Mohon tunggu...
MARUAIA FATIMAH AZZAHRA
MARUAIA FATIMAH AZZAHRA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo Semua, enjoy my story.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bahagia dengan Segala Kesederhanaan yang Ada

1 November 2021   16:56 Diperbarui: 1 November 2021   17:45 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sakti, Seorang lelaki keturunan Jawa Ambon yang menetap di kota Surabaya, dia merupakan anak kedua dari dua bersaudara yang tumbuh tanpa didampingi seorang ayah, keadaan ini memaksa Bima kakak laki-laki Sakti, untuk menjadi tulang punggung keluarga. Bekerja dari pagi hingga larut malam, demi memenuhi kebutuhan keluarganya di rumah. Maria, Ibu dari 2 anak Tangguh, hanya bisa mendoakan kedua anaknya di sepertiga malam terakhir, karena usia yang sudah tidak lagi muda.

Hingga suatu Ketika, Sakti, berkeinginan untuk menempuh Pendidikan di sekolah negeri yang berada di pusat kota, karena keterbatasan finansial, Bima menyarankan sakti untuk menempuh pendidikan di pesantren saja, karena di pesantren biaya yang dikeluarkan tidak terlalu mahal.

Keesokan harinya, Sakti diantar oleh ibu dan kakaknya untuk berangkat menemui pengasuh pondok pesantren  yang tidak jauh dari kampung halamannya, dengan memakai pakaian yang sederhana, Sakti, kakak beserta ibunya mengharap kedatangan keluarganya disambut baik oleh pengasuh pondok pesantren.

Ketika mau memasuki halaman ndalem kyai, terlihat dua orang abdi ndalem yang datang mengahampiri Sakti dan keluarganya untuk menanyakan maksud dan tujuan datang ke mereka datang ke ndalem, tanpa berpikir panjang, Maria ibu Sakti langsung menjelaskan maksud dan tujuannya kepada abdi ndalem secara ringkas dan rinci.

Karena niat baik Maria untuk menyekolahkan Sakti kedalam Pendidikan pesantren, Maria dipersilahkan untuk menemui pengasuh pondok pesantren secara langsung.

 "Assalamualaikum kyai "salam Maria Ketika membuka pintu rumah kyai dengan diikuti Sakti dan Bima dibelakangnya.

"Waalaikumussalam Warahmahtullahi Wabarakatuh," Jawab pengasuh pondok pesantren dengan suara dalam yang menenangkan hati siapapun yang mendengarkannya. " monggo pinarak rumiyen ibuk, ". sambutan hangat pengasuh pondok pesantren kepada Maria dengan menawarkan segelas teh hangat beserta sepiring nasi rawon. " matur nuwun kyai " ucap Maria dengan rasa terharu karena merasa diperlakukan seperti raja waulapun dengan keadaannya yang sederhana.

Setelah mengabiskan jamuan yang diberikan oleh beliau, pengasuh pondok pesantren, Ibu dan kakak Sakti langsung menanyakan kepada pengasuh berapa biaya yang dikeluarkan untuk bisa menempuh Pendidikan pesantren sampai lulus. Karena meliahat kondisi keluarga Sakti datang dengan pakaian yang sangat sederhana, pengasuh sudah tau bahwa mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu. Tanpa berpikir panjang, pengasuh langsung menerima Sakti sebagai santri baru dengan mendapatkan beasiswa santri kurang mampu sampai lulus menempuh Pendidikan.

Hari esok telah di mulai, hari dimana Sakti menjadi seorang santri, ia sangat menikmati seluruh kegiatannya di pesantren, bahkan di hari pertamanya sakti sudah mendapat banyak teman dari berbagai daerah. Sakti di beri izin jenguk satu kali dalam satu bulan di hari Minggu. Pada suatu Minggu pagi yang cerah ia di jenguk oleh ibu dan kakaknya, Sakti sangat senang karena ia sangat merindukan ibu dan kakaknya. Sakti berlari ketika melihat ibu dan kakaknya memasuki area pesantren, dan langsung mencium tangan ibu dan kakaknya. Sakti mengajak ibu dan kakak nya duduk dibawah pohon rindang sambil menyantap makanan yang di masak oleh ibu nya, ia menceritakan semua pengalaman baru yang ia dapatkan, yang paling membuat kakak dan ibunya senang adalah ketika Sakti menceritakan bahwa nilai yang ia dapatkan sangat lah bagus, sampai tak terasa bahwa hari mulai gelap, waktu jenguk pun sudah habis, Sakti mengantar ibu dan kakak nya sampai gerbang pesantren.

Hari demi hari berlalu, enam tahun sudah berlalu, Sakti sekarang menjadi guru di pesantren dan berjualan di knatin pesantren, Bima kakak Sakti  sekarang memiliki penghasilan tetap dengan membuka toko kelontong yang setiap hari nya di jaga oleh Ibunya.Melihat semua itu terjadi seiring berjalannya waktu Sakti sadar tidak perlu hidup mewah untuk mencapai kebahagiaan, hidup sederhana pun Sakti dan keluarganya bisa merasakan kebahagiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun