Belumlah cukup jika kita sekadar sibuk... yang perlu dipertanyakan adalah: hal apakah yang kita sibukkan?(Henry David Thoreau). Menunda pekerjaan akan selalu mengandung risiko. (Miguel Cervantes Saavedra)
Kesibukan memiliki sisi persepsi tersendiri dalam kehidupan yang memiliki kebenaran tersendiri dalam kenyataan. Kesibukan terkadang menjadi sebuah alasan yang tampaknya fundamental untuk membenarkan segala sesuatu yang sedang dilakukan manusia.Â
Pembenaran diri pada persepsi dan tindakan pribadi yang tidak jarang merupakan sebuah kamuflase atas penolakan atau pelarian diri pada sesuatu. Bahkan, kesibukan menjadi sebuah pengalihan atas tanggung jawab yang seharusnya dan semestinya dilakukan. Ini adalah sebuah pembohongan diri yang hanya nurani dan budi yang mampu menyadarkannya.
Manusia terus-menerus mencari dan mencari apa yang memuaskan diri di setiap puing-puing kehidupannya. Manusia tak henti-hentinya memuaskan diri sendiri lewat keberhasilan, kebahagiaan, dan kebanggaan. Kesibukan menjadi sebuah media untuk mengarungi samudera kehidupan lewat segala pilihan dan dilema yang dihadapi.Â
Manusia begitu bangga bisa sibuk karena dirinya merasa berguna dan bermanfaat. Manusia tampak bahagia dengan kesibukannya karena dirinya merasa tidak kosong pikiran dan hampa hati. Manusia seolah-olah berhasil atas kehidupannya lewat menyibukkan diri dalam berbagai hal karena dirinya merasa mampu melakukan segala aktivitas dengan segala dinamikanya.
Kesibukan sejatinya merujuk pada esensi kehidupan yang memang harus dihidupkan lewat segala ide-ide pikiran, segala rasa nurani, dan berbagai perilaku yang mengembangkan diri dan sesama.Â
Kesibukan harus dikembalikan pada esensi dan hakikinya.Kesibukan dalam hidup, bukanlah tujuan terpenting dari manusia hidup di dunia ini. Kesibukan dalam hidup, adalah sarana untuk mencapai tujuan hidup manusia, yakni mengusahakan keluhuran dan keberadaban hidup sehingga menjadi selaras dengan sesama, semesta, dan Sang Pencipta.
Kesibukan hidup harus dimurnikan kembali. Kesibukan harus kembali ke titik nol kehidupan manusia, yakni kembali dalam keheningan hidup, melihat kembali pengalaman hidup dalam sebuah kerangka syukur sebagai ciptaan Sang Pencipta.Â
Pengolahan batin dalam keheningan, doa, dan refleksi diri adalah sebuah bab baru dalam buku kehidupan manusia untuk menuliskan kata demi kata dalam lembar-lembar kehidupan ini. Lewat pengolahan batin, manusia akan kembali pada esensi kehidupan dan memulai kesibukan hidup yang benar-benar menjadi intisari kehidupan, bukan lagi sebuah pelarian ataupun penolakan diri.
Menata hidup, mengolah kesibukan, adalah sebuah fase kehidupan yang tak boleh ditunda-tunda lagi. Penundaan atas pengolahan hidup ini adalah sebuah rencana terstruktur manusia untuk memperbesar risiko atas kehidupannya di kemudian hari.Â
Pekerjaan utama dan pertama manusia sesungguhnya adalah selalu mengolah batin yang berkesinambungan sehingga menjadi habitus (kebiasaan) hidup. Hidup yang tidak diolah dan ditata adalah bunuh diri atas hidupnya sendiri.Â
Kebijaksanan utama dalam kehidupan manusia adalah tidak menunda menata hidup sehingga segala kesibukan dalam hidup adalah segala hal yang berfaedah bagi diri, keluarga, sesama, dan semesta. Senantiasa Sang Pencipta selalu memberikah anugerah dan berkah-Nya. Amin.
Menulis Makna: adalah sebuah uraian untuk mencecap kehidupan yang begitu agung dan mulia ini. Hidup ini penuh dengan makna sebagai kristalisasi pengalaman dan refleksi untuk menjadi inspirasi bagi diri sendiri, sesama, dan semesta. Menulis Makna akan menjadi sejarah perjalanan makna kehidupan yang selalu abadi, tidak hilang ditelan badai kehidupan yang merusak peradaban manusia. Menulis Makna, menulis kebijaksanaan hidup.Â
@Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H