Al-Baihaqi mengatakan, di awal sebelas rakaat kemudian duapuluh. "Dan memungkinkan al-Jam'u (menggabungkan) dua riwayat; sesungguhnya mereka --dahulu-- melaksanakannya sebelas, kemudian mereka laksanakan duapuluh dan tiga rakaat witir (Al-Baihaqi dalam Al-Kabir no 4289)
Ibnu Taimiyyah menyatakan semuanya baik, tergantung lama dan sebentarnya berdiri. "Dan yang benar bahwa itu semuanya bagus -- sebagaimana hal itu yang dinyatakan oleh imam Ahmad ra -- dan bahwasanya jumlah dalam qiyamu Ramadhan itu tidak dibatasi, karena Nabi saw tidak membatasi jumlahnya. Maka dengan demikian memperbanyak dan mempersedikit raka'at tergatung lama dan sebentarnya berdiri". (Majmu' Fatawa juz 23 hal 113)
Lajnah Daimah menyatakan sebelas raka'at lebih afdhal. "Shalat tarawih sebelas rakaat atau tiga belas rakaat dengan salam setiap dua rakaat dan witir satu rakaat itu lebih afdhal karena meneladani Nabi saw, dan barangsiapa yang shalat duapuluh atau lebih maka tidak mengapa berdasar hadits Nabi saw, "Shalat malam itu dua-dua, apabila diantara kalian khawatir subuh maka shalat satu rakaat sebagai witir dari shalat yang telah dikerjakan". Maka beliau tidak membatasi jumlah rakaat tertentu. Dan karena Umar dan para sahabat ra melaksanakan shalat di beberapa malam duapuluh rakaat selain witir dan mereka adalah orang yang paling faham dengan sunnah". (Lajnah Daimah lil Buhuts wal Fatwa no 6148)
Imam Asy-Syafi'i menyatakan, ini adalah perkara yang luwes. "Dan dalam hal ini tidak ada sedikitpun pengekangan dan batasan maksimal, karena ini adalah sunnah. Jika mereka perlama berdiri persedikit sujud maka itu bagus, dan itu lebih saya sukai. Jika mereka perbanyak ruku' dan sujud maka bagus". (Ibnul Atsir, Asy-Syafi juz 2 hal 266, dan Al-Marwazi, Mukhtashar Qiyamullail hal 222)
Kesimpulan
Dari pemaparan dalil-dalil dan perkataan para ulama di atas dengan perbedaan di antara mereka dapat disimpulkan bahwa:
1. Shalat Tarawih dengan sebelas rakaat dengan bacaan panjang, tidak ada pebedaan dikalangan ulama, karena Nabi saw melakukan itu.
2. Shalat Tarawih --di luar Ramadhan disebut shalat tahajjud atau shalat malam -- minimal dua rakaat, dan  tidak ada perbedaan dalam masalah ini. (Lihat Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Quwaitiyyah juz 14 hal 88)
3. Shalat tarawih duapuluh rakaat mayoritas ulama membolehkan, dan mengatakan ini adalah persoalan yang luwes dan fleksibel.
Catatan
Berapapun jumlah rakaat yang dikerjakan, tuma'ninah tidak boleh diabaikan, karena tanpa tuma'ninah dapat merusak shalat. Yang dimaksud dengan tuma'ninah adalah tenang, yaitu semua gerakan dikerjakan tanpa tergesa-gesa.