Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (88): Titik Balik untuk Kebenaran

26 Mei 2021   04:04 Diperbarui: 26 Mei 2021   04:17 1616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. www.pinterest.com

Tiba-tiba hidup seseorang berubah karena suatu alasan tertentu yang mengharuskannya demikian. Titik balik setiap orang beraneka ragam seturut pengalaman, permenungan, atau pun peristiwa tak terduga. Titik balik ini layaknya sebuah percikan api, yang siap memberi kobaran api kehidupan. 

Hidupku diisi dengan banyak waktu kosong yang membosankan. Aku tidak tahu bagaimana menggunakan waktuku dengan produktif. Tibalah di hari Sabtu malam di mana tingkat kebosananku memuncak. Aku memutuskan untuk bersepeda keluar, menikmati langit malam yang penuh bintang, dan meratapi kesendirianku. 

Aku berhenti di sebuah taman dan mengeluarkan buku harian masa kecil yang sudah kubawa. Sejenak mataku tertuju pada foto yang terselip di halaman pertama. 

Foto itu menampakkan seorang perempuan dan laki-laki yang aku tidak tahu siapa. Aku pikir foto itu mungkin milik ayah atau ibuku sehingga aku tidak terlalu memusingkannya.

Aku buka lembaran baru dari buku masa kecilku. Aku melihat gambar pemandangan yang pernah aku gambar dahulu, coretan khas anak kecil. Pemandangan itu merupakan pemandangan di desa nenek dan kakekku. 

Di situ tergambar sawah, dua gunung yang lengkap dengan matahari di tengahnya, dan menara di dekat sawah. Kubuka halaman selanjutnya, di mana tergambar sebuah sungai yang dipenuhi tumbuhan ilalang. 

Halaman demi halaman terbuka dan aku menemukan foto keluarga kecilku. Hatiku sangat tersentuh dan pelupuk mata ini sudah dipenuhi air mata yang siap jatuh. Memori lama langsung berputar kembali di pikiranku dan aku menyadari bahwa hidupku telah berevolusi.

Kilas balik pada malam minggu ini kuakhiri karena malam sudah semakin larut. Aku pulang ke rumah dengan mengayuh sepeda melewati jalan raya yang sepi. Kantuk mulai datang, tetapi aku tetap berusaha terjaga agar sampai di rumah dengan cepat. Namun, malang nasibku ketika aku malah menabrak pohon dan terjatuh di tumpukan daun. 

Aku segera bangkit dan melanjutkan perjalanan karena orangtuaku pasti sudah menunggu. Sesampainya di rumah, aku melihat pemandangan yang tidak pernah terbayangkan terjadi. 

Aku melihat ayahku duduk sambil membawa koran dengan badan yang bersimbah darah bagai tinta merah tumpah. Tangisanku mengundang kedatangan ibu yang langsung terkejut melihat keadaan ayah. Kami sangat kehilangan dan rasanya tidak dapat hidup tanpanya bagai buku tanpa tanda baca koma.

Ilustrasi. www.pinterest.com
Ilustrasi. www.pinterest.com
Peristiwa mengenaskan yang terjadi pada ayah masih membuatku bertanya-tanya, bahkan setelah pemakamannya. Tanpa sepengetahuan ibu, aku mendatangi TKP yang belum dibereskan. Aku merasa ada kejanggalan di balik kematian ayah tempo hari lalu. 

Kemarin polisi memberi tahu bahwa ada bekas rantai di kaki ayah. Warna darah ketika ayah sudah ditemukan sudah menghitam yang menandakan bahwa waktu kematiannya sudah lama. Namun, ibu tidak mengetahui apa-apa terkait keadaan ayah sebelumnya. 

Hasil investigasi juga menunjukkan ada titik-titik darah membentuk lingkaran di sekitar sofa yang diduduki ayah. Aku percaya bahwa peristiwa keji yang menimpa ayah 100% merupakan pembunuhan. 

Aku berjalan menyusuri halaman dan menemukan botol berwarna merah dan hitam yang mencurigakan. Kuambil dan bawa ke kantor polisi dengan harapan botol tersebut membawa petunjuk.

Kabar buruk menimpa ketika polisi mengatakan bahwa tidak ada petunjuk dari botol yang aku temukan. Sudah 9 bulan semenjak kepergian ayahku dan polisi belum menemukan alat dan pelaku pembunuhan. Mereka bahkan mengatakan bahwa kasus ini akan segera ditutup. 

Aku heran, di peradaban yang sudah maju ini, polisi masih kesulitan menemukan pelaku pembunuhan. Hingga pada suatu hari, aku sedang duduk di kursi teras dan menyesap segelas kopi. Tiba-tiba ada sebuah anak panah melayang masuk dan menancap di pintu. Di sana tergantung secarik kertas dengan pesan, "Manusia memang palsu, cari terus kebenarannya." Hidupku yang mulanya kosong akan diisi dengan petualangan seru guna mencari kebenaran di balik kematian ayahku 9 bulan yang lalu.

*WHy-maN

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun