Biasanya saya tidak tertarik untuk kepoin kasus rumah tangga orang lain kecuali jika ada pelajaran yang bisa dipetik dalam kasus itu dan bukan untuk membuatnya makin runyam.Â
Kasus selebriti tentu saja membuat perhatian saya teralihkan, apalagi jika ada isu perselingkuhan sang suami di dalamnya. Perempuan mana sih yang tidak ikut terpantik empatinya dengan kasus yang menempatkan perempuan sebagai korban?
Kasus yang sedang hits sekarang salah satunya adalah kasus rumah tangga Inara Rusli dan Virgoun. Tentu saja saya tidak ikut-ikutan berpolemik di media sosial mereka atau ikut nge-share namun saya tetap bersimpati. Saya membayangkan berada pada posisi Inara, tentu sulit sekali mencari solusi sehingga media sosial menjadi caranya dan minta seseorang yang dianggap berilmu untuk menjadi mediator.
Satu hal yang sering menjadi pertanyaan saya, "Bagaimana ya perasaan ibunda dari Inara?" Ah, pertanyaan retoris sebenarnya karena pastinya "tidak baik-baik saja". Lalu ada nama Tenten Anisa yang terseret dalam pusaran kasus ini dan menjadi bulan-bulanan netizen, bagaimana pula perasaan ibundanya? Ah, lagi-lagi pertanyaan retoris. Tentunya sama-sama "tidak baik-baik saja".
Dalam berita yang berkembang akhir-akhir ini, Tenri Ajeng Anisa ternyata menuntut Inara secara hukum dengan pasal pencemaran nama baik dan ibunda Tenten juga ikut terseret-seret. Membayangkan kata ibundanya yang harus "menjawab pertanyaan keluarga besar" ... duh, saya ikut prihatin. Pastinya tak mudah berada di dalam posisinya.
Belakangan, ibunda Virgoun juga masuk dalam pemberitaan media-media online. Mereka saling lempar komentar di media sosial. Ada perseteruan pula di dalamnya yang mengindikasikan keadaan sang ibu dan menantunya pun sedang "tidak baik-baik saja".
Ya, ibu mana yang bisa tetap tenang, tersenyum, dan mengatakan dirinya sedang baik-baik saja jika anaknya menghadapi permasalahan sebesar ini sehingga satu Indonesia tahu dan netizen seolah berkongsi menyerang sana-sini?
Netizen tidak sepenuhnya berpihak pada Inara. Ada suara-suara sumbang yang menyerangnya sementara Inara sendiri juga merupakan ibu dari 3 orang anak yang pastinya kalut memikirkan nasib ketiga buah hatinya jika terjadi perpisahan antara dirinya dengan ayah dari ketiga buah hatinya.
Rata-rata ibu akan berontak ketika otoritas keibuannya terusik atau terancam. Otoritas keibuan menguat manakala buah hatinya sedang tidak baik-baik saja. Apapun bisa dilakukan oleh seorang ibu yang mencari keadilan.
Sebagai seorang ibu, saya bersimpati kepada keempat ibu ini. Semoga mereka semua menemukan solusi terbaik walaupun sepertinya tak ada solusi yang secara bersamaan baik bagi mereka semua. Mungkin saja akan ada yang tersakiti pada babak akhir kasus ini sebab memang dimulai dengan terkoyak-koyaknya hati yang terluka.