Sepasang gempa tektonik mengguncang kawasan Tapanuli dan sekitarnya pada Selasa 14 Juni 2011. Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika mencatat kedua gempa hanya berselisih waktu 3 jam dengan gempa pertama terjadi pukul 07:09 WIB sementara gempa kedua pukul 10:01 WIB. Keduanya sama-sama memiliki magnitud 5,5 skala Richter dan kedalaman sumber 10 km dengan episentrum hanya terpisah 8 km satu dengan yang lain. Sedangkan National Earthquake Information Center United States Geological Survey menyajikan data sedikit berbeda, dimana gempa pertama memiliki magnitud Mw 5,3 sementara gempa kedua sedikit lebih besar yakni Mw 5,6 dengan kedalaman sumber masing-masing sama dengan 22 km. [caption id="attachment_117335" align="alignnone" width="600" caption="Sisa longsoran akibat gempa ganda Tapanuli di jalur lintas Sumatera.Sumber : MI, 2011"][/caption] Gempa ganda ini menyebabkan guncangan keras di kawasan Tapanuli (sebelah selatan Danau Toba), sehingga berdasarkan tatanama gempa ini bisa disebut gempa ganda Tapanuli. Area di sekitar episentrum terguncang keras hingga skala 7 MMI. Kota Sibolga terguncang hingga 5 MMI sementara Padangsidempuan dan Pematangsiantar bergetar pada skala 4 MMI. Bahkan kota Medan yang berjarak 200 km dari episentrum mengalami getaran 3 MMI, batas terbawah getaran yang bisa dirasakan manusia. USGS PAGER mencatat 2 ribu jiwa tinggal di kawasan dengan getaran 7 MMI sementara hampir 15 juta jiwa terpapar getaran antara 4 hingga 6 MMI. USGS PAGER memprediksi tidak ada korban jiwa (pada probabilitas 65 %) dan kerusakan bangunan adalah minimal (pada probabilitas juga 65 % untuk angka kerugian di bawah US $ 1 juta). Korban memang tidak ada, namun 165 rumah tercatat mengalami kerusakan baik ringan maupun berat. Di seputar episentrum juga dijumpai kasus tanah longsor. [caption id="attachment_117336" align="alignnone" width="528" caption="Peta intensitas getaran gempa dengan magnitud Mw 5,6 dalam kejadian gempa ganda Tapanuli 14 Juni 2011. Titik merah merupakan episentrum, sementara lingkaran-lingkaran berlabel 6, 5, 4 dan seterusnya merupakan batas area yang tergetarkan hingga skala 6, 5, 4 MMI dan seterusnya. Garis-garis merah adalah patahan aktif.Sumber : Sudibyo, 2011"][/caption] Gempa ganda Tapanuli merupakan sepasang gempa tektonik dengan energi akumulatif 5 kiloton TNT (5 % energi bom Hiroshima) yang bersumber dari segmen Toru dalam sistem patahan besar Sumatra. Natawidjaja (2000) menyebut sistem patahan besar Sumatra merupakan konsekuensi tektonik dari interaksi khas lempeng India dan Australia terhadap lempeng Eurasia (Sunda) yang mengalasi Sumatra dimana vektor lempeng India dan Australia menyudut/miring terhadap jalur palung laut di lepas pantai barat Sumatra. Akibatnya tidak seluruh tekanan kedua lempeng itu bisa ditahan di jalur subduksi sehingga terbentuk sistem patahan besar Sumatra dan sistem patahan besar Mentawai sebagai konsekuensinya. Sistem patahan besar Sumatra secara kasat mata nampak sebagai jajaran Pegunungan Bukit Barisan. Sistem patahan besar ini memiliki panjang keseluruhan 1.900 km yang terbagi ke dalam 19 segmen dengan panjang masing-masing segmen bervariasi antara 35 km hingga 200 km. Batas antar segmen ditandai dengan area dilatasi selebar 4 hingga 12 km. [caption id="attachment_117337" align="alignnone" width="576" caption=" Posisi sumber-sumber gempa di zona subduksi Sumatra dan sistem patahan besar Sumatra beserta tahun kejadian dan besarnya magnitud gempa. Tanda panah putih menunjukkan gempa yang terjadi di segmen Toru (yakni gempa 1984 dan 1987) serta di lipatan dan anjakan Toru (gempa 1971).Sumber : EERI, 2007"][/caption] Segmen Toru terletak di antara garis lintang 1,2 LU hingga 2 LU dengan panjang 95 km. Segmen ini membelah sebuah kaldera tua yang besar (diameter +/- 30 km) sehingga separuh bagian kaldera bergeser terhadap sepatuh bagian lainnya. Sejajar dengan segmen Toru namun berselisih jarak 15 hingga 40 km di sebelah barat dayanya terletak jalur lipatan dan anjakan Toru, tepatnya di antara garis lintang 1 LU hingga 1,5 LU. Baik segmen Toru maupun jalur lipatan dan anjakan Toru merupakan sumber gempa yang masih aktif. Jalur lipatan dan anjakan Toru merupakan sumber gempa kuat 1971 dengan magnitud 7,1 skala Richter yang memporak-porandakan Sibolga dan sekitarnya. Sementara ujung utara segmen Toru bergetar pada 1984 seiring gempa dengan magnitud 6,4 skala Richter. Tiga tahun berikutnya giliran bagian tengah yang bergetar sebagai gempa Tarutung 1987 dengan magnitud 6,6 skala Richter. Dengan panjang 95 km maka secara kasar segmen ini bisa dibagi menjadi tiga subsegmen masing-masing sepanjang 30 km. Dari sejarah tersebut, nyatalah tinggal satu subsegmen (yakni selatan) yang belum melepaskan energinya. Dan itulah yang terjadi pada Selasa kemarin, sebagai gempa ganda Tapanuli. [caption id="attachment_117338" align="alignnone" width="612" caption="Contoh rupture dalam sistem patahan besar Sumatra, disini pada kejadian gempa ganda 6 Maret 2007 (Mw 6,4). Kiri : jejak patahan Sumatra yang terekam dalam rupture zone di dekat kota kecil Sumani, menunjukkan pergeseran mendatar menganan (right-lateral) sebesar 22 cm. Kanan : jejak patahan Sumatra di jalan penghubung kota kecil Sumani dan kota Solok, berjarak 3 km di sebelah selatan dari lokasi foto kiri. Nampak pergeseran mendatar menganan 24 cm disertai pergeseran menurun (normal faulting) 24 cm. Sumber : EERI, 2007"][/caption] Sumber-sumber gempa dangkal di daratan Sumatra sebenarnya relatif sudah terpetakan dengan cukup baik. Persoalannya tinggal bagaimana memanfaatkan pengetahuan yang sudah diperoleh tersebut untuk kepentingan mitigasi bencana gempa, dengan tujuan utama meminimalisir korban jiwa dan luka. Memang, tak ada satupun ilmuwan kebumian yang bisa memprediksi (dengan ketelitian tinggi) kapan sebuah gempa menerjang. Namun dengan segmentasi dalam sistem patahan besar Sumatra dan vektor gerakannya (yang rata-rata 11 mm/tahun), tidak sulit untuk menentukan Maximum Credible Earthquake (MCE) di setiap segmen. Secara umum setiap segmen di dalam sistem patahan besar Sumatra berpotensi memproduksi gempa kuat dengan MCE 6 - 7 skala Richter yang periode perulangannya rata-rata setiap 1 abad sekali. Secara rata-rata terjadi gempa kuat di salah satu bagian sistem patahan besar Sumatra setiap lima tahun sekali. [caption id="attachment_117339" align="alignnone" width="374" caption="Nama-nama segmen dalam sistem patahan besar Sumatra beserta tahun kejadian gempa dan magnitudnya. Lingkaran merah menunjukkan segmen-segmen yang belum melepaskan energinya dalam 60 tahun terakhir dan sangat berpotensi sebagai sumber gempa kuat di daratan Sumatra di waktu yang akan datang. Sumber : Natawidjaja, 2000"][/caption] Harus diperhatikan, dari 19 segmen tersebut 8 diantaranya belum menunjukkan tanda-tanda aktivitas dalam kurun 60 hingga 100 tahun terakhir sehingga sangat boleh jadi gempa-gempa tektonik berikutnya akan muncul dari segmen-segmen ini. Namun tak menutup kemungkinan ada pula gempa tektonik yang meletup dari salah satu segmen yang dalam catatan sejarah pernah menjadi sumber gempa dalam kurun setengah abad terakhir, khususnya jika segmen tersebut mengalami subsegmentasi seperti halnya Toru. Karena itu, gempa ganda Tapanuli di subsegmen selatan dalam segmen Toru sebaiknya menjadi pengingat bahwa mitigasi gempa dengan potensi sumber di daratan Sumatra adalah hal yang mutlak. Mitigasi sebaiknya difokuskan pada mitigasi non struktural dengan tujuan membangun budaya sadar bencana pada publik. Sehingga kita tahu bagaimana cara mengevakuasi diri serta mereduksi kemungkinan cedera kepala dan punggung tatkala gempa mengguncang. Sudah bukan saatnya lagi bermain tebak-tebakan kapan gempa mengguncang ataupun berharap gempa takkan mengguncang, karena gempa tak pernah bohong alias pasti akan datang. Tinggal kapan waktunya dan seberapa kuat magnitudnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H