Sungguh mengelitik akhir-akhir ini melihat bagaimana publik mencoba mengenyampingkan peran partai politik mengusung seorang kandidat dalam perhelatan pemilihan presiden 2024. Seharusnya semua sadar bahwa untuk saat ini seseorang akan menjadi calon presiden harus didukung minimal 20% suara dari sebuah parpol atau gabungan beberapa parpol. Ironisnya kita seakan mengabaikan kenyataan tersebut. Kita bisa melihat bagaimana Joko Widodo dan Prabowo Subianto bisa menjadi Capres dikarenakan dukungan partai politik saat itu. Kita tidak bisa memungkirinya.Â
Bahkan kalau disimulasikan dalam pemilihan presiden saat itu (2014 dan 2019) seharusnya bisa dimaksimalkan bisa memajukan 5 pasang calon presiden dan wakil presiden. Kenapa hanya mengerucut ke dua pasangan calon saja, dikarenakan ketakutan kalah calon lain. Untuk ini Joko Widodo dan Prabowo memiliki keberaniannya siap menang siap kalah. Terbukti kalahpun, jabatan menteri bagi pasangan yang kalah tetap diberikan (di tahun 2019).
Kembali kepada calon yang diusung oleh partai politik, disadari bahwa kehadirannya diusung karena dukungan dari partainya. Tanpa tiket dukungan partai politik seseorang akan sulit dijadikan calon. Ironinya belakangan para relawan dan pendukung militan  menyatakan bahwa merekalah yang paling memegang peranan penting bagi kemenangan calon. Mari kita analogikan. Lionel Messi dalam dua dekade sangat berjasa bagi Barcelona baik sebagai juara liga Spanyol, Piala Raja, Piala Champion Eropa dan Piala Dunia Antar Klub. Namun persoalannya apakah Lionel Messi akan bersinar selama hampir satu dekade ini bila berada diklub Valencia, Inter Milan bahkan sekalipun di Real Madrid sebagai contohnya.
Persoalannya sama seperti sepakbola  demikian juga partai politik, mungkin disepakbola akan lahir sang bintang dan partai politik kita sebut saja kader yang mumpuni dan memiliki elektabilitas yang tinggi dikalangan pemilih. Namun untuk menjadi pilihan atau diusung oleh partai politik tidak semata-mata karena kepopuleran seseorang namun ada mekanisme untuk sang calon menjadi satu-satunya calon yang diusung.  Bahkan dengan gampangnya beberapa gelintir orang mengatakan, sebaiknya kader tersebut lompat saja ke partai politik yang lainnya.Â
Persoalannya tidaklah semudah itu. Karena kader yang ingin diususng walaupun memiliki elektabilitas yang tinggi, namun sekali lagi kader  dan partai politik dimana sang kader dibesarkan selama ini adalah ibarat 2 sisi mata uang. Meminjam istilah simbiosis mutualisme, itulah yang terjadi dimana partai terbantu dengan kepopuleran kader tersebut, sebaliknya partai politik juga menjadi wadah membesarkannya.
Untuk pemilihan pilpres 2024 yang masih jauh dari sekarang, kemungkinan hanya seseorang yang berangkat dari kader suatu politik yang akan memiliki peluang memenangkan konstelasi pemilihan presiden. Kalaupun ada niat partai politik ingin membajak kader politik yang popularitas tinggi, sebaiknya dilakukan sekarang. Alasan pertama, mungkin 3 tahun ini cukup menghilangkan kesan kader yang dibajak tersebut masih di bawah bayang-bayang parpol dia sebelumnya, keidentikkan itu penting apalagi menyangkut warna.Â
Biru tidak sama dengan merah, kuning tidak sama dengan putih. Ke dua, sebaiknya sang calon kader yang ingin dibajak ditaruh pada posisi ke dua paling tinggi di hirarki kepengurusan partai (mungkin untuk posisi Ketua Umum akan menimbulkan diksi dan faksi-faksi di partai yang dimasukinya), bisa ditaruh di wakil ketua umum atau anggota dewan pembina atau posisi yang lebih bonafid. Sekali lagi kenapa dari sekarang, ibarat Lionel Messi yang kontraknya tidak diperpanjang lagi di Barcelona dan santer disebut menyeberang ke Paris Saint Germain, ini akan membutuhkan waktu untuk menyatu dan menjadi bintang dunia di tahun pertama atau ke duanya nanti. Â
Partai politik ibarat kesebelasan dalam sepakbola. Disana banyak kader, pengurus dan pendukung demikian juga kesebelasan sepakbola, ada pemain bintang tapi ada juga pemain lain, pelatih, staf dan pendukung mereka. Relawan atau apapun namanya sebenarnya ibarat pendukung, namun permainan sesungguhnya itu terletak ditangan para kader (calon kader yang trengginas), konstituen partai, pengurus disegala lini.
Lionel Messi memang super star sepakbola khususnya buat Barcelona, tapi seandainya dia tidak di Barcelona apakah dia akan bisa seperti sekarang. Lihat Cristiano Ronaldo, hanya Real Madrid yang membuat dia senantiasa bersinar, apa yang terjadi ketika dia di Juventus. Buat beberapa calon potensial sekarang (beberapa sekarang sedang menjabat menteri dan gubernur) sebaiknya anda masuk parpol dari sekarang atau buat partai politik dari sekarang, kalau tidak mungkin anda akan diiming-imingi dijadikan atau diusung menjadi calon presiden 2024 karena kepopuleran dan elektabilitas  anda menurut lembaga survei yang jumlahnya lebih banyak dari jumlah partai politik dan keakuratan hasil survei masih dipertanyakan. Kalau tidak anda hanya dijadikan alat tangga untuk akhirnya rombongan dari partai politik yang mengusung anda, akan menyusun bidak-bidak catur di pemerintahan anda, jika anda menang.
Tidak ada makan siang yang gratis. Bahkan kalau kita ke undangan pernikahan, karena kita harus memasukkan amplop ke kotak disekitar pagar ayu atau penerima tamu sipemilik pesta.