Ketika saya kembali dari Perth, Western Australia untuk pulang kembali ke Pontianak di pertengahan Desember tahun lalu, setelah lebih dari enam setengah tahun berada di kota Perth. Saya di awal tahun baru mengetahui adanya program yang namanya Indonesia bersih sampah 2025. Berarti masih ada sekitar 6 tahun ke depan untuk merealisasikan terwujudnya Indonesia Bersih Sampah di tahun 2025.
Sebelum kita membicarakan tentang Program Nasional Indonesia Bersih Sampah 2025 maka ijinkan saya untuk berbagi pengalaman tentang bagaimana penangganan sampah yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat di Western Australia umumnya, dan secara khusus kota Perth dimana saya pernah berdomisili.Â
Pertama, sebagai warga Perth seperti yang saya kemukakan di depan tinggal sekitar 6 1/2 tahun, dan berpindah-pindah tempat tinggal (5 suburb = kecamatan kalau di Indonesia) hampir memiliki program penanganan sampah yang sama. Antara lain, setiap warga/rumah  memiliki minimal 2 bin (tempat sampah yang besar dan tertutup) berwarna hijau dan kuning, dimana hijau untuk sampah umum dan kuning untuk sampah yang bisa didaur ulang.Â
Memiliki jadwal pengambilan sampah yang disesuaikan dengan lokasi warga, seminggu sekali untuk tempat sampah hijau (green bin)Â dan dua minggu sekali untuk tempat sampah kuning (yellow bin).Â
Suatu cerita lucu seorang teman yang baru pertama kali datang ke Perth dan menginap pertama kali berbicara kepada saya. "Berapa bapak bayar untuk pengambilan sampah yang dilakukan oleh truk pengangkat sampah". Saya menjawab gratis pak. Sebenarnya sih tidak gratis, karena secara tidak sadar itu telah dibayar melalui pajak (tax) penghasilan yang kita bayar tiap tahun. Akhirnya bapak tersebut mengambil handphonenya untuk mengambil gambar disaat truk sampah  mengangkut bin yang ada di depan rumah yang kami tinggali.
Kedua , sebagai seorang mahasiswa yang mengambil program Environmental Monitoring and Technology pada semester ke dua saya berkesempatan untuk meninjau lansung tempat pengolahan dan penimbunan sampah untuk menjadi laporan dalam mata kuliah yang saya ambil. beberapa tempat saya datangi, yaitu tempat pengolahan sampah organik. Â
Sampah dipisahkan dari sampah berbahan kimia (hazardous waste) dan sampah yang bisa di daur ulang (recycle waste) untuk selanjutnya sampah organik tersebut dimasukkan ke dalam mesin pengolah melalui beberapa tahapan dan hasil akhirnya adalah menjadi bahan padat yang dikenal sebagai kompos.Â
Penanganan sampah berbahan kimia ditanggani secara hati hati dan sampah daur ulang diolah menjadi bahan yang dapat digunakan kembali (reuse good).
Sebenarnya hal hal yang dilakukan oleh pemerintah kota Perth juga telah dilakukan dibeberapa kota di Indonesia seperti kota Surabaya, Malang, Bandung dan kota lainnya dengan pendekatan dan metode yang disesuaikan dengan kondisi dan fokus pemerintah daerah dalam menangani persoalan sampah yang ada.Â
Namun yang saya mau sampaikan adalah seharusnya perlu ada terobosan yang mumpuni dalam penangangan persoalan sampah, misalnya sudah mulai dipikirkan oleh pemerintah daerah untuk menyediakan tong tong sampah (secara gratis) untuk diletakkan di depan rumah atau perkantoran (minimal 2 tong sampah untuk memudahkan pemisahan sampah berdasarkan jenis sampah), edukasi yang menyasar ke berbagai lapisan masyarakat, baik itu berupa sosialisasi, pelatihan tentang penanganan sampah serta pelibatan anak sekolah dan generasi milenial sebagai duta penanganan sampah, serta aturan yang tegas terhadap pembuang sampah (denda yang maksimal).Â
Bagi kita yang pesimis, mungkin kita berkata ini adalah suatu keniscayaan semu namun bagi kita yang yakin kita seharusnya optimis mewujudkannya. Waktu 6 tahun adalah waktu yang tidak panjang untuk mempersiapkan bumi nusantara bebas sampah di tahun 2025.Â
Salam Lingkungan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H