Mohon tunggu...
Maruf
Maruf Mohon Tunggu... Desainer - seorang pns yang hobi bersepeda

Terlahir di Bandar Lampung pada tanggal yang tidak diketahui tepatnya, sebab ayah saya bilang tanggal 23 Mei sementara ibu ingatnya tanggal 17 Mei 1972, sementara yang membantu persalinan, mencatat secara tahun saja yang juga sangat salah yaitu tahun 1969, padahal tahun itu kedua orang tua saya baru setahun menikah, sementara saya anak ketiga? so disepakati tanggal lahir di ijazah dan rapor SD dan dipake sampai sekarang yaitu tanggal 23 Oktober 1972...lho?

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Setetes tapi Bening

9 September 2019   11:34 Diperbarui: 9 September 2019   11:34 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebagai pejabat level bawah, disana aku juga merangkap menjadi panitia pengadaan barang. Otomatis aku juga berhubungan dengan rekanan proyek yang terkait dengan pengadaan barang di kantor. Pada saat akhir tahun tiba, seorang rekanan, dengan senyum khasnya, menemuiku di ruangan. Ia berbicara dengan sumringah, dan aku pun tersenyum ramah menanggapi ceritanya tentang betapa ia bahagia bisa berteman dengan saya dan rekan-rekan lain di kantor kami. Terakhir sebelum pamit, dia menyodorkan amplop putih tebal sambil tersenyum, "tolong diterima Pak, ini tanda kekeluargaan kita." Sontak aku terkejut, ini  gratifikasi, pikirku. Maka dengan santun kujawab, " maaf Pak. Bapak tidak perlu memberi saya apapun. Kami disini semua sudah digaji dan juga mendapat honor atas jabatan dalam panitia pengadaan barang. Tolong dibawa kembali amplopnya, dan yakinlah, saya tetap bersahabat dengan Bapak, tanpa harus menerima ini". Sang rekanan sedikit terkejut, tapi kemudian dia pun pamit seraya tersenyum. Aku pun membalas senyumnya dan berpikir ini sudah berakhir. Alhamdulillah. Aku sudah bertindak tepat sesuai nurani dan juga amanah ibunda.

 

Namun keesokan harinya, seorang rekan kantor dari ruangan lain sengaja datang menemuiku. Dengan perlahan dia menyorongkan sebuah map. Ketika kubuka ternyata amplop yang persis seperti yang coba diserahkan oleh rekanan kemarin, kepadaku. Dengan nada pelan, rekan kantorku ini berujar, " bapak terima aja ini. Beginilah budaya kita kalau Bapak mau berteman disini". Sebuah kalimat sederhana yang disampaikan secara perlahan , tapi cukup membuatku gusar. Ini bertentangan dengan jiwa dan juga melanggar nilai-nilai dalam Kementerian kami. Akhirnya kujawab saja dengan tegas, " Pak, kita sudah digaji disini, dan honor pun ada. Bagi saya itu sudah cukup. Saya tidak akan pernah menerima hal-hal yang seperti ini. Dan sebaiknya bapak pun tidak menerimanya." Beliau pun berlalu dengan wajah yang tidak dapat menyembunyikan kekecewaannya. Dan akhirnya ketika awal tahun tiba, ternyata ada surat keputusan dimana aku tidak lagi dilibatkan dalam panitia pengadaan  di kantor. Aku bersyukur , alhamdulillah. Biarlah rizki meski sedikit tapi halal dan barokah. SETETES TAPI BENING

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun