Mohon tunggu...
Martony Calvein Kakomole Kuada
Martony Calvein Kakomole Kuada Mohon Tunggu... Perawat - Motivissioner

Martony Calvein Kakomole Kuada Founder: Perawat Peduli Indonesia "Aku Bangga Jadi Perawat" Owner Copita Coffeeshop Owner: Copita CoffeeShop "The Legendary Coffee Taste"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lalap, Terus Perawat yang Ditumbalkan

17 Februari 2018   16:53 Diperbarui: 17 Februari 2018   17:05 1399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dilematis, ketika sebuah profesi yag melakukan pekerjaan mulai namun tak diperlakukan secara mulia. Setiap tetes keringatnya hanya dianggap sebagai pengorbanan tanpa harga. Jangankan harga, nilaipun tak diberikan kepada profesi ini. 

Pengakuan negara melalui Undang-Undang Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan seolah tak mampu merubah persepsi dan penghargaan publik terhadap profesi ini. Perawat hanya dijadikan tumbal untuk mencapai tujuan pihak lain yang ingin namanya dimuliakan.

Di dalam pelayanan, sebuah unit layanan kesehatan pasti ingin dikenal sebagai unit layanan kesehatan dengan kualitas layanan terbaik. Mereka ingin pelayanan prima diberikan oleh siapapun yang terlibat dalam melayani pasien yang berobat kesana. Namun, alangkah mirisnya ketika gaji Perawat disana jauh dari kata Upah Minimum.

Jangankan hak untuk memperoleh gaji yang layak untuk memenuhi kebutuhan hariannya dengan keluarga, hak memperoleh pendidikan dan pelatihan berkelanjutan saja belum tentu terpenuhi. Mau ikut pelatihan dan kegiatan keilmuan tertentu, dananya tidak mencukupi. Sedangkn kalau menunggu jatah dari unit layanan tempatnya bekerja, belum tentu ada pengalokasian yang cukup untuk memenuhinya.

Ketika ada terjadi kegagalan target layanan, tak jarang pula Perawat yang menjadi muara sasaran kesalahan tersebut. Padahal, kondisi ini terjadi bisa jadi bukan karena kesalahan si Perawat, tapi lebih kepada manajemen yang tidak menyediakan alat, sarana dan prasarana yang memadai dan mumpuni. Ketidaktahuan ini bisa pula kerena memang Perawat tidak pernah diberitahu akan standar layanan yang seharusnya. 

Ketika Pilkada terjadi, lagi-lagi Perawat yang menjadi tumbal. Perawat dijadikan sebagai objek kampanye yang paling enak. Dengan jumlah anggotanya yang begitu banyak, sangat mudah untuk digerakkan menghasilkan suara yang tak bisa dikatakan sedikit untuk mendukung salah satu calon kepala daerah. 

Belum lagi kalau kita melihat dampak dari bergabungnya Perawat dalam suksesor ini. Sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan, maka akan bisa mempengaruhi cukup banyak pasien yang berobat kepadanya ataupun yang memperoleh layanannya. Terutama Perawat yang berpraktik di pedalaman/perkampungan, maka setiap orang yang beliau layani akan menjadi market share yang cukup kuat. Apapun yang beliau sampaikan akan dianggap benar dan layak diikuti oleh masyarakat.

Naasnya, ketika sang kepala daerah terpilih ibarat kacang yang melupakan kulitnya. Amanah Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah tahun 2014 seolah tak pernah mereka baca dan fahami,konon lagi untuk mengaplikasikannya.

Perawat tetap saja dibelakangkan kesejahteraannya. Hak-hak Perawat tetap saja diabaikan. 

Dengan jargon menyehatkan masyarakat, tidak berdampak terhadap kesehatan yang dialami Perawat karena gaji yang kecil dan jaminan kesehatan yang tak ditanggung. Ketika penerimaan ASN (Aparatur Sipil Negara) Perawat tak menjadi prioritas sesuai tingkat kebutuhan Perawat yang cukup tinggi. Mereka lebih fokus kepada penerimaan dalam konteks honorer walaupun dalam nomenklatur pemerintahan honorer, TKS (tenaga kerjasukarela) maupun magang tak lagi kita temukan.

Kalaulah gaji Perawat kecil, maka akan berdampak kepada kesehatannya yang terganggu dan pendidikannya akan sulit berkelanjutan.

Dampak besarnya adalah tidak optimalnya pelayanan kesehatan di masyarakat.

Wassalam

Martony Calvein Kakomole Kuada

Founder Perawat Peduli Indonesia "Aku Bangga Jadi Perawat"

Owner Copita CoffeeShop "The Legendary Coffee Taste"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun