manusia pada kehidupan yang lebih baik di atas realita yang terpuruk. Idealisme kadangkala harus terhenti pada diskresi batin untuk memilih antara yang baik dan yang lebih baik. Diskresi yang semu hanya akan mengantar manusia pada penyesalan kekal semata. Idealisme seringkali mengantar
Di malam itu, sungguh setengah mati aku mencoba untuk tertidur, namun gagal. Sudah dua buku komik kubaca habis dan hasilnya aku tidak mengantuk sama sekali. Bagaimana mata ini dapat terpejam, jika hati ini dipenuhi segumpal rasa rindu? Akhirnya, aku pun keluar rumah dan memandang langit yang penuh bintang. Namun, mataku hanya menatap kosong ke arah keindahan itu dan justru menatap masa lalu. Udara malam yang sangat dingin mendesakku untuk kembali masuk ke dalam rumah. Saat kembali ke dalam, seperti biasa, aku gagal mengalihkan mataku dari sepeda pemberian dirinya. Air mataku lagi-lagi menggenang, mengingat hidupku yang saat itu penuh warna bersama dirinya.
Daripada menambah tingginya menara kesedihan dan kemuraman dalam hatiku, segera kualihkan mataku dan mencoba tertidur. Aku tetap tidak bisa tidur, sebaliknya, daripada mencoba tertidur, pikiranku justru mengingat kembali kejadian tersebut. Pikiranku berkelana ke 15 tahun lalu, di mana saat itu, desaku melakukan revolusi dan melawan pemerintah. Sungai yang penuh mayat dan darah serta ilalang yang terbakar menghias desaku. Aku adalah pemuda yang turut serta dalam pemberontakan tersebut. Dalam pemberontakan tersebut, aku tertembak di bagian dada dan terkapar beberapa detik kemudian. Ajaib, aku masih hidup dan kemudian aku membuka mataku. Di sanalah kulihat dirinya yang berkilau bagaikan mentari, sedang mencuci lukaku. Ketika ia menyadari bahwa diriku terbangun, senyumnya yang jauh lebih indah dari bunga apapun menyambutku. Aku pun kembali tertidur dan mengira bahwa diriku telah bermimpi bertemu malaikat. Kejadian paling indah dalam hidupku adalah menyadari bahwa dirinya nyata.
Saat aku kembali bangun, ia berteriak penuh rasa syukur dan memanjatkan doa lalu memelukku. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Flora dan ia adalah sukarelawan medis. Tanpa koma, aku telah tertidur selama 14 hari penuh dan pemberontakan telah usai. Aku pun berjalan-jalan ke luar ruang perawatan sejenak untuk melihat keadaan di luar. Tidak ada apa-apa kecuali jalan raya yang rusak dan tumpukan daun kering. Tiba-tiba Flora muncul di belakangku dan memberikanku halaman depan koran. Berita tersebut mengabarkan bahwa ribuan orang tewas akibat pemberontakan dan berita ditulis dengan tinta semerah darah. Aku pun menangis karena kehilangan sahabat-sahabatku, namun Flora menghiburku dan mengusap tanganku. Aku pun kembali tersenyum, kemudian, singkat cerita, kami berkenalan dan menjadi semakin dekat.
Rantai pertemanan kami semakin kuat bahkan menjelma menjadi rantai percintaan. Kami berpacaran hingga menikah dan dari situlah aku mulai membuka halaman baru hidupku yang penuh warna. Kebahagiaan kami berjalan selama 10 tahun, sampai pada suatu hari, aku menerima sebuah botol dengan surat di dalamnya. Surat dengan cap berbentuk lingkaran tersebut berisi ajakan untuk melakukan pemberontakan terakhir. Hatiku senang menyadari bahwa beberapa temanku masih hidup. Flora langsung menolak terang-terangan pernyataanku untuk ikut kembali dalam pemberontakan. Pertengkaran pun terjadi dan dari titik inilah halaman kebahagiaan hidupku berakhir. Pertengkaran diakhiri dengan kepergianku dari rumah dan Flora menangis memohon padaku untuk kembali. Aku tidak mendengarkannya saat itu karena aku berpikir bahwa ia egois dan tidak mau memikirkanku.
Aku bersama teman-temanku pun kembali ke medan peperangan, menghindari berbagai panah dan meriam. Dengan berjuang sekuat tenaga, kami meruntuhkan kediktatoran ini demi peradaban yang lebih baik. Kami berhasil lalu berpesta mengingat bahwa kisah perjuangan kami akan tertulis dalam buku sejarah di masa depan. Aku kembali ke desa dan bukannya sorakan yang kuterima, aku disambut dengan wajah sendu dan iba. Melihat ada yang tidak beres, segera kupacu langkahku ke rumah. Benar saja, rumahku telah dibatasi dengan kursi-kursi yang diikat dengan tali dan dijaga beberapa tetanggaku. Aku langsung menghambur ke dalam rumah dan mendapati rumahku penuh dengan pecahan gelas dan bercak darah. Ketika aku bertanya kepada tetanggaku, mereka langsung menangis dan memberitahuku. Dunia serasa runtuh ketika aku mendengar bahwa manusia yang paling kucintai telah diperkosa dan dibunuh.
Perjalanan terakhir dari pikiranku adalah saat aku mendengar diriku meraung seraya memeluk jasad dari istriku. Dan aku pun kembali menatap kosongnya langit-langit kamar dan merasakan dinginnya angin malam. Namun, kemudian aku mendengar suaranya yang lembut memanggil dari dapur. Hatiku langsung damai. Mataku terpejam, namun bukan kegelapan yang kulihat, melainkan dirinya yang indah bak permata. Ia tersenyum padaku, menggandeng tanganku, dan kita pun langsung berpelukan penuh rasa rindu. Kugenggam tangannya dan bersama-sama kita berjalan menuju cahaya terang yang telah menanti di ujung sana.
*WHy-Ka
**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.
***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.