Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Humanis (17): Movie Class, Ekspresifnya Pembelajaran

21 September 2021   08:44 Diperbarui: 21 September 2021   08:48 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku #The_Educatorship, 2016.

Hidup adalah film terhebat yang disutradarai oleh Sang Pencipta. Kelas adalah film terunik yang distrudarai oleh guru. Saatnya kelas menjadi media berekspresi dan mengapresiasi tentang hidup itu sendiri.

"Cut... cut... cut.... Mana ekspresinya?" Ini bukan iklan tapi merupakan salah satu kejadian di suatu pojok sekolah di suatu sore. Tampak sang sutradara merasa kurang puas dengan adegan perkelahian dalam suatu scene film yang sedang dibuat itu sehingga sutradara meminta adegan itu diulang kembali dengan lebih ekspresif seperti yang diarahkan sang sutradara.

Rupanya sutradara dalam film yang sedang dibuat itu bukanlah Rudi Sudjarwo atau pun Hanung Bramantyo yang sangat terkenal itu tetapi seorang siswa yang dipercaya oleh teman-teman kelasnya untuk mengarsiteki film yang sedang digarap oleh kelas itu. Film itu nantinya akan diputar menjelang akhir semester kenaikan kelas sebagai tugas akhir.

Masing-masing kelas sudah mulai merancang film itu sejak pertengahan semester satu sehingga mereka memiliki waktu yang cukup panjang untuk menggarap film yang berdurasi 75 -- 90 menit itu. 

Melihat perjalanan pembuatan film itu sungguh mengharukan sekaligus membanggakan. Mereka benar-benar merasakan perjuangan yang nyata dalam menggarap film dengan segala lika-likunya. Pastinya, di balik film yang mereka hasilkan memiliki suka dan duka tersendiri.

Pada saat mereka mulai membentuk crew film sebagai langkah awal begitu menarik. Mereka mulai membayangkan bahwa kelas adalah sebuah rumah produksi film yang memiliki sutradara, produser, penulis naskah, kameraman, penata musik, editor film, dan masih banyak lagi yang punya job description tertentu. Kelas tampak sibuk sekali menentukan orang-orang yang tepat untuk posisi-posisi yang ada. Itu semua merupakan sebuah proses diskusi yang menarik demi mensukseskan produksi film kelas mereka.

Setelah rumah produksi mereka beres dengan personel-personel untuk berbagai posisi yang dibutuhkan, mereka mulai brainstorming tentang film itu sendiri, seperti jenis film dan tema yang mau diangkat. 

Apakah film mereka akan menjadi film serius, humor atau yang lain? Apakah tema film itu percintaan, perjuangan, mafia, horor, dan masih banyak lagi?

Langkah-langkah pembuatan film terus mereka jalani dalam rumah produksi itu, seperti penulisan naskah, casting, penentuan setting, persiapan shooting,  melakukan shooting itu sendiri, edit film, dan evaluasi hasil akhir menjelang penayangan. Benar-benar sebuah proyek yang membutuhkan koordinasi dan komunikasi yang baik.

Berorientasi Pada Proses 

Alangkah indahnya melihat anak-anak didik berekspresi dalam rancangan dan perjuangan mencapai idealisme mereka dalam kebebasan yang bertanggung jawab. 

Kita pun bisa tersenyum bangga melihat anak-anak tidak dibuat stres oleh hafalan yang menumpuk atau tes yang mengancam ketenangan mereka. 

Tentunya kita pun bisa percaya bahwa mereka tidak akan lari dan sembunyi-sembunyi melakukan aktivitas lain sebagai bentuk protes atau pelarian terhadap apa yang tidak menjadi ketertarikan mereka.

Pembuatan film telah mengantarkan anak-anak pada situasi belajar yang aplikatif dan interaktif. Pembelajaran yang berorientasi pada proses menjadi dasar pemikiran model ini. 

Melihat cara kerja dan perkembangan kerja anak-anak dalam membuat film merupakan fokus dalam pembelajaran ini. Seorang guru tidak bisa hanya memberi tugas itu begitu saja lalu baru hadir kembali ketika film ditayangkan dan menilainya. 

Tentunya ini adalah sebuah kejahatan besar dalam pendidikan di mana guru hanya menjadi seorang laksana bos dan anak-anak adalah buruhnya. Mengerikan sekali.

Dalam pembelajaran sejatinya guru adalah sahabat bagi anak-anak dalam belajar. Ada hubungan timbal balik di dalamnya karena guru dan murid sama-sama belajar. Sebuah keyakinan muncul bahwa belajar itu tidak akan ada hentinya selama kita hidup. Oleh karena itu, pembelajaran berorientasi proses menempatkan guru selalu mengikuti perkembangan pembelajaran itu.

Rubrik dapat menjadi sebuah media yang baik untuk melihat proses perkembangan pembelajaran itu. Rubrik tersebut berisi hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memperoleh deskripsi proses pembelajaran anak-anak, baik secara individu maupun kelompok. 

Sebagai contoh, dalam tahap persiapan pembuatan film tepatnya pada saat anak-anak menentukan personal dan job description untuk masing-masing posisi rumah produksi, penting dikembangkan rubrik yang melihat  partisipasi individu dalam diskusi itu.

Sesungguhnya dalam pembelajaran berorientasi pada proses seperti dalam pembuatan film kelas ini, guru seharusnya mampu mengembangkan rubrik-rubrik untuk melihat gambaran keseluruhan kerja siswa dalam kelompok rumah produksi itu. 

Ada begitu banyak rubrik yang harus dikembangkan seperti rubrik untuk diskusi kelompok, rubrik untuk persiapan praktis seperti shooting atau pengembangan aspek-aspek pendukung film, rubrik untuk mengkaji rencana kerja setiap bidang dalam rumah produksi, rubrik untuk film itu sendiri, dan akhirnya rubrik untuk refleksi individu maupun kelompok besar.

Tanggung Jawab Guru

Melihat begitu banyak rubrik yang harus dirancang guru dalam pembelajaran yang berorientasi proses tersebut semestinya menyadarkan akan tanggung jawab seorang guru sangat tinggi. 

Guru bukan hanya sekedar bos yang datang untuk mengajar, memberi PR atau tugas, dan melakukan tes. Bahkan, kita pun disadarkan bahwa metode pembelajaran tidak hanya cukup membuat siswa tertarik dan antusias dalam belajar tetapi guru mesti mampu mempertanggungjawabkan penilaian proses itu secara obyektif dan benar.

Rasanya sangat adil ketika berbicara tentang dinamika kerja dalam proses pembelajaran yang berorientasi pada proses, yakni siswa akan sungguh-sungguh dalam menjalankan pembelajaran dalam membuat film dan guru pun mengembangkan rubrik yang digunakan untuk penilaian proses secara baik serta menerapkannya secara tepat. Inilah pembelajaran yang sesungguhnya di mana guru dan murid saling belajar dengan area yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama yakni saling mengembangkan satu sama lain.

Pada akhirnya senyum, rasa bangga, dan kelegaan yang tersirat dalam pemutaran film itu meruapakan sebuah simbol kemenangan guru dan murid akan sebuah proses pembelajaran. 

Perhatian penonton dan tepuk tangan di akhir pemutaran film itu adalah sebuah penghargaan besar akan jerih payah guru dan murid dalam pembelajaran itu. 

Sesungguhnya, ekspresifnya pembelajaran dalam film kelas itu telah menjadi bagian dari "film kehidupan" yang disutradarai oleh Tuhan sendiri. Selamat!

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
@ Pendidikan Humanis: diambil dari sebuah buku yang berjudul #The_Educatorship, Seni Memanusiakan Wajah Pendidikan, yang ditulis oleh FX Aris Wahyu Prasetyo, 2016, PT Kanisius, Yogyakarta. 

Nilai-nilai humanis yang sangat kental dalam kisah-kisah yang tertuang dalam buku ini patut untuk dibagikan ulang sebagai inspirasi dan motivasi mengembangkan pendidikan dewasa ini. 

Pendidikan sejatinya memanusiakan manusia menuju taraf insani, maka mari mengembangkan humanisme dalam dunia pendidikan secara kontekstual, bermakna, dan reflektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun