Kegagalan dalam hidup merupakan materi pembelajaran yang kontekstual dan bermakna dalam hidup ini. Inilah sekolah kehidupan yang harus dijalani setiap orang hidup di dunia ini. Menjadi pilihan hidup, mau naik kelas atau tinggal kelas dalam sekolah kehidupan ini.
Hidup manusia terkadang mengalir begitu saja, dari pagi hingga malam dan kembali pagi kembali, semuanya menjadi rentetan peristiwa yang hampa tanpa makna.Â
Sejatinya hidup yang mengalir begitu saja akan memudahkan orang jatuh pada rutinitas dan kejenuhan sehingga tidak ada semangat dan idealisme diri yang muncul dalam pikiran dan hati.Â
Semuanya mengalir saja. Jika ini dipahami lebih dalam, sesungguhnya hal ini menjadi awal mula kegagalan dalam hidup, di mana manusia gagal menghidupkan hidupnya untuk kehidupan yang lebih baik dan bermakna.
Semakin terasa, hidup yang hanya menjadi rutinitas belaka akan melahirkan jiwa yang rapuh. Di saat mengalami kegagalan dalam hidup, ada sesuatu yang tidak tercapai atau ada hambatan tertentu.
Maka jiwa yang rapuh senantiasa akan semakin menjadikan pribadi yang gagal terperosok dalam keputusasaan dan ketidakmampuan untuk bangkit memulai hal baru. Jiwa yang rapuh akan rapuh pula dalam militansi hidup, mudah patah dalam badai kehidupan.Â
Ketika orang tidak mampu bangkit dari kegagalan, akan menjadi sebuah format kehidupan baginya bahwa dirinya adalah pribadi yang gagal, tak mampu, dan tak berguna.
Profesor Bisnis Gary Hamel dan C.K. Prahalad menulis sebuah eksperimen atas kelompok kera. Empat kera ditempatkan di sebuah ruangan yang dilengkapi sebuah tiang tinggi di tengahnya. Di puncak tiang itu tergatung setandan pisang yang sudah matang.Â
Salah satu kera yang sangat lapar mencoba memanjat tiang itu untuk mendapatkan pisang, namun ketika kera itu sudah hampir mendapatkan pisang, kera itu disemprot dengan air dingin. Kera tersebut menjerit terkejut dan turun lari tungang langgang sehingga gagal mendapatkan pisang.Â
Kera yang lain mencoba hal yang sama, namun selalu gagal karena disemprot dengan air dingin. Akhirnya, kera-kera itu menyerah.