Albert Schweitzer dengan bijaksana mengatakan, "Saya tidak tahu nasib Anda kelak, tetapi saya tahu satu hal, kalian yang akan sungguh-sungguh berbahagia adalah kalian yang telah berusaha mencari dan menemukan cara melayani". Â Hal ini ingin menunjukkan bahwa kebahagiaan hidup sesungguhnya dapat diraih dengan berbuat baik pada orang lain dengan sepenuh hati, bukan sekadar pemenuhan kebutuhan dan kepuasan diri sendiri.
Banyak orang berlagak atau bersikap seperti bos terhadap orang lain, sehingga dengan mudah memerintah dan menunjuk orang untuk melakukan sesuatu yang diinginkan.Â
Orang selalu ingin dipenuhi kemauannya dan terkadang tidak punya simpati dan empati pada kebutuhan dan keadaan orang lain. Kebahagiaan orang lain bukanlah sebuah keutamaan, namun kebahagiannya adalah prioritas bagi dirinya dan orang lain.Â
Orang seperti ini akan kuat dengan kata-kata daripada perbuatan nyata sehingga bisa menjadi batu sandungan dalam sebuah komunitas, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, kelompok olahraga, kelompok hobi, lingkungan keagamaan, kantor, klub olahraga, teman nongkrong dan lainnya.
"Apa yang bisa saya bantu?" adalah kata-kata rendah hati dan ketulusan sebagai bentuk simpati dan empati pada orang lain. Ketika melihat teman di kantor begitu sibuk dan tampak kewalahan dalam bekerja, rasanya akan menyejukkan ketika kita bersedia menawarkan sebuah atensi dengan berujar, "Aku bisa bantu apa bro/sis?"Â
Bisa jadi tawaran kita ditolak karena memang pekerjaannya membutuhkan keterampilan khusus namun setidaknya situasi kantor bukan lagi sebuah komunitas individualis dan egois, tetapi komunitas yang siap sedia membantu satu sama lain dengan kegembiraan dan ketulusan.
Dalam proses pembelajaran di sekolah atau kampus seorang pengajar (guru/dosen) begitu bangga dan senang ketika mendapati anak didiknya sulit memahami pengajarannya karena begitu tinggi bahasa yang digunakan dan begitu hebat teori-teori yang disampaikan.Â
Ini menunjukkan bahwa pengajar itu hebat, pinter, dan cerdas. Belum lagi, saat diadakan tes, banyak akan mendapat nilai jelek karena begitu tinggi tingkat kesulitan soal itu bagi anak-anak dengan usia dan tingkatannya. Pengajar akan semakin bangga karena dia akan merasa dibutuhkan anak-anak dan tidak akan diremehkan.
Kedalaman intelektual dari proses pembelajaran membutuhkan sebuah pelayanan intelektual.Â
Pengajar/pendidik yang melayani justru akan menyesuaikan kemampuannya dengan kebutuhan dan kemampuan anak didik sehingga proses pembelajaran benar-benar menjadi proses komunikasi intelektual yang saling mengembangkan satu sama lain.Â
Bagi pendidik, proses pembelajaran dapat menjadi proses refleksi atas segala metode pembelajarannya terhadap menjawab kebutuhan anak didik.Â