Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (77): Sepeda Antik Milik Kakek

6 Mei 2021   04:04 Diperbarui: 6 Mei 2021   04:11 1431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenangan hidup selamanya ada dalam memori manusia yang kapapun dapat diputarnya kembali. Kenangan bukan hanya saja peristiwa lalu yang hidup dalam sejarah belaka, tetapi kenangan adalah peristiwa yang hidup dalam setiap peradaban jiwa, terlebih itu adalah kenangan indah bersama orang yang dicintai.  

Tak seperti hari biasanya, malam ini langit tampak begitu terang dengan hamparan bintang-bintang menyinari bumi. Namun, tak sama seperti suasana hati Amber yang terlihat mendung. Matanya terlihat sembab seperti habis menangis ribuan liter air mata. Buku hariannya nampak sangat basah karena air mata. Kini Amber tertidur di atas meja belajarnya setelah ia berkeluh kesah tentang harinya yang buruk. "Dear diary, mungkin hari ini adalah hari terburuk dalam hidupku. Aku merusakkan sepeda antik peninggalan satu-satunya dari kakekku." Itulah sepenggal tulisan dari buku harian Amber.

Pagi hari telah tiba, namun suasana hati Amber masih kian mendung. Orang tuanya menyarankan untuk pergi ke desa tempat tinggal kakek. Amber masih terdiam, ia takut kakek akan kecewa bila tahu sepedanya rusak. Perjalanan menuju desa melewati padang ilalang yang sudah mulai menguning. Tiba di desa, Amber berlari ke menara di sebelah sungai. Di menara itulah Amber kerap kali bermain-main dengan kakeknya. Hatinya masih gundah, namun sudah sedikit berevolusi menjadi lebih baik.

Kenangan masa lalu Amber bersama kakeknya kembali terputar dalam memori. Ketika itu, Amber dan kakek sedang bersepeda di jalan raya desa. Kala itu, cuaca sedang sangat indah dengan dedaunan di sepanjang jalan. Tak disadari, ada mobil melaju dari arah berlawanan dengan kecepatan sangat tinggi. Kakek dengan sangat sigap menyampingkan sepedanya untuk menyelamatkan mereka berdua. Namun, bagai kalimat tanpa koma, kejadian ini berlalu sangat cepat. Darah segar mengalir dari pelipis kiri Amber, sedangkan kakek terlihat panik melihat darah Amber. Koran yang berada di keranjang sepeda disobek dan ditempelkan di pelipis Amber supaya darah tak terus mengalir. Darah dan tinta koran bercampur menjadi satu, Amber akhirnya tak sadarkan diri.

Ilustrasi. by Anouk Meijer via www.pinterest.com
Ilustrasi. by Anouk Meijer via www.pinterest.com
Kakek bersepeda bersusah payah membawa Amber pulang ke rumah. Kakek meletakkan Amber di halaman rumah, membersihkan darah Amber yang sudah berubah warna menjadi sedikit merah kehitaman. Diambilnya botol rivanol dari kotak obat, diusapnya luka Amber, untung tak begitu parah. Kini titik telah  berganti menjadi koma, Amber sudah sadar dari kagetnya kecelakaan tadi. Begitulah lingkaran rantai kehidupan, kesialan tak dapat tertepis dari kehidupan. Kakek memelukku dengan erat, seakan aku akan hilang dari dunia. "Aku sangat mencintaimu, Amber," begitu kata kakek saat itu. Air mata Amber kembali menetes setelah mengingat kejadian tersebut.

Pikiran Amber kembali ke peradaban ini, sudah selesai ia mengingat kakeknya. Amber berlari pulang, menemui kedua orang tuanya di rumah kakek. Jarum jam telah menunjuk angka 5, Amber ingin segera pulang dan menulis kisahnya di buku hariannya. Sampai di rumah, ia mengambil segelas susu hangat, masuk ke kamar, menarik kursi, dan bersiap untuk menulis. Ia menulis kisahnya pada selembar kertas baru di buku hariannya. "Hari ini aku tahu, bahwa kenangan Kakek tidak hanya sekedar sebuah sepeda, tetapi akan ada selama aku hidup. Manusia tak akan hidup selamanya, tetapi memori akan tinggal," tulis Amber pada buku hariannya, diiringi senyum kecil di bibirnya.

*WHy-teFF

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun