Mohon tunggu...
Muh Ma'rufin Sudibyo
Muh Ma'rufin Sudibyo Mohon Tunggu... wiraswasta -

Langit dan Bumi sahabat kami. http://ekliptika.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hari Ketika Majalengka (Purba) Menggelegar

14 April 2011   14:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:48 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Struktur Majalengka menempati area tak terlalu luas, yakni 12,7 x 12,7 km persegi. Bentuk kawahnya pun relatif sferis, sehingga benda langit pembentuknya (meteor raksasa atau bolide) diindikasikan berasal dari altitude tinggi. Alm. Eugene M. Shoemaker menggarisbawahi rata-rata benda langit yang menumbuk Bumi jatuh dari altitude 45 derajat. Namun data empirik (seperti di Wabar dan Chicxulub) menunjukkan struktur sferis bisa dibentuk oleh benda langit yang berasal dari rentang altitude 20 derajat hingga 50 derajat. Melihat sebaran kawah, dimana kawah terbesar berada di pojok timur laut sementara kawah terkecil berada di pojok barat daya, mengesankan bahwa bolide Majalengka (demikian kita namakan) datang dari arah timur laut. Nilai azimuth, altitude, kecepatan inisial, koordinat titik tumbuk dan waktu terjadinya tumbukan sangat penting guna merekonstruksi asal-usul dan dinamika bolide selama di tata surya. Namun dengan kejadian pembentukan struktur Majalengka sekitar 4 juta tahun silam, maka yang terpenting adalah bagaimana dinamika tumbukannya dan dampaknya bagi lingkungan. [caption id="attachment_102261" align="alignnone" width="526" caption="Struktur Majalengka dengan kelima kandidat kawahnya."][/caption] Mari mulai dari data yang tersedia. Ada lima kawah dalam struktur ini, masing-masing kawah A = 8,5 km, kawah B = 3,9 km, kawah C = 4,3 km, kawah D = 3,5 km dan kawah E = 4,9 km. Kawah A merupakan kawah utama (karena paling besar) sementara kawah D paling kecil. Jarak lateral pusat kawah A dan D 4 km yang bisa dianggap sebagai jarak dispersi maksimum antar pecahan bolide setelah terfragmentasi. Berapa diameter masing-masing bolide pembentuk kawah telah digarisbawahi Shoemaker dimana bila target tumbukan adalah keras (bukan air atau pasir), maka rasio diameter kawah dengan diameter bolide-nya adalah 20 : 1. Sekarang mari bermain dengan asumsi (anggapan). Anggap densitas target tumbukan sama dengan densitas bolide, dimana densitas target tumbukan adalah 2 g/cc. Dalam perjalanan menembus atmosfer Bumi, anggap 10 % massa bolide terablasi (terlepas ke atmosfer akibat gesekan dengan molekul-molekul udara sehingga terpanaskan). Anggap densitas udara di permukaan laut adalah 0,001 g/cc dan atmospheric scale height adalah 8 km dengan drag coefficient sama dengan 2. Selanjutnya bolide di atmosfer dianggap berperilaku layaknya bolide Tunguska (penyebab peristiwa Tunguska 1908) sehingga memiliki pancake-factor 10. Ketika menumbuk target, batas diameter antara jenis kawah simpel dan kompleks dianggap 3,2 km. Sementara rasio konversi energi tumbukan ke energi seismik adalah 0,01 % dan rasio konversi energi tumbukan ke enegi termal 0,3 %. Anggapan-anggapan ini merupakan standar dalam upaya memodelkan proses tumbukan benda langit. Sementara pemodelannya sendiri dikerjakan dengan pendekatan fisika ledakan nuklir. Hasilnya, bolide Majalengka semula berupa benda langit minor berdiameter 500 m dengan massa 120 juta ton yang melayang-layang di angkasa pada kecepatan inisial 50 km/detik. Perpotongan orbitnya dengan orbit Bumi dan pengaruh gravitasi Bumi membuatnya jatuh ke atmosfer dari altitude 20 derajat dan arah timur laut bila dilihat dari titik target Majalengka (purba), pada kecepatan relatif 51 km/detik. Selama perjalanan menembus atmosfer, tekanan ram membuat 12 juta ton massa asteroid terlepas oleh penguapan akibat pemanasan ekstratinggi di permukaannya sehingga tersebar ke lapisan atmosfer atas sebagai debu. Pemanasan dan tekanan ram kian meningkat seiring kian masuknya bolide Majalengka ke dalam atmosfer. Sehingga pada ketinggian 144 km dari permukaan laut, tekanan ram telah melebihi yield strength bolide Majalengka yang sebesar 79 kPa. Akibatnya terjadilah fragmentasi (pemecahbelahan) yang membentuk sedikitnya 5 pecahan besar, masing-masing fragmen A (diameter 45 m), fragmen B (195 m), fragmen C (215 m), fragmen D (175 m) dan fragmen E (245 m). Indikasi terjadinya fragmentasi nampak dari parameter If yang nilainya hampir mendekati nol (tepatnya 6 per sejuta). Bila parameter If bernilai lebih dari 1, fragmentasi takkan terjadi. [caption id="attachment_102274" align="alignnone" width="578" caption="Penampang melintang kawah Chicxulub, penyebab musnahnya dinosaurus. Kawah ini merupakan salah contoh tipe kawah kompleks."]

1302792349208911682
1302792349208911682
[/caption] Fragmentasi tidak mengubah banyak kecepatan masing-masing fragmen, yang terkurangi hanya dalam rentang 14 - 23 % dari kecepatan relatif awalnya. Sehingga kelima fragmen kemudian itu jatuh membentur Bumi dengan hebatnya sembari melepaskan energi kinetiknya. Total energi tumbukan mencapai 34.000 megaton TNT, setara dengan energi letusan Gunung Tambora 1815, dengan 74 % diantaranya merupakan energi tumbukan kawah A. Masing-masing fragmen membentuk kawah transien yang kemudian dimodifikasi gravitasi Bumi sehingga menjadi kawah kompleks, yang ditandai kemunculan kubah pusat (central-peak) ditengahnya sekaligus runtuhnya punggungan melingkar (cincin kawah) yang mengelilinginya menjadi beberapa undakan yang sekilas menyerupai pensesaran naik. [caption id="attachment_102276" align="alignnone" width="606" caption="Perbandingan kawah Wabar (kiri) dengan kawah A Majalengka (kanan). Meski kawah Wabar bertipe kawah simpel dan kawah A Majalengka adalah kawah kompleks, nampak pinggiran kawahnya memiliki fitur yang hampir sama (tanda kotak hitam), yakni bergelombang"][/caption] Apa dampak lingkungan yang diakibatkan peristiwa ini? Keseluruhan tumbukan menghasilkan gempa berkekuatan 7,6 skala Richter yang sanggup menggetarkan sebagian Pulau Jawa secara signifikan. Pada kawah A, tumbukan memproduksi bola api tumbukan (fireball) yang melebihi diameter kawahnya. Fireball ini awalnya bersuhu sangat tinggi yang kemudian mengalami pendinginan disertai proses pemisahan hidrodinamik (pada suhu 300.000 Kelvin) dan breakaway (pada suhu 3.000 K) dimana ia mencapai diameter maksimum (18,8 km) sebelum kemudian lenyap. Saat breakaway, fireball membentuk gelombang kejut yang menghajar lingkungan sekitarnya tanpa ampun. Jika saat itu sudah ada pemukiman manusia, maka gedung bertingkat yang berjarak hingga 63 km dari titik tumbuk akan ambruk, pun juga rumah kayu yang berjarak hingga 79 km serta atap rumah yang berjarak hingga 86 km dari titik tumbuk. Hingga jarak 75 km dari titik tumbuk, 90 % pepohonan yang ada akan tumbang. Semuanya akibat terjangan gelombang kejut. Dalam konteks Majalengka (purba) saat itu, bisa disimpulkan tumbukan ini meratakan hutan seluas 17.700 km persegi yang ada disekitarnya. [caption id="attachment_102277" align="alignnone" width="602" caption="Contoh fireball (bola api produk pelepasan energi sangat tinggi), disini dari eksperimen detonasi bom nuklir, diambil 16 mikrodetik pasca ledakan. Fireball yang sama (minus radiasinya) juga terbentuk saat fragmen-fragmen bolide Majalengka berjatuhan membentur Bumi dengan hebatnya. Dari permukaan fireball inilah terlepas radiasi termal dan gelombang kejut pada saat mencapai tahap breakaway."][/caption] Mulai saat terbentuk hingga menghilangnya, fireball memiliki umur 120 detik. Tingginya energi tumbukan dan lamanya umur fireball menghasilkan fenomena radiasi termal, yakni tingginya fluks panas pada jarak tertentu dari titik tumbuk. Besarnya radiasi termal membuatnya mampu membakar padang rumput secara spontan hingga jarak 155 km dari titik tumbuk dan menghanguskan pepohonan hingga jarak 190 km dari titik tumbuk. Andaikata saat itu ada populasi manusia, mereka akan mengalami luka bakar tingkat tiga bila berdiam pada jarak 150 km dari titik tumbuk, luka bakar tingat dua hingga jarak 190 km dan luka bakar tingkat satu hingga jarak 270 km. Dalam konteks Majalengka (purba) saat itu, bisa disimpulkan tumbukan ini membakar hutan seluas seluas 76.500 km persegi disekitarnya dan menghanguskan 40.500 km persegi sisanya tanpa membuatnya terbakar. [caption id="attachment_102278" align="alignnone" width="513" caption="Bagaimana dahsyatnya dampak gelombang kejut terhadap bangunan berjarak tertentu, nampak pada eksperimen detonasi bom nuklir permukaan tanah di Yucca Flatts, AS (1953). Nampak bangunan kayu porak-poranda dihantam gelombang kejut. Dalam kasus tumbukan bolide Majalengka, bangunan semacam ini hancur lebur meskipun berjarak 79 km dari titik tumbuk (kawah)."]
13027928802031763400
13027928802031763400
[/caption] Terbentuknya kawah menyebabkan material bolide pembentuk dan tanah target yang semula berada didalamnya dimuntahkan keluar sebagai debu (ejecta) dengan volume total 65 km kubik. Volume ini hampir separuh material vulkanik letusan Gunung Tambora 1815 dan diindikasikan membumbung tinggi hingga menjangkau lapisan stratosfer. Maka drama malapetaka iklim 1816 (tahun tanpa musim panas) pun nampaknya terjadi, sebab jumlah debu yang luar biasa banyak di stratosfer (beserta butir-butir asam sulfat yang turut terbentuk) secara efektif menjadi tirai surya yang memblokir cahaya Matahari. Hal ini bisa menyebabkan penurunan suhu rata-rata permukaan Bumi, fenomena yang dalam model TTAPS (Turco, Toon, Pollack, Ackerman dan Sagan) dikenal sebagai musim dingin nuklir. Berbeda dengan dampak seismik dan termal yang relatif bersifat lokal (hanya di sebagian Jawa), maka dampak debu tumbukan ini bersifat global. Meski demikian seberapa besar penurunan suhunya masih harus diperhitungkan lebih lanjut dengan memasukkan beragam faktor. [caption id="attachment_102281" align="alignnone" width="522" caption="Contoh simulasi dengan hydrocode pada target granitik."]
13027931541700363617
13027931541700363617
[/caption] Pemodelan ini dikerjakan secara sederhana, meskipun berbasis pada model standar tumbukan benda langit. Pemodelan tumbukan benda langit pada umumnyadikerjakan dengan perangkat lunak (hydrocodes) khusus dan komputer khusus, seperti misalnya yang dilakukan Laboratorium Los Alamos, New Mexico (AS). Kesederhanaan pemodelan membuat titik-titik lemahnya tentu ada. Misalnya saja, dengan densitas bolide 2 g/cc yang mengindikasikannya sebagai asteroid, sulit dimengerti mengapa kecepatan inisialnya 50 km/detik yang merupakan ciri-ciri komet (kecepatan inisial asteroid maksimum hanya 25 km/detik). Namun demikian pemodelan sederhana ini bisa memberikan gambaran apa yang terjadi ketika Majalengka (purba) menggelegar oleh hantaman benda langit.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun