Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Humanis (6): Koran Selembar (KOBAR), Antusiasnya Pembelajaran

4 September 2021   04:05 Diperbarui: 4 September 2021   04:17 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku #The_Educatorship, 2016.

Sekolah adalah komunitas dengan keragaman individu di dalamnya. Maka jangan menuntut keseragaman pada komunitas itu. Saatnya, sekolah memaknai keragaman itu sebagai kekuatan bersama.

"Karanganyar Post", begitulah celetuk salah satu anak dari kelompok yang berada di paling depan. Anak itu pun mencoba menjelaskan alasan nama tersebut. Menurut dia, Karanganyar Post sangat cocok karena sekolah mereka berada di Jalan Karanganyar. Tampak beberapa teman dalam kelompok tidak sepakat dengan nama itu. Ada yang mengatakan bahwa konsep Karanganyar Post yang mirip Jawa Post sulit di-cover dalam koran yang hanya selembar saja. Selain itu, jika memakai nama itu maka isi koran mereka hanya seputar Jalan Karanganyar itu sehingga kurang luas jangkauan beritanya.

Kelompok lain juga masih berdebat hebat di dalam kelompok. Sebutlah Dina, tampak berusaha meyakinkan teman-temannya dengan nama yang dia usulkan, yakni "Barometer".  Menurut Dina, Barometer merupakan koran kelompok mereka yang bisa menjadi saingan koran ternama yang sudah ada, yakni Kompas. Kelompok pun mencoba menyampaikan ketidaksetujuannya bahwa seolah-olah koran mereka menjiplak koran nasional yang sudah ada. Dan, rasanya sulit berkembang jika ada di bawah bayang-bayang Kompas yang sudah terkenal itu.

Tampak kelompok lain sudah sepakat dengan nama koran mereka, yakni MUTIARA. Rupanya nama itu merupakan gabungan huruf pertama nama panggilan dari anggota kelompok itu, yakni Mita, Uud, Tia, Ian, Aan, Rara, dan Ando. Wah, kreatif juga mereka. Dan, mereka sepakat bahwa koran mereka akan menjadi koran yang secara khusus mengangkat topik tentang mutiara-mutiara dalam hidup. Hal ini mereka pilih karena koran-koran yang ada cenderung memberitakan "sampah-sampah" dalam hidup, seperti pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, kekerasan, dan sebagainya.

Dan satu kelompok yang tersisa tampak sudah yakin juga dengan nama dan topik khusus koran mereka, yakni HISTORIA. Rupanya sebagian besar anggota kelompok ini pencinta pelajaran Sejarah. Koran ini akan menampilkan banyak hal seputar sejarah nasional dan dunia dalam kemasan ria dan lucu. Menurut mereka, sejarah harus dibuat lucu dan menarik. Begitulah alasan mendasar terbentuknya koran mereka.

KOBAR-kan Semangat

 Itulah situasi awal redaksi-redaksi koran sedang berkumpul dan berdiskusi. Anak-anak itu akan menerbitkan sebuah koran selembar (KOBAR) untuk lima kali penerbitan dalam waktu satu tahun sebagai tugas rutin sebuah mata pelajaran. Setiap kelas ada empat redaksi koran yang terdiri dari sekitar 6-8 orang.

Kobar merupakan koran yang hanya selembar saja namun memuat beberapa rubrik layaknya koran sungguhan yang ada di masyarakat. Redaksi harus pandai mendesai rubrik-rubrik itu sehingga koran mereka tetap lengkap dan menarik. Kobar akan terbit sekitar 2 bulan sekali sehingga anak-anak mempunyai waktu yang cukup panjang untuk menyiapkan penerbitan kobar mereka. Sebuah proses dinamika kelompok dalam menjaga kelangsungan penerbitan kobar mesti berjalan dengan efesien dan efektif. Bahkan mereka pun harus menjaga kualitas dan daya tarik kobar mereka sehingga menjadi kobar pilihan pembaca.

Kobar itu akan didistribusikan ke kelas lain di mana masing-masing kelas akan mendapat dua buah kobar di mana kobar itu akan dipajang di kelas itu. Dengan dua lembar kobar yang diperoleh masing-masing kelas, maka kobar tersebut dapat ditempel bolak-balik sehingga anggota kelas dengan mudah membaca dan akhirnya memberikan penilaian atas kobar tersebut.

Setiap redaksi akan berlomba-lomba menampilkan yang terbaik dan menarik pembaca. Begitu semangatnya mereka menampilkan kobar yang terbaik karena setiap kali penerbitan akan ada pemilihan kobar terbaik dari setiap kelas. Empat redaksi kobar dalam satu kelas hanya satu yang akan menjadi yang terbaik. Dan jika terpilih sebagai kobar terbaik dalam periode penerbitan tertentu maka kelompok itu berhak atas bonus skor nilai tugas. Hal ini sebagai bentuk reward atas usaha dan kemenangan mereka menjadi yang terbaik di kelas.

Proses pemilihan kobar terbaik dalam fase penerbitan tertentu itu dilakukan dengan mudah dan cepat. Guru cukup memberikan sepotong kertas kepada murid dari kelas lain untuk memilih kobar yang terbaik dari suatu kelas beserta alasannya. Maka dengan mudah akan didapatkan akumulasi pilihan kobar terbaik untuk suatu kelas. Ini menjadi sebuah kesempatan yang baik untuk para siswa memberikan apresiasi atas hasil karya orang lain. Dan, tentunya bagi kobar yang terpilih akan menjadi sebuah kebanggaan dan motivasi untuk mempertahankan kualitas edisi berikutnya.

Manajemen di Balik Kobar

Anak-anak belajar banyak hal dari dinamika kobar itu. Sebuah pembelajaran akan manajemen organisasi telah mereka pelajari dan jalani. Saat anak-anak berusaha menentukan nama media, kekhasan media, rubrik, pengurus media, dan pengolahan media untuk setiap penerbitannya merupakan sebuah pembelajaran manajemen organisasi yang aplikatif. Mereka mulai mengenal secara nyata tentang pentingnya konsep yang jelas sebuah organisasi, arah organisasi ke depan, komunikasi dalam kerja, dan siklus kerja dalam penerbitan.

Mereka pun mulai belajar tentang manajemen pemasaran dalam hal mengetahui kemauan dan kebutuhan pembaca, dalam hal ini teman-teman mereka dari kelas lain yang nantinya akan menentukan terpilih atau tidaknya koran mereka sebagai yang terbaik. Beberapa kelompok melakukan survei kecil-kecilan yang sangat sederhana untuk mengetahui minat pembaca. Kadang juga, ada kelompok yang melakukan wawancara akan konsep mereka tentang masterplan yang sudah dirancang untuk penerbitan mereka. Ini adalah sebuah cara analisis pasar yang cukup baik dan membantu desain kobar mereka yang akan diterbitkan. Manajemen pemasaran ini secara tidak langsung mengantar anak-anak pada sebuah kreativitas dan inovasi untuk memenuhi minat pembaca.

Dan tak ketinggalan juga adalah anak-anak belajar tentang manajemen diri. Masing-masing pribadi dalam setiap redaksi kobar tentunya memiliki tanggung jawab sendiri-sendiri yang mendukung kesuksesan penerbitan kobar mereka. Satu saja dari mereka tidak melakukan tanggung jawabnya dengan baik maka dapat mengacaukan kelangsungan proses penerbitan. Dalam hal ini, masing-masing pribadi dituntut untuk loyal dan disiplin dengan agenda dan target redaksi. Ini merupakan sebuah pembelajaran yang baik akan pengolahan pribadi seperti manajemen waktu yang baik dan mengerjakan segala aktivitas harian secara efektif.

Selain itu, anak-anak mulai aktif membaca dan menulis. Human Index Indonesia berada pada peringkat 107 dari 177 negara karena budaya baca masyarakat Indonesia masih rendah. Dengan menerbitkan kobar, setidaknya meningkatkan daya baca anak, seperti dalam mencari informasi untuk materi penerbitan mereka dan juga mereka membaca kobar kelompok lain. Dan, kobar dapat dijadikan ajang yang baik untuk melatih kemampuan menulis mereka yang selama ini banyak dikeluhkan para guru di mana anak-anak akan mengalami kesusahan jika harus menjawab pertanyaan esai ketimbang pilihan ganda.

Akhirnya, kobar sebagai media massa mini yang tumbuh di kelas-kelas telah menjadi media tersendiri dalam mengembangkan kemampuan mereka dalam tataran kognitif, afektif, dan psikomotorik. Mereka telah belajar tentang kehidupan itu sendiri. Jangan rampas momen yang baik dan bermakna itu dari hidup mereka. KOBAR telah meng-KOBAR-kan antusiasme mereka untuk belajar.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
@ Pendidikan Humanis: diambil dari sebuah buku yang berjudul #The_Educatorship, Seni Memanusiakan Wajah Pendidikan, yang ditulis oleh FX Aris Wahyu Prasetyo, 2016, PT Kanisius, Yogyakarta. Nilai-nilai humanis yang sangat kental dalam kisah-kisah yang tertuang dalam buku ini patut untuk dibagikan ulang sebagai inspirasi dan motivasi mengembangkan pendidikan dewasa ini. Pendidikan sejatinya memanusiakan manusia menuju taraf insani, maka mari mengembangkan humanisme dalam dunia pendidikan secara kontekstual, bermakna, dan reflektif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun