"Diperlukan dua orang untuk membicarakan kebenaran, yang satu berbicara dan yang satu mendengarkan." Sejatinya menjadi pendengar yang baik membantu kita mengenal orang lain dengan lebih baik, mempelajari apa yang telah mereka pelajari sehingga menangkap inti kebaikannya, sekaligus menunjukkan penghargaan kita pada mereka sebagai pribadi yang layak dihargai.
Penulis dan filsuf Amerika Henry David Thoreau menulis,Ada begitu banyak situasi dalam jalinan komunikasi di kehidupan sehari-hari. Dua atau lebih orang sedang berbicara dan tampak begitu asyik dalam percakapan itu. Akan tetapi, tak ada satu pun yang mau memahami satu sama lain karena yang menonjol ego masing-masing untuk menyampaikan apa yang dipikirkan dan ingin disampaikan. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri. Saling bersahutan seolah-olah merespon aktif satu sama lain, namun sesungguhnya tidak ada empati dan pemahaman satu sama lain. Ini menjadi tragedi sekaligus ironi, manusia yang berakal budi dan hati namun tak mampu bersinergi dengan sesamanya.
Situasi lain pun bisa terjadi, tatkala dua atau lebih orang berkumpul dan berbicara namun hanya satu orang saja yang berbicara dan mendominasi pembicaraan itu. Tak ada kesempatan bagi yang lain untuk berbicara. Gejala psikologis ini layak untuk menjadi perhatian penting dalam perkembangan setiap pribadi. Cara kita berkomunikasi seringkali menjadi representasi dari kualitas dan karakter pribadi kita sesungguhnya. Mendominasi dan ingin selalu didengarkan merupakan kualitas diri dengan ego yang sangat tinggi dan cenderung memaksakan banyak hal pada sesamanya.
"Ada alasannya mengapa Anda memiliki satu mulut dan dua telinga." Setidaknya ini menjadi sindiran sekaligus koreksi diri untuk kita semua bahwa Sang Pencipta sudah menyiapkan semuanya agar kita sebagai manusia lebih banyak mendengarkan untuk belajar dan memahami sesama karena kita dikaruniai budi dan hati untuk berpikir dan bersikap yang selayaknya dan sepantasnya. Mendengarkan menjadi kebutuhan dasar dan utama untuk sungguh-sungguh menjadi manusia yang seutuhnya.
Pepatah lama pernah mengatakan,Orang-orang sukses di dunia, tokoh-tokoh penting yang ada, mampu berhasil dalam bidangnya karena mau belajar dari banyak hal, salah satunya mau mendengarkan masukan, kritikan, informasi, nasihat, dan apapun dari orang lain. Sebagai contoh Abraham Lincoln, Presiden AS, yang berasal dari orang yang sangat biasa namun bisa menjadi pemimpin besar. Salah satu penyebab kesuksesannya adalah adanya kemauan dan kebiasaan yang dia bangun setiap saat untuk mendengarkan masukan dari pihak manapun.
Kemampuan dan kebiasaan mendengarkan sejatinya menjadi agenda utama dalam keseharian. Siap mendengarkan orang lain, setidaknya dalam keluarga, sehingga setiap anggota keluarga bisa saling berbagi dan merasa dihargai satu sama lain. Saling mendengarkan dalam tim kerja atau komunitas sehingga bisa belajar bersama dan saling mengembangkan. Bahkan saling mendengarkan dalam aktivitas nongkrong sehingga situasi tidak monoton namun justru penuh rasa dan asa untuk bertemu kembali, ada kerinduan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H