habitus membaca akan menjadi tempat yang sangat gersang dan jatuh pada rutinitas belaka. Ketika dunia pendidikan tenggelam dalam rutinitas maka segala proses pendidikan layaknya sebuah kerja pabrik sehingga anak-anak jauh dari apresiasi, eksplorasi, ekspresi, aktualisasi, dan internalisasi diri. Dunia pendidikan tanpa Membaca menjadi sebuah kesempatan yang bermanfaat bagi setiap pribadi untuk mengolah diri sekaligus mengeksplorasi informasi dan makna yang sangat memperkaya diri sebagai bekal untuk berbagi dan beraktualisasi.
Ketika dunia pendidikan memiliki kecintaan pada buku-buku sastra, senantiasa ada penelusuran dan pergulatan cerita yang penuh makna dan kontekstual yang akan mengembangkan kedalaman hati dan budi dalam sebuah kolaborasi logika dan estetika pada kehidupan yang humanis. Sastra sejatinya bukanlah hanya menjadi bahan pembelajaran bahasa namun lebih dari itu menjadi media pengolahan nilai-nilai humanisme setiap pribadi sehingga membentuk setiap pribadi tajam dalam penalaran, matang dalam bernurani, peka dalam peduli, dan setia pada komitmen untuk berlaku sesuai kebenaran dan kebajikan.
Betapa indahnya para guru dengan humanisme sastra mengajar dan mendampingi anak-anak dalam belajar di sekolah. Sekolah tidak hanya menjadi transfer ilmu belaka, namun sekolah sungguh-sungguh menjadi sebuah interaksi dan komunikasi humanis yang mengedepankan nilai-nilai kehidupan. Betapa indahnya pula, ketika anak-anak memiliki kecintaan dan habitus pada buku-buku sastra, itulah kesempatan bagi mereka untuk mengolah jiwa secara reflektif dalam konteks zaman.
Catatan Pendidikan 13, sebuah uraian sederhana dalam rangka membangun kesadaran pentingnya humanisme dalam kenyataan pendidikan sehingga humanisme tidak hanya sekadar teori yang terjebak dalam persepsi dan paradigma belaka.
#Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H