Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (15): Dia yang Beruntung dan Beruntung Lagi

7 Februari 2021   07:07 Diperbarui: 7 Februari 2021   08:19 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. novocom.top

Keburuntungan sesungguhnya bukanlah sebuah kebetulan dalam hidup ini. Keberuntungan adalah sahabat dari perjuangan, ketulusan, dan harapan dalam menyusun cerita kehidupan bersama sesama, semesta, dan Sang Pencipta. Keburuntungan adalah kolaborasi kehidupan.

Seribu sembilan ratus delapan puluh sembilan. Bu Naryo adalah seorang petani yang suaminya sudah meninggal saat ia mengandung tiga bulan. Tiba waktunya ia melahirkan seorang anak bernama Bintang Surya. Bu Naryo memilih nama tersebut karena kecintaannya pada alam. Ia senang sekali memandangi langit di tengah malam dari terasnya. Suatu ketika ia melihat sebuah bintang jatuh dan segera mengucap permohonan. Entah mengapa Bu Naryo mempercayai mitos tentang bintang jatuh. Keesokannya, setelah membaca buku seperti keseharian, Bu Naryo mendapat firasat untuk mengetes kehamilannya. Dan tenyata firasatnya berkata benar, Bu Naryo hamil. Dari situlah ia menamai anaknya Bintang Surya dengan matanya yang indah dan biru bagai langit serta rambutnya yang ikal bagai awan. Bintang tumbuh menjadi anak yang pintar, buktinya hanya dengan 2 kali latihan Bintang langsung bisa menaiki sepeda roda dua.

Bintang adalah anak yang pintar dan berbakat. Bayangkan saja, seorang anak desa yang setiap bersekolah harus menyebrangi sungai. Tak hanya sungai, bahkan ilalang pun harus diterjang sampai terkadang kakinya terluka. Dengan kesederhanaan ini, Bintang tumbuh menjadi anak yang berbaik hati. Sejauh apapun dia merantau, tak pernah dia lupa kampung halamannya. Satu cita-citanya yang sungguh murni adalah melakukan revolusi besar terhadap desanya. Karena kesukaannya terhadap dunia arsitektur, dibuatlah sebuah menara di desanya. Menara itu perlambang kemakmuran dan cintanya pada kampung yang membesarkannya. Dia juga membuat jembatan mengingat masa kecilnya yang harus menyeberangi sungai dari awal pagi hari.

Kesuksesan Bintang membawakan rasa bangga dari orang-orang di sekitarnya. Namun, ia juga tak jauh dari kesialan. Di bawah pohon dekat jalan raya yang daunnya berjatuhan, Bintang duduk dan membaca koran kesukaannya. Membaca koran menjadi hobinya sekarang, apalagi di masa ia melajang ini. Tiba-tiba diserobotlah barang-barang  yang ia bawa dan bukannya tidak melawan, tapi malah perlawanannya dibalas tusukan pisau tajam ke perutnya. Darahnya yang kental bak tinta terus bercucuran bagai paragraf berkoma tak bertitik. Tapi, kesialannya tetap saja kalah dari keberuntungannya. Dengan kesigapan orang-orang, dia bisa selamat.

Semenjak itu, Bintang mulai merantau mencari cintanya. Tak perlu jauh-jauh, sebenarnya sudah banyak yang mengantri untuk dipinang olehnya. Wanita dengan segala macam warna dan sifat tak henti mendekat layaknya lingkaran tanpa ujung. Bagaikan buku, halaman demi halaman dibalik dan dilewatinya begitu saja. Sampai suatu ketika berhentilah pandangannya pada gadis cantik sebayanya yang menjual berbotol-botol air minum yang digantungkan dengan rantai ke pundaknya. Serasa pencariannya menemui titik di akhir halaman, ia pun menemukan cintanya pada pandangan pertama.

Panah cinta Bintang ternyata tidak meleset. Keduanya terus menjalin hubungan sampai mereka siap menikah. Pernikahan mereka segera dilaksanakan yang temanya tidak jauh dari peradaban manusia zaman sekarang. Kursi pelaminan diduduki mereka dan janji nikahpun telah terucap. Dengan penuh cinta dan kepercayaan, mereka menorengkan tanda tangan di atas kertas nikah mereka. Perlahan tapi pasti, gelas kehidupan mulai mereka isi dengan cinta.

*WHy-sYalO

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini. 

***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun