Perbedaan seperti ini juga terjadi dalam mazhab Hanafiyyah dalam kasus iktikaf wanita di masjid rumahnya. Dalam kondisi seorang wanita bermazhab Hanafiyyah yang ingin melaksanakan iktikaf -- yang menurut mazhabnya dia iktikaf di masjid rumahnya -- sementara tidak ada ruangan yang statusnya sebagai masjid di dalam rumahnya, maka menurut mazhabnya apa yang harus dia lakukan. Terdapat dua pendapat yang berseberangan.
Az-Zaila'i dari mazhab Hanafi mengatakan: "Apabila tidak ada masjid di dalam rumah maka tidak boleh dia iktikaf di rumah". (Tabyinul Haqaiq juz 1 hal 350).
Sementara Ali Al-Marghinani dari mazhab yang sama mengatakan, "Apabila tidak memiliki masjid di rumah maka dia (wanita) membuat satu tempat di rumahnya kemudian iktikaf di situ". (Bidayatul Mubtadi juz 1 hal 42).
Mungkin di antara kita ada yang ingin sekali melaksanakan iktikaf dapat melaksanakannya masjid rumahnya dan tentunya tatkala seseorang mengambil pendapat ini menyadari ini adalah kondisi khusus, dan harus memenuhi ketentuan-ketentuan iktikaf sekalipun berada di rumahnya sendiri.
Bagi yang mengambil pendapat lain dengan tidak melaksanakan iktikaf sama sekali di rumahnya ---sekalipun hatinya sangat ingin melakukannya--- dapat dengan cara meningkatkan berbagai macam ibadah di rumah dan berharap mendapatkan pahala yang setimpal dengan iktikaf.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Apabila seorang hamba sakit atau musafir, maka dicatat pahala baginya seperti dia laksanakan saat mukim dan sehat". HR. Al-Bukhari no 2996.
Alhamdulillahi rabbil 'alamin.
Yogyakarta 14 Ramadhan 1441 H/ 7 Mei 2020 M
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H