Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kembali ke Kandang Hari ke-18: Biarlah Kekaguman itu Bertumbuh-kembang dalam Sanubari!

24 Agustus 2021   19:01 Diperbarui: 24 Agustus 2021   19:12 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi. www.jawaban.com

Kekaguman memampukan orang untuk mengubah diri menuju kebaikan dan kebajikan tanpa harus dipaksa dan diawasi karena semuanya mengalir dari sungai ketulusan dan kebutuhan diri untuk menyegarkan dan menghidupi jiwa dan raga.

Dalam kehidupan ini seringkali manusia disibukkan dengan banyak hal praktis dari pagi hingga menjelang malam sehingga melupakan embun-embun kekaguman yang sejatinya selalu menetes mengisi dinginnya pagi demi menyambut datangnya sang mentari dengan kemegahannya. Ada keindahan-keindahan semesta yang seringkali menggugah jiwa dan membangun raga tatkala kita mau menyadari dan menyelami sejenak makna dan keagungannya.

Kekaguman, keindahan yang menembus nalar dan rasa, menjadi sebuah penggugah jiwa yang menjadikan hidup penuh makna dan berarti sehingga ada semangat, tujuan hidup, sekaligus pengharapan dalam menjalani kehidupan ini.

Suatu cerita kuno dari India:

Sebuah kapal karam dan terdampar di tepi pantai Srilangka. Di situ memerintahlah Vibhisana, raja para raksasa. Pedagang, pemiliki kapal itu dibawa menghadap raja. Ketika melihatnya, Vibhisana menjadi amat bersukacita dan berkata:

"Bukan main! Ia sungguh-sungguh menyerupai patung Ramaku. Bentuknya sama-sama seperti manusia!" Maka ia menyuruh abdinya untuk mengenakan busana mewah dan ratna mutu manikan kepada pedagang itu dan memuliakannya.

Kekaguman yang tulus seringkali mengalirkan kebaikan, rasa murah hati, semangat, dan kebahagiaan yang tiada tara sehingga hidup menjadi semakin hidup yang semakin mempertebal pengharapan akan hidup yang lebih baik dalam keyakinan dan kepercayaan diri. Kekaguman pun membuat orang merayakan dalam kepedulian dan kebaikan pada sesama dan semesta sebagai rasa syukur yang mendalam atas anugerah dan berkah dalam hidupnya.

Illustrasi. www.jawaban.com
Illustrasi. www.jawaban.com
Kekaguman yang terjaga dan terolah terus-menerus menjadikan manusia mengasihi dan peduli pada sesamanya. Mengagumi pagi dengan embuh dan mentarinya, senantiasa menjadikan pribadi bersyukur karena hari baru yang diperbolehkan berelasi dengan sesama: keluarga, sahabat, dan orang lain dalam perjumpaan hidup. Mengagumi orang-orang hebat dalam hidup, senantiasa juga menjadikan pribadi belajar tentang kehidupan dari keteladanan mereka sepajang hayat. Mengagumi diri sendiri, senantiasa menjadikan diri untuk selalu berkembang dan maju dalam kerendahan hati yang tulus.

Saatnya untuk kembali ke kandang, diri kita masing-masing, untuk melihat kembali ke dalam diri kita masing-masing dalam memampukan diri untuk membangun kekaguman yang semakin menghidupkan hidup dalam kasih pada sesama dan semesta. Hidup tanpa kekaguman, hati dan budi kita akan mengering gersang dan pada akhirnya mati tak berguna. Hidup haruslah selalu hidup.

Illustrasi Kembali ke Kandang. santansun.com
Illustrasi Kembali ke Kandang. santansun.com
@ Kembali ke Kandang, adalah sebuah permenungan hidup di malam hari menjelang menuju pembaringan jiwa dan raga setelah seharian merangkai kisah kehidupan lewat segala dinamika yang ada. Terinspirasi dari buku "Burung Berkicau" karya Anthony de Mello SJ (1984, Yayasan Cipta Loka Caraka), renungan malam dalam bingkai "Kembali ke Kandang" ini mencoba memaknai hidup yang penuh makna ini sehingga hidup menjadi lebih hidup lewat kutipan kisah penuh makna dari Anthony de Mello.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun