Kalangan Syafi'iyyah mengatakan, "Apabila masjid luas maka masjid lebih afdhal dibandingkan mushalla (tanah lapang). Karena ummat Islam di Makkah senantiasa melaksanakan shalat Id di masjid, dan masjid lebih mulia dan lebih bersih. (Al-Muhadzdzab juz 1 hal 223).
Jumhur ulama mengatakan: tempat shalat Id --selain di Makkah-- adalah mushalla, bukan masjid kecuali karena terpaksa atau ada udzur dan shalat di masjid adalah makruh. (Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh juz 2 hal 1394).
Alasan jumhur ulama adalah karena Nabi saw shalat Id di tanah lapang. Dari Abu Sa'id Al-Khudri ra, dia berkata: "Rasulullah saw keluar pada Hari Raya idul Fitri dan idul Adha ke mushalla, maka pertama kali beliau mulai dengan shalat kemudian berpaling dan berdiri menghadap orang-orang sementara mereka duduk di shafnya,kemudian Nabi saw memberi nasihat dan wasiat serta memerintahkan mereka". (HR. Al-Bukhari no 956)
Jumhur mengatakan: Apabila ada udzur maka shalat Id di masjid berdasrkan riwayat dha'if dari Abu Hurairah ra, bahwa hujan turun pada Hari Raya, sehingga Nabi saw shalat Id bersama mereka di masjid". (HR. Al-Hakim no 1094, Abu Dawud no 1160 dan Ibnu Majah no 1313).
Al-Hakim mengatakan: ini hadits sanadnya shahih dan keduanya (Al-Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya. Adz-Dzahabi mengatakan: sesuai dengan syarat keduanya (Talkhis terhadap Al-Mustadrak no 1094)
Ibnu Hajar dalam Talkhis no 683, Syu'aib Al-Arnauth dalam tahqiqi Abu Dawud no 1160 Â dan Al-Albani dalam Al-Dha'ifah dha'if dan ini yang benar. Adapun pernyataan Adz-Dzahabi dalam Talkhis Mustadrak "sesuai dengan syarat keduanya" kata Al-Albani: "Saya kira kesalahan dari percetakan atau yang menukil, dan ini kesalahan yang parah". (Lihat Dha'if Abu Dawud no 257).
Disebutkan bahwa sahabat  Ali ra berkata: "termasuk sunnah seseorang berjalan menuju mushalla, dan keluar pada Hari Raya merupakan sunnah. Dan tidak keluar ke masjid kecuali orang lemah atau sakit". Mu'awiyah -- salah seorang perawi -- menambahkan: "Akan tetapi keluarlah ke mushalla dan jangan tahan para wanita". (HR. Al-Baihaqi dalam Al-Kubra no 6261). Ali bin Abdullah Az-Zain mengatakan dha'if karena terdapat perawi Al-Harist Al-A'war (Tahqiqi Badrut Tamam no 378  juz 4 hal 47)
Ibnu Quddamah menjelaskan panjang lebar alasan shalat Id di lapangan lebih utama: "Bahwa Nabi saw keluar (melaksanakan shalat Id) ke mushalla dan meninggalkan masjidnya, begitu pula para khalifah sesudahnya.Â
Nabi tidak akan meninggalkan yang utama terlebih tempatnya dekat dan mengerjakan yang kurang sempurna (di tanah lapang) dengan lokasi yang jauh.Â
Nabi juga tidak akan memerintahkan ummatnya untuk meninggalkan yang utama. Kita juga diperintahkan untuk mengikuti Nabi saw dan tidak boleh perkara yang diperintahkan mengandung kekurangan dan yang dilarang justru yang sempurna".
Ibnu Qudamah melanjutkan, "Tidak terdapat riwayat dari Nabi saw bahwa Beliau shalat Id di masjid kecuali karena udzur, dan karena ini merupakan berkumpulnya ummat Islam, dan mereka di setiap waktu dan tempat keluar ke mushalla kemudian melaksanakan shalat di situ baik masjid (yang ada) luas atau sempit. Nabi saw tetap melaksanakan shalat di mushalla dengan segala kemuliaan masjid. dan shalat sunnah di rumah lebih utama dibandingkan dengan di masjid dengan segala kemuliannya. (Al-Mughni Juz 2 hal 176).