Para miliarder melakukan sesuatu sampai selesai, namun orang biasa sering bekerja setengah-setengah.
, Profesor Psikologi dari University of Michigan, mengatakan bahwa semakin kompleks kegiatan sesorang semakin banyak pula waktu yang ia butuhkan. Akibatnya, apabila dipaksa untuk mengerjakan beberapa pekerjaan atau aktivitas sekaligus, maka orang itu tidak dapat menyelesaikannya dengan optimal. Dr. David MeyerHal ini mau menegaskan bahwa otak manusia sesungguhnya tidak didesain untuk melakukan multitasking. Sejatinya kita hanya bisa melakukan satu kegiatan yang benar-benar terkontrol, yang lain dilakukan secara auto-pilot kaena sudah menjadi kebiasaan.
Menjadi sebuah kesadaran penting bahwa betapa dunia pendidikan memilih jalan yang berbeda dengan penyataan David Meyer tersebut, karena dunia pendidikan justru memberi banyak tuntutan untuk anak-anak demi menjadi pribadi unggul dan berkualitas. Mata pelajaran yang begitu banyak menjadi sebuah rutinitas yang seringkali mengacaukan fokus dan kedalaman dalam belajar. Materi pelajaran/kuliah yang begitu menumpuk dan berlika-liku tidak kalah penting ambil bagian dalam melahirkan frustasi, kebosanan, apatis, dan ketidakbermaknaan dalam pembelajaran.
Kurikulum dan implementasinya senantiasa ambil bagian besar dalam mengkondisikan dan mengembangkan kualitas pendidikan yang berbasis pada kesempatan bermakna untuk mengembangkan diri secara optimal. Ketika pendidikan sudah menjadi beban, maka sulit untuk berbicara tentang merdeka belajar yang mengarah pada pengembangan manusia secara holistik dan humanis. Pendidikan yang menjadi beban hanya akan berujung pada ambisi target yang membutakan nilai-nilai kehidupan (life values) dalam setiap pengalaman belajar.
Kembali berbicara tentang edupreneurship sebagai sebuah kolaborasi pendidikan dan dunia/zaman modern sebagai sebuah konteks pembelajaran, maka kurikulum pendidikan sejatinya berjalan bersama melangkah menuju tujuan mulia pendidikan, yakni memanusiakan manusia menuju taraf insani. Humanisasi, teknologi, komersialisasi, industri, seni, politik, dan seluruh aspek kehidupan sesungguhnya merupakan konteks zaman yang tidak bisa dihindari karena itu menjadi bagian dari pembelajaran hidup. Edupreneurship mengambil terobosan apik dalam pengembangan pendidikan yang fleksibel dengan konteks zaman, yakni merdeka belajar yang berorientasi pada kemampuan fokus dalam pengembangan potensi diri.
Edupreneurship memberikan kesempatan seluas-luasnya dan bertanggung jawab bagi anak-anak untuk memilih dan menentukan potensinya, mengeksplorasi segala informasi pendukung, mengekspresikan ide dan gagasannya, dan merefleksikannya dalam kerangka kebermaknaan untuk diri dan sesama. Sudah waktunya menjadikan sekolah sebagai tempat pembelajaran hidup, bahkan mendobrak batas tembok kelas sehingga pembelajaran menjadi sebuah proses sinergi antara sekolah, keluarga, lingkungan, dan masyarakat luas.
Pada akhirnya, otak manusia digunakan dalam usaha pengembangan potensi secara optimal, hati manusia digunakan dalam olah rasa dan nurani yang memberikan jalan bagi setiap orang untuk menjalani hal-hal yang baik dan luhur, serta seluruh tindakan manusia terwujud dalam kesantunan dan kemanusiaan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Waktunya fokus dan bertekun dalam belajar demi mencapai kebijaksanaan hidup yang luhur dan bermakna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H