Sekolah adalah komunitas dengan keragaman individu di dalamnya. Maka jangan menuntut keseragaman pada komunitas itu. Saatnya, sekolah memaknai keragaman itu sebagai kekuatan bersama.
"Karanganyar Post", begitulah celetuk salah satu anak dari kelompok yang berada di paling depan. Anak itu pun mencoba menjelaskan alasan nama tersebut. Menurut dia, Karanganyar Post sangat cocok karena sekolah mereka berada di Jalan Karanganyar. Tampak beberapa teman dalam kelompok tidak sepakat dengan nama itu. Ada yang mengatakan bahwa konsep Karanganyar Post yang mirip Jawa Post sulit di-cover dalam koran yang hanya selembar saja. Selain itu, jika memakai nama itu maka isi koran mereka hanya seputar Jalan Karanganyar itu sehingga kurang luas jangkauan beritanya.
Kelompok lain juga masih berdebat hebat di dalam kelompok. Sebutlah Dina, tampak berusaha meyakinkan teman-temannya dengan nama yang dia usulkan, yakni "Barometer". Â Menurut Dina, Barometer merupakan koran kelompok mereka yang bisa menjadi saingan koran ternama yang sudah ada, yakni Kompas. Kelompok pun mencoba menyampaikan ketidaksetujuannya bahwa seolah-olah koran mereka menjiplak koran nasional yang sudah ada. Dan, rasanya sulit berkembang jika ada di bawah bayang-bayang Kompas yang sudah terkenal itu.
Tampak kelompok lain sudah sepakat dengan nama koran mereka, yakni MUTIARA. Rupanya nama itu merupakan gabungan huruf pertama nama panggilan dari anggota kelompok itu, yakni Mita, Uud, Tia, Ian, Aan, Rara, dan Ando. Wah, kreatif juga mereka. Dan, mereka sepakat bahwa koran mereka akan menjadi koran yang secara khusus mengangkat topik tentang mutiara-mutiara dalam hidup. Hal ini mereka pilih karena koran-koran yang ada cenderung memberitakan "sampah-sampah" dalam hidup, seperti pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, kekerasan, dan sebagainya.
Dan satu kelompok yang tersisa tampak sudah yakin juga dengan nama dan topik khusus koran mereka, yakni HISTORIA. Rupanya sebagian besar anggota kelompok ini pencinta pelajaran Sejarah. Koran ini akan menampilkan banyak hal seputar sejarah nasional dan dunia dalam kemasan ria dan lucu. Menurut mereka, sejarah harus dibuat lucu dan menarik. Begitulah alasan mendasar terbentuknya koran mereka.
KOBAR-kan Semangat
 Itulah situasi awal redaksi-redaksi koran sedang berkumpul dan berdiskusi. Anak-anak itu akan menerbitkan sebuah koran selembar (KOBAR) untuk lima kali penerbitan dalam waktu satu tahun sebagai tugas rutin sebuah mata pelajaran. Setiap kelas ada empat redaksi koran yang terdiri dari sekitar 6-8 orang.
Kobar merupakan koran yang hanya selembar saja namun memuat beberapa rubrik layaknya koran sungguhan yang ada di masyarakat. Redaksi harus pandai mendesai rubrik-rubrik itu sehingga koran mereka tetap lengkap dan menarik. Kobar akan terbit sekitar 2 bulan sekali sehingga anak-anak mempunyai waktu yang cukup panjang untuk menyiapkan penerbitan kobar mereka. Sebuah proses dinamika kelompok dalam menjaga kelangsungan penerbitan kobar mesti berjalan dengan efesien dan efektif. Bahkan mereka pun harus menjaga kualitas dan daya tarik kobar mereka sehingga menjadi kobar pilihan pembaca.
Kobar itu akan didistribusikan ke kelas lain di mana masing-masing kelas akan mendapat dua buah kobar di mana kobar itu akan dipajang di kelas itu. Dengan dua lembar kobar yang diperoleh masing-masing kelas, maka kobar tersebut dapat ditempel bolak-balik sehingga anggota kelas dengan mudah membaca dan akhirnya memberikan penilaian atas kobar tersebut.
Setiap redaksi akan berlomba-lomba menampilkan yang terbaik dan menarik pembaca. Begitu semangatnya mereka menampilkan kobar yang terbaik karena setiap kali penerbitan akan ada pemilihan kobar terbaik dari setiap kelas. Empat redaksi kobar dalam satu kelas hanya satu yang akan menjadi yang terbaik. Dan jika terpilih sebagai kobar terbaik dalam periode penerbitan tertentu maka kelompok itu berhak atas bonus skor nilai tugas. Hal ini sebagai bentuk reward atas usaha dan kemenangan mereka menjadi yang terbaik di kelas.