Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Humanis (13): Ekstrakurikuler, Sinergisnya Pembelajaran

13 September 2021   16:17 Diperbarui: 13 September 2021   16:16 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku #The_Educatorship, 2016

Pastinya sekolah bukanlah sekedar urutan jam pelajaran dan kegiatan yang mengalir begitu saja dari hari ke hari. Saatnya menjadikan sekolah sebagai seni belajar untuk saling mendukung dan menginspirasi lewat kolaborasi.

Ekstrakurikuler sering menjadi "anak tiri" dalam proses pendidikan di sekolah. Serasa hanya menjadi pelengkap saja maka ekstrakurikuler menjadi aktivitas tambahan bagi anak-anak untuk mengisi waktu sepulang sekolah atau sore hari. Berbagai kegiatan olahraga, seni, budaya, dan ilmu pengetahuan coba ditawarkan pada anak-anak. Bahkan untuk membuat ekstrakurikuler marak diberi lebel "wajib" bagi anak-anak untuk mengikuti minimal satu ekstrakurikuler.

Sesungguhnya keberadaan ekstrakurikuler sangat baik bila diletakkan pada perannya dengan tujuan yang jelas. Kegiatan dalam ekstrakurikuler bukanlah hanya sebagai pelengkap atau anak tiri dari pembelajaran pagi hari namun justru menjadi sebuah pengembangan minat dan potensi anak secara lebih mendalam. Pembelajaran pagi yang begitu padat materi dan dilakukan secara klasikal, kadangkala anak-anak kurang memiliki kesempatan untuk mendalami minat dan potensinya.

Di samping itu, hobi anak-anak pun kurang di-cover dalam pembelajaran pagi sehingga memang dibutuhkan media untuk mengembangkan hobi itu. Seorang anak atau sekelompok anak yang sangat menyukai dunia tulis-menulis merasa bahwa pembelajaran pagi masih terlalu sedikit memberi peluang bagi mereka untuk mengekspresikan hobi tulis-menulis mereka sehingga mereka membutuhkan sebuah wadah untuk mengembangkannya, seperti ekstrakurikuler jurnalistik dengan majalah atau koran sekolah.

Illustrasi. edukasi.sindonews.com
Illustrasi. edukasi.sindonews.com
Atau, yang sedang nge-trend saat ini adalah maraknya anak-anak dan remaja menyukai olahraga seperti bulutangkis, sepak bola, dan bola basket. Rasanya pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan di pagi hari kurang meng-cover antusiasme anak-anak itu maka ekstrakurikuler olahraga dengan berbagai cabang menjadi media yang baik dalam menampung energi dan hobi mereka.

Bahkan ketertarikan anak yang ada kaitannya langsung dengan pembelajaran kadangkala membutuhkan waktu lebih bagi anak-anak untuk mendalaminya. Pembelajaran ilmu pengetahuan alam di kelas pagi kadangkala sangat terbatas dengan waktu yang ada. Praktikum di laboratorium pun hanya terbatas dengan ujicoba yang sudah terprogram oleh guru sehingga anak-anak tidak mempunyai peluang untuk melakukan penelitian atas inisiatif sendiri atau menguji hipotesisnya sendiri atas sesuatu hal. Kelompok karya ilmiah menjadi sebuah media yang luas dan bebas bagi anak-anak untuk menjadi "peneliti" pemula. Ilmu pengetahuan terus berkembang bukankah juga dari kemauan dan ketekunan untuk berujicoba seperti yang sudah banyak dilakukan para ilmuwan terdahulu.

Selain itu, anak-anak yang menyukai ilmu pengetahuan sosial pun bukan berarti tidak memiliki peluang mendalami minat dan potensinya. Kelompok film yang terdiri dari anak-anak yang gemar membuat film dapat menjadi media yang baik bagi anak-anak untuk mendalami ilmu pengetahuan sosial lewat film dokumentar yang mereka buat kemudian melakukan pemutaran film dan diskusi tentang film itu. Hal ini pun sama halnya dengan anak-anak pecinta sastra yang mulai gemar berlatih teater dan mementaskannya. Mereka mempunyai ruang dan waktu yang lebih banyak untuk mengekspresikan imaginasi dan interpretasinya atas karya-karya sastra yang ada.

Dengan demikian, jelaslah bahwa sesungguhnya ekstrakurikuler bukanlah anak tiri dari pembelajaran justru menjadi "saudara kandung" yang sangat erat ikatan batinnya. Esktrakurikuler justru bisa menjadi sebuah media mendewasakan apa yang anak-anak pelajari di pembelajaran reguler dan menjadikan mereka lebih produktif dan inovatif. Peran ekstrakurikuler ini mesti dipahami dan dihayati sungguh oleh sekolah sehingga tidak terjebak pada kesan hanya menambah kegiatan dan membebani anak-anak setelah pembelajaran reguler.

"Mendarah-dagingkan" Ekstrakurikuler

Sebagai saudara kandung antara pembelajaran reguler dan ekstrakurikuler, sudah waktunya ada semangat untuk saling mendukung satu sama lain. Pembelajaran sebagai saudara tua hendaknya mampu melindungi ekstrakurikuler untuk tetap eksis dan memiliki makna bagi para siswa. Di sinilah peran guru dalam memelihara dan memaknai ekstrakurikuler.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun