Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tidak Ada "Anak Nakal" atau "Bodoh", yang Ada "Kurang Beruntung"

16 November 2021   15:05 Diperbarui: 16 November 2021   15:15 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi. www.123rf.com

Pendidikan seringkali terjebak dalam dikotomi yang mengerikan dengan memberikan label tertentu pada anak-anak, yakni antara anak nakal atau anak baik. Anak baik selalu dipuji dan dimengerti sehingga segala kemudahan dan kepercayaan didapatnya dengan mudah setiap saat. Anak baik menjadi andalan orang tua dan guru dalam berbagai hal dan tak jarang menjadi profil anak yang seharusnya dan semestinya. Sebaliknya, anak nakal siap dicaci maki dan jauh dari perhatian sehingga akan terasing dari kepedulian orang tua dan guru. Bahkan, anak nakal hanya akan menyusahkan saja dalam banyak hal sehingga hal-hal baik tak akan pernah tampak atau terlihat dari sosok anak nakal ini.

Sudah waktunya membuka pikiran dan hati dengan jernih dan bening dalam melihat anak-anak dengan label nakal ini supaya kita bisa melihat dengan jelas potensi dan kebaikan yang ada di dasar "kolam kehidupan" mereka. Kenakalan yang sering terlihat bisa jadi adalah air keruh yang terasa menutup mata dan hati kita untuk melihat betapa kaya dan indahnya fanorama di dalam "kolam kehidupan" si anak nakal itu. Dengan memahami latar belakangnya, menerima realita hidupnya, mendengarkan ceritanya, dan menggali potensinya, kita akan tercengang dan terpana pada sejarah hidupnya yang begitu tak terduga.

Dalam dunia pendidikan sejatinya tidak mengenal label "anak nakal" atau juga "anak bodoh", sebaliknya yang ada adalah anak-anak yang kurang beruntung karena belum mendapat perhatian yang tulus, mendalam, dan konetekstual dari orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya yang tepat. Anak-anak sesungguhnya sedang dalam proses belajar dan membangun karakter diri sehingga membutuhkan pendampingan yang holistik dan mendalam dari orang-orang dewasa. Dunia pendidikan seharusnya menjadi tempat yang memberi kesempatan seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya pada pengembangan potensi setiap anak. Kolaborasi keluarga dan sekolah menjadi salah satu terobosan edukatif dalam memberikan perhatian dan kasih bagi anak-anak untuk berkembang.

Illustrasi. www.123rf.com
Illustrasi. www.123rf.com
#Catatan Pendidikan 5, sebuah uraian sederhana dalam rangka membangun kesadaran pentingnya humanisme dalam kenyataan pendidikan sehingga humanisme tidak hanya sekadar teori yang terjebak dalam persepsi dan paradigma belaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun