saat melintas dengan kecepatan 7,76 km/detik di titik perigee-nya. Pergesekan ini lambat laun menurunkan kecepatan obyek 31116, sehingga berimplikasi pada berubahnya orbit menjadi cenderung lebih sirkular dengan ketinggian kian menurun. Hal ini berlangsung terus-menerus, sehingga lebih dari sepuluh tahun kemudian tepatnya pada 12 Juli 2017 TU pukul 22:00 WIB, orbitnya telah berubah total dengan perigee 110 kilometer, apogee 2.607 kilometer, inklinasi 54,7º dan periode orbital 113 menit (1 jam 53 menit).  Â
Reentry
Seperti halnya yang dialami sampah-sampah antariksa sebelumnya, obyek 31116 juga menjalani proses reentry serupa. Begitu mulai menyentuh ketinggian 104 kilometer, reentry pun terjadilah.Â
Sampah antariksa itu sontak mengalami deselerasi (perlambatan) yang besar sehingga ketinggiannya kian menurun. Pada saat yang sama besarnya deselerasi, yang bisa mencapai 20G, membuat struktur obyek 31116 pun hancur berantakan. Komponen-komponennya terlepas dan melejit sendiri-sendiri.
Pada saat yang sama, masih tingginya kecepatan obyek 31116 menghasilkan tekanan ram yang sangat kuat, persis seperti halnya yang diciptakan bongkahan pecahan asteroid maupun remah-remah komet. Â Komponen yang lemah dihancurkan oleh besarnya tekanan ram dan dipaksa mengalami sublimasi hingga berubah menjadi uap. Sementara komponen yang lebih kuat lebih mampu bertahan. Inilah yang mendarat di paras Bumi sebagai BJA di tepi Danau Maninjau. Perbandingan dengan komponen upperstage Long March-3A mengindikasikan bahwa BJA ini merupakan tanki Hidrazin. Tanki ini memasok bahan untuk sistem kemudi arah dan sikap.
Upperstage Long March-3A memiliki massa kosong (tanpa bahan bakar) 2.740 kilogram. Pada umumnya 10 % dari massa sebuah sampah antariksa akan bertahan selama melewati proses reentry dan mendarat di paras Bumi. Dengan demikian terdapat setidaknya 20 kilogram massa yang selamat dari jatuhnya obyek 31116.
BJA di tepi Danau Maninjau memiliki massa 7,4 kilogram, angka yang cukup dekat dengan perkiraan tersebut. Pada umumnya sisa-sisa sampah antariksa yang jatuh ke paras Bumi menempati sebuah daerah sempit sangat lonjong yang bentuknya mirip cerutu dengan panjang 200 hingga 250 kilometer. Dengan demikian komponen-komponen obyek 31116 mungkin berjatuhan ke arah timur laut dari Danau Maninjau, yakni hingga ke sebelah utara kota Pekanbaru (propinsi Riau).
Sampah antariksa merupakan efek samping yang belum bisa dielakkan dari teknologi eksplorasi dan eksploitasi antariksa. Dan khusus untuk Indonesia, sebagai negara terbesar di kawasan khatulistiwa', resiko dijatuhi sampah antariksa relatif tinggi. Sebab lebih banyak satelit yang ditempatkan di orbit geostasioner dibanding orbit yang lain.Â
Sementara orbit ini terletak tepat di atas garis khatulistiwa'. Hingga umat manusia bisa menemukan cara untuk mereduksi jumlah sampah antariksa tanpa harus mengurangi intensitas eksplorasi dan eksploitasi antariksa, maka problem semacam ini akan selalu menghantui Indonesia. Â