Menurut Ibnu Hazm Adz-Dzahiri: "Iktikaf adalah tinggal di masjid dengan niat taqarrub kepada Allah Azza wa Jalla sa'atan (sesaat, karena Ibnu Hazm tidak membatasi waktu iktikaf) atau lebih, baik malam atau siang". (Al-Muhalla juz 3 hal 411). Ibnu Hazm juga mengatakan: "Iktikaf adalah perbuatan yang baik". (Al-Muhalla juz 3 hal 413)
Al-Qaduri dari mazhab Hanafi mengatakan: Iktikaf adalah mustahab (sunnah)". (Mukhtashar Al-Qaduri juz 1 hal 65). Syaranbalali dari hanafiyyah mengatakan, "Iktikaf terbagi tiga macam: Wajib dalam puasa nadzar dan sunnah kifayah muakkadah pada sepuluh terakhir dari Ramadan dan mustahab di selain itu". (Nurul Idhah juz 1 hal 145)
Menurut Ad-Dasuqi dari mazhab Malikiyyah: " Dan dia (iktikaf) adalah mandub (sunnah) muakkad" (Asy-Syarhul Kabir, juz 1 hal 541). Miyarah dari mazhab Malikiyyah mengatakan: "Dan yang afdhal iktikaf pada sepuluh terakhir dari Ramadan untuk mencari Lailatul Qadar" (Ad-Durruts Tsamin, juz 1 hal 492).
Nawawi Al-Bantani dari Syafi'iyyah mengatakan: "Dan dia (iktikaf) di sepuluh terakhir dari Ramadan lebih utama dibanding lainnya untuk mencari Lailatul Qadar". (Nihayatuz Zain juz 1 hal 198).
Abun Naja dari mazhab Hanabilah mengatakan: "Dan ia (iktikaf) sunnah di setiap waktu kecuali bernadzar maka wajib sesuai dengan kriteria nadzarnya, dan tidak dikhususkan pada waktu tertentu, dan lebih ditekankan di Ramadan, dan lebih ditekankan lagi di sepuluh terakhir". Al-Iqna' juz 1 hal 321)
Hukum sunnah ikikaf tersebut didasarkan pada hadits shahih, Nabi saw bersabda, "Barang siapa iktikaf bersamaku maka hendaklah iktikaf pada sepuluh terakhir". HR. Al-Bukhari no 2027
Tempat iktikaf
Dari pemaparan lima mazhab tentang definisi iktikaf di atas, semua mengatakan bahwa iktikaf tempatnya di masjid -- dengan perbedaan di antara mereka tentang krIteria masjid -- baik laki-laki maupun perempuan -- kecuali mazhab Hanafiyyah dan Asy-Syafi'i fil Qadim yang mengatakan wanita iktikaf di masjid rumahnya -- seperti yang dikatakan oleh Ibnu Quddamah: "Dan tidak sah iktikaf di selain masjid apabila yang iktikaf laki-laki. Dalam hal ini kita tidak mengenal perbedaan di antara ulama". (Al-Mughni Juz 3 hal 189).
Pendapat ini, berdasarkan firman Allah swt, "Dan janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam mesjid" (QS. Al-Baqarah:187).
Sekalipun demikian Ibnu Lubabah Al-Maliki memiliki pendapat berbeda yaitu kebolehan iktikaf bukan di masjid seperti yang dikatakan oleh Ibnu Bazizi Al-Maliki: "Dan kebanyakan ulama' berpendapat bahwa iktikaf yang syar'i tidak sah kecuali di masjid, dan Ibnu Lubabah mengatakan sah di selain masjid". Raudhatul Mustabin juz 1 hal 548
Tempat Iktikaf Wanita
Menurut Jumhur ulama, wanita iktikaf di masjid, sedangkan menurut mazhab Hanafiyyah dan Asy-Syafi'i fil Qadim (mazhab lama) wanita iktikafnya di "masjid rumahnya."
Yang dimaksud dengan "masjid rumah" menurut Syaranbalali dari Hanafiyyah adalah tempat di dalam rumah yang definitif untuk shalat" (Nurul Idhah juz 1 hal 145). Dalam istilah yang lazim di masyarakat kita adalah mushala ---satu ruang atau space tempat yang dikhususkan untuk shalat di dalam rumah.