Hanafiyah mengatakan makruh karena menyerupai Yahudi (Hasyiyatusy Syilbi dalam Tabyinul Haqaiq juz 1 hal 332)
Syafi'iyyah terdapat dua pendapat: pertama, makruh dan kedua tidak mengapa. (Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj juz 3 hal 208)
Al-Utsaimin mengatakan: dan yang kuat adalah tidak makruh puasa Asyura saja (Al-Utsaimin, Asy-Syarhul Mumti', Juz 6 hal 469)
Ketiga, Puasa Tasu'a dan Asyura
Yaitu tanggal 9 dan 10 Muharram, berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas ra, dia berkata: "Tatkala Rasululllah saw puasa hari Asyura dan memerintahkan untuk puasa pada hari tersebut, para sahabat berkata: "Ya Rasulullah saw, sesungguhnya itu adalah hari yang diagungkan orang Yahudi dan Nasrani". Maka Rasulullah saw bersabda: "Apabila tahun depan -- insya Allah -- kami puasa hari kesembilan". Ibnu Abbas mengatakan: "Belum tiba tahun depan hingga Rasulullah saw wafat". HR. Muslim no 1134
Keempat, Puasa Asyura dan 11 Muharram
Syafi'iyyah mengatakan: "Apabila puasa Asyura tidak diawali dengan Tasu'a maka diikuti puasa 11 Muharram". (As-Sunaiki, Asnal Mathalib juz 1 hal 431)
Kelima, Puasa Tasu'a, Asyura dan 11 Muharram
Hanafiyyah dan Syafi'iyyah menganjurkan puasa tiga hari yaitu puasa Asyura dan sehari sebelum dan sesudahnya. (Az-Zaila'i, Tabyinul Haqaiq, juz 1 hal 332 dan As-Sunaiki, Asnal Mathalib juz 1 hal 431)Â
Berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: "Puasalah hari Asyura dan berbedalah dengan yahudi. Puasalah sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya". HR. Ahmad no 2154 dan Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra no 8406
Para ulama berselisih tentang status hadits tersebut. Ahmad Syakir dalam tahqiqi Musnad Ahmad mengatakan: Sanannya Hasan. Syu'aib Al-Arnauth dalam tahqiqi Musnad Ahmad mengatakan: Sanadnya dha'if.