Seperti halnya Bumi dan planet-planet batuan (terestrial) lainnya, struktur Venus juga terdiri dari kerak (litosfer), selubung (asthenosfer) dan inti. Inti Venus pun memiliki kondisi setengah cair, sangat panas dan bertekanan sangat tinggi. Namun berbeda dengan Bumi, selubung Venus adalah padat sebagaimana keraknya. Kepadatan ini tidak memungkinkan Venus melepaskan panas yang tersimpan dalam intinya melalui mekanisme konveksi seperti halnya yang terjadi di Bumi. Ini berimplikasi pada dua hal. Pertama, di dalam Venus tidak terdapat arus konveksi yang bergerak secara menyeluruh pada lapisan selubung dan keraknya. Sehingga  Venus tidak memiliki sistem lempeng tektonik sebagaimana halnya Bumi. Dan yang kedua, ketiadaan arus konveksi tersebut serta ditunjang dengan amat lambatnya rotasi Venus menyebabkan planet ini tidak mampu menghasilkan medan magnet sendiri. Konsekuensinya Venus amat rawan mengalami gangguan oleh terjangan badai Matahari. Sebuah studi memperlihatkan, ketiadaan medan magnet di Venus menyebabkan suhu atmosfer planet ini bisa melonjak hingga 110 derajat Celcius di atas normal, atau mendekati suhu 600 derajat Celcius, saat badai Matahari menerjangnya dengan telak. Ketiadaan arus konveksi membuat Venus harus mencari jalan lain guna mengeluarkan kandungan panas dalam intinya, yang mayoritas dihasilkan dari peluruhan unsur-unsur radioaktif berat penyusun tubuh Venus. Sebagian panas memang bisa disalurkan ke lingkungan sekitar lewat proses konduksi. Namun hal ini memiliki keterbatasan. Sebab kuantitas panas yang dilepaskan mekanisme konduksi Venus masih lebih kecil dibanding produksi panas dalam intinya. Sehingga jumlah panas dalam inti Venus terus terakumulasi. [caption id="attachment_191430" align="alignleft" width="408" caption="Pancuran lava, ciri khas letusan banjir lava basaltik. Sumber : Global Volcanism Program, 2012."][/caption] Venus mengatasi problem ini dengan melepaskan akumulasi panasnya secara besar-besaran dalam kurun waktu tertentu yang terhitung singkat. Sehingga pelepasan panasnya bersifat pulsatik, tidak terus-menerus. Venus melakukannya setiap sekitar 500 - 600 juta tahun sekali. Dan setiap kali melepaskan panasnya secara besar-besaran, Venus mempertahankannya hingga 100 juta tahun kemudian untuk kemudian kembali terdiam. Pelepasan panas besar-besaran ini mewujud dalam letusan-letusan gunung berapi Venus yang teramat dahsyat. Pada saat itu ribuan titik di permukaan venus memancurkan magma ke ketinggian atmosfernya untuk kemudian jatuh kembali dan membanjiri daerah sekelilingnya sebagai episode banjir lava basaltik dalam jumlah teramat besar. Letusan-letusan tersebut secara akumulatif melepaskan lava hingga 10 kali lebih besar dibanding letusan sejenis di Bumi. Sebagai gambaran betapa dahsyatnya letusan besar-besaran gunung berapi Venus secara pulsatik, mari kita bandingkan dengan letusan sejenis di Bumi. Letusan terdahsyat di Bumi adalah banjir lava basalt Siberia pada 250 juta tahun silam, yang memuntahkan maksimum 4 juta kilometer kubik magma. Dengan demikian volume banjir lava basaltik Venus setidaknya mencapai 40 juta kilometer kubik. Dengan suhu lava basaltik 1.300 derajat Celcius dan gravitasi permukaan venus adalah 0,9 kali gravitasi Bumi, maka banjir lava basaltik Venus melepaskan energi setidaknya 9.360 juta megaton TNT atau setara dengan 468 milyar butir bom nuklir Hiroshima yang diledakkan secara serempak. Dibandingkan dengan energi tumbukan asteroid raksasa yang menghantam Semenanjung Yucatan 65 juta tahun silam dan menjadi faktor utama penyebab musnahnya 75 % makhluk hidup Bumi (termasuk dinosaurus), banjir lava basaltik Venus adalah 93 kali lipat lebih energetik. [caption id="attachment_191431" align="alignright" width="443" caption="Beberapa dari gunung berapi perisai di Venus, yang dikenal sebagai kubah telur dadar (pancake dome). Sumber : Gunawan dkk, 2012."]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H