Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (50): Melodi Hati Kecil

15 Maret 2021   04:04 Diperbarui: 15 Maret 2021   06:07 1278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Rebecca on www.pinterest.com https://www.pinterest.cl/pin/387028161723522305/

Datang dan pergi seringkali dianggap biasa sebagai sebuah hukum sebab-akibat dalam kehidupan ini. Akan tetapi, hati yang datang dan pergi adalah sebuah hukum luar biasa tentang harapan dan kepastian pada sesuatu ataupun seseorang. Inilah sebuah melodi hati yang sulit diterima nalar.

Malam sunyi kali ini kulihat langit yang begitu cerah. Bintang bertaburan menemani malam dengan semilir angin yang menyibak rambutku. Kupegang buku yang menjadi saksi dari kehidupanku selama ini. Kring, kring, suara bel sepeda yang ditujukan untukku ini membuat wajahku basah. Air mata mulai mengucur seusai seseorang dengan sepedanya itu menyapaku. Kuingat lagi kejadian tadi siang yang benar-benar membuat hatiku hancur. Kusadari pula malam itu, kenyataan pahit yang harus aku lalui di hidupku.

Aku masih terdiam dengan mata sembabku dan kusadari waktu sudah dekat tengah malam. Kubergegas pulang dengan langkah sedikit kupercepat dan kuhiraukan segala perasaanku. Kusadari salah satu foto yang kusimpan terjatuh di antara ilalang di pinggir sungai yang kulewati. Aku kembali dan mencari fotoku masa kecil di desa kelahiranku. Kulihat lagi foto putih abu-abuku di menara yang terbuat dari kayu itu. Hatiku kembali bergejolak mengingat orang di foto itu yang tersenyum manis di sampingku. Tak terasa dunia telah berevolusi dan mengubah semua kenangan masa kecilku.

Aku teringat waktu semakin malam sehingga aku bergegas pulang. Suara kendaraan pun mulai hilang seiring langkahku yang menjauhi jalan raya. Setibaku di depan rumah kulihat kiriman koran tadi pagi belum kuambil. Kuambil gulungan koran itu, seketika angin berhembus kencang menjatuhkan sebuah daun kering tepat di atas koran. Kubawa daun itu dan kuletakkan di atas meja belajarku. Kubuka buku yang sembari tadi kubawa dan kuambil pulpen. Mulailah aku menggoreskan tinta bolpenku, tiba-tiba muncul tetesan darah berbentuk seperti tanda koma. Gumpalan merah jatuh tepat di bukuku dan tak terasa kepalaku mulai pusing sehingga aku tak sadarkan diri.

Kubuka mataku dan kulihat ruangan yang sangat terang. Sebuah tangan menggenggam tanganku dan kurasakan kehangatan di antara jemarinya. Kulihat seorang pria memakai baju warna biru sedang tertidur pulas. Kulirik pula tangannya yang memakai gelang seperti rantai yang tak asing bagiku. Kulirik jam dinding yang berbentuk lingkaran menunjukkan pukul 10.00. Embun berbentuk titik air membasahi luar jendela sehingga sulit bagiku melihat halaman depan. Kulihat pula sebuah botol yang terlihat tak asing di atas meja yang bergambar beruang. Setelah kuingat, botol itu milik lelaki yang sangat kukenal.

Lelaki itu pun membuka matanya dan ketika dia melihatku dia langsung mengambil segelas teh untukku. Diambilnya kursi dan duduk di sampingku sembari menunggu. Kami sangatlah dekat, namun karena ia fokus pada turnamen panahnya, kami pun sempat hilang kontak. Kini kami kembali bersama dan ia pun menjelaskan segalanya. Dia ingin kembali bersama, namun dunia tak mengizinkan dan kita harus berpisah. Sepuluh tahun terlewati, peradaban zaman semakin maju begitupun manusia berubah. Kiriman surat kertas datang dan ia menyampaikan betapa ia merindukanku, namun dunia lagi-lagi tak berpihak. Kami harus berpisah menjalani hidup dalam kebahagiaan kami sendiri di dunia nan luas ini. Kembali, dunia tak mengizinkan kami bersatu.

*WHy-liNE

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun