Kekayaan membuat keluarga makmur, perbuatan-perbuatan baik membuat keluarga terhormat. (Pepatah Jepang)
Keluarga merupakan komunitas pembelajar yang tiada henti mengeksplorasi makna-makna kehidupan untuk membangun keharmonisan, kedamaian, ketentraman, dan kerelaan saling berbagi dalam suka maupun duka.Â
Keluarga akan terus berjalan seiring dengan segala dinamika dunia, yang pada waktunya akan tertantang untuk membangun pondasi kokoh demi tetap berdirinya harga diri dan nilai-nilai luhur keluarga tetap tegak walau badai kehidupan menerjang.
Orang-orang yang hadir, berkumpul, dan berelasi dalam keluarga bukanlah kumpulan manusia tanpa makna dan harapan, tetapi orang-orang itu menjadi perintis kebaikan, kebenaran, dan keutuhan nilai-nilai luhur peradaban.Â
Kesatuan pribadi dalam benang merah saling berbagi penuh kasih tanpa syarat adalah kunci kebermaknaan sebuah keluarga bagi masing-masing pribadi dan sesama di luarnya.Â
Habitus dalam olah pikir dan olah nurani dalam keluarga menjadi urat nadi yang menghidupkan aroma baik yang selalu semerbak dalam jiwa dan sanubari setiap pribadi di dalamnya. Keluarga menjadi ikatan batin yang bukan sekadar intuisi maupun improvisasi belaka, namun keluarga menjadi ikatan batin yang mengarahkan pada kebijaksanaan hidup.
kekayaan menjadi lambang kemakmuran yang didamba-dambakan banyak orang, bahkan untuk mencapainya banyak yang rela dan sadar mengorbankan logika, nurani, etika, dan kebajikan dalam hidup. Tak jarang pula kekayaan turut membutakan mata hati manusia pada uluran tangan pada yang lemah dan membutuhkan.Â
Tak terelakkan dalam kehidupan ini,Kekayaan menjadikan manusia dan keluarga menikmati kenyamanan duniawi dan melupakan hakikat kasih dan kebaikan pada sesama. Hidup senang, hidup makmur, hidup berkelimpahan: terkadang juga melupakan kuasa Sang Pencipta pada manusia dan semesta.
Ketika manusia jatuh, tatkala keluarga kacau dan hancur, pada titik itulah kesadaran yang jauh pergi itu kembali dengan tiba-tiba dalam pikiran dan hati manusia.Â
Kembali pada pelukan Sang Pencipta seolah-olah menjadi kerinduan yang amat sangat segera dilakukan karena betapa cintanya pada Sang Pencipta.Â
Permohonan untuk bangkit dari keterpurukan hidup, permintaan untuk keberhasilan hidup, semuanya itu terlontar begitu deras dalam khusuknya doa siang dan malam penuh tetesan air mata. Memohon dan meminta itu terasa memaksa dan merampok kuasa-Nya.
habitus baik, bukan sebuah perubahan kontras tatkala kondisi datang menerjang. Keluarga menjadi tempat yang tepat untuk selalu menjaga kesinambungan habitus itu sehingga setiap jiwa dan raga dalam keluarga terjaga dengan penuh kasih dan kerelaan.
Kehidupan senantiasa menjadi proses yang berkesinambungan dalamKekayaan dalam keluarga sesungguhnya menjadikan keluarga terhormat di mata orang lain dalam kesemuan yang mudah sirna seiring dengan sirnanya kekayaan itu. Akan tetapi, nilai-nilai baik dalam keluarga dan habitus yang penuh kebajikan senantiasa menjadi kenyataan yang nyata dan menjadikan keluarga begitu terhormat.
Kebaikan dalam keluarga, kebaikan pada sesama, dan kebijaksanaan dalam hidup bersama Sang Pencipta merupakan nilai-nilai luhur yang sulit luntur. Ketika semua itu tumbuh-kembang dalam keluarga, niscaya keluarga akan menjadi tempat yang membahagiakan, menyenangkan, dan menguatkan satu sama lain dalam setiap situasi kehidupan. Mari membangun keluarga menjadi komunitas penuh makna!
Menulis Makna: adalah sebuah uraian untuk mencecap kehidupan yang begitu agung dan mulia ini. Hidup ini penuh dengan makna sebagai kristalisasi pengalaman dan refleksi untuk menjadi inspirasi bagi diri sendiri, sesama, dan semesta. Menulis Makna akan menjadi sejarah perjalanan makna kehidupan yang selalu abadi, tidak hilang ditelan badai kehidupan yang merusak peradaban manusia. Menulis Makna, menulis kebijaksanaan hidup.Â
@Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H