Pendidikan adalah proses menghidupi semangat-semangat kehidupan melalui pengalaman-pengalaman bermakna dan kontekstual yang terencana dan terukur. Sekolah hendaknya menjadi tempat yang menyenangkan dan menantang bagi anak didik dan mendorong mereka untuk belajar kehidupan dalam komunitas pembelajar yang reflektif dalam kerangka membangun konsep yang holistik, keteguhan hati, dan peduli dengan berbagai gejala sosial dan ekologis.Â
Maka, proses pendidikan di sekolah sangat membutuhkan proses persiapan edukatif bagi siswa, guru, karyawan sekolah, orang tua, dan masyarakat karena pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia yang memiliki akal budi, nurani, rasa peduli pada sesama, dan komitmen pada kebenaran.
Pengalaman bermakna dan kontekstual adalah konten inti dan mendasar dalam proses belajar di sekolah. Harus menjadi kritik secara massif bahwa sekolah bukan urusan menghafal materi yang begitu menumpuk dan diuji dalam tes yang membodohkan karena tidak terbuka dengan pemikiran kritis. Sekolah hendaknya menjadi tempat yang kaya akan aktivitas dan pengalaman yang nyata dalam kehidupan dan berguna bagi kehidupan ke depan.Â
Sekolah Tomoe Gakuan dalam kisah Totto-Chan atau Sekolah Mangunan di Yogyakarta menjadi contoh yang sangat nyata tentang bagaimana sekolah benar-benar memberi kesempatan anak didik belajar tentang kehidupan dan untuk kehidupan itu sendiri secara bermakna dan reflektif.
Komunitas pembelajar yang reflektif adalah komunitas ideal yang harus diusahakan dalam proses belajar di sekolah dengan mengutamakan pemaknaan atas semua pengalaman edukatif yang dialami di sekolah dalam kerangka pendidikan humanis. Refleksi dalam proses pendidikan di sekolah menjadi bagian vital dalam menciptakan aspek kebermaknaan proses belajar kaitannya dengan kehidupan nyata.
 Materi pembelajaran yang hanya terhenti dalam buku teks dan nilai tes adalah sebuah pengkerdilan esensi pemanusiaan manusia sekaligus pengkerdilan generasi yang kritis dan humanis. Dengan mengoptimalkan refleksi dalam proses belajar akan membantu komunitas sekolah untuk mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang mengarah pada perkembangan kognitif, nurani, rasa peduli, dan komitmen pada kebaikan.
Orientasi Kehidupan
Mempertimbangkan betapa mulia dan luhurnya pedagogi dan tujuan pendidikan di sekolah, pendidikan hendaknya dikembangkan dengan merujuk semangat sekolah kehidupan. Menimbang bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia maka pembelajaran senantiasa mengarah pada persiapan anak didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang meng-cover aspek akal budi, nurani, kepedulian, dan komitmen.
Sekolah adalah proses mengembangkan akal budi (head) untuk mencapai kompetensi dalam kehidupan, maka pembelajaran layaknya sebuah pondasi sebuah rumah seharusnya memberi dasar yang kuat dan sistematis tentang bagaimana belajar untuk kehidupan, bukan belajar hanya untuk skor atau peringkat belaka. Dalam proses pembelajaran, anak didik belajar cara berpikir yang mengarah pada kedalaman berpikir sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki, yakni: audio, visual, kinestetik, atau perpaduan di antaranya.Â
Bahkan menjadi manusia pembelajar pun berlaku bagi para guru untuk mengupayakan dan mengembangkan pembelajaran yang meng-cover: keberagaman anak didik dan pembelajaran yang memiliki koneksi antara kelas dan kehidupan nyata. Tanpa orientasi pedagogi pembelajaran yang kontekstual dan reflektif ini, pembelajaran bersama para siswa hanyalah formalitas belaka karena tanpa kesinambungan proses edukatif.
Sekolah juga menjadi tempat yang kondusif untuk mengolah hati nurani (heart) dalam membangun habitus untuk memiliki kejujuran dan integritas. Proses ini menjadi penyeimbang yang vital bagi kompetensi akal budi. Begitupula dengan kepedulian (hand), mengambil bagian tersendiri dalam kaitanya dengan membangun rasa berbagi dengan sesama. Hal ini menjadi kekuatan untuk menciptakan perubahan global.Â
Pembelajaran hendaknya mengarah pada pengolahan nurani dan kepedulian lewat berbagai kenyataan di masyarakat maupun berbagai kisah inspiratif. Dalam perjalanan waktu, sekolah sudah seharusnya  memberi ruang, waktu, dan inspirasi bagi anak didik untuk mengembangkannya lewat pendampingan personal maupun klasikal, kegiatan edukatif, refleksi rutin, dan belajar langsung di masyarakat.
Pada akhirnya, belajar bukanlah semata-mata aktivitas para siswa tetapi juga menjadi fokus para guru, karyawan, bahkan orangtua sehingga secara bersama-sama membangun komunitas yang edukatif dan humanis sebagai satu keluarga. Ini adalah pengembangan aspek komitmen dalam dunia pendidikan yang selalu mengutamakan keadilan sosial dan kemanusian karena di sinilah humanisasi dalam dunia pendidikan semakin lengkap dan disempurnakan.
Dengan demikian, proses belajar adalah sebuah pengalaman sebagai masa persiapan menuju proses belajar dalam kerangka memanusiakan manusia menuju taraf insani. Pembelajaran yang humanis menjadi awal pendidikan yang humanis pula sehingga sekolah benar-benar menumbuh-kembangkan tradisi humanis setiap waktu.Â
Akhirnya, sekolah bukan lagi menjadi "penjara" atau "kerja rodi" bagi seluruh komunitas pendidikan, tetapi sekolah menjadi tempat sekaligus suasana yang menyenangkan dan penuh makna. Saatnya menghancurkan "kebodohan" dalam paradigma pendidikan saat ini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H