Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tatkala Muridku Menulis (Seri 9): Menemukan Esensi Belajar

8 Desember 2015   08:05 Diperbarui: 8 Desember 2015   14:28 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Esensi belajar adalah menemukan kebahagiaan dan makna hidup. Begitupula belajar di sekolah hendaknya membuat siswa bahagia dan antusias dalam menemukan makna hidup dalam setiap hal yang dipelajari. Menengok sejenak pendidikan di negeri tercinta ini, sangat miris karena para siswa harus terbebani dan tidak tahu orientasi hidup mereka dari belajar. Akhirnya, mereka jatuh pada pencapaian nilai (skor) belaka sebagai tolok ukur keberhasilan belajar. Dalam bahasa Latin ada istilah Non Scholae Sed Vitae Discimus, belajar hendaknya tidak hanya untuk mengejar nilai (skor) tetapi lebih dari itu bahwa belajar untuk hidup yang lebih berarti. Carollina Kusumawidjaya dalam salah satu sesi belajarnya di sekolah mencoba belajar untuk hidup melalui kehidupan dispenser.

Siapakah aku? Aku hanyalah sesuatu dengan tubuh besar berbentuk balok. Tinggiku sepanggul manusia dan lebarku dua depa, cukup besar bila dibandingkan dengan benda-benda lain. Orang bisa juga menyebutku belang karena memiliki dua warna: cokelat di bagian samping dan belakang, serta salem di bagian depan. Masih kesulitan menebakku?

Mungkin kamu harus mendengar curhatku dulu. Aku sedih karena letakku berjauhan dengan teman sejenisku. Kami terpencar di setiap lantai gedung-gedung Loyola yang megah. Aku juga sedih karena tidak dapat merasakan hangatnya sinar mentari dan segarnya diterpa air hujan karena letakku di dalam ruangan. Orang bilang supaya catku tidak rusak-lah, supaya aku tidak berkarat-lah, supaya benda di atasku tidak menjadi racun-lah... Jujur saja, aku iri dengan Gawang yang bisa kena panas dan hujan, juga tidak harus menanggung beban benda berat di atasku, yang sering dipanggil Galon.

Ah... jika saja aku ini adalah sebuah Bola. Bisa berdampingan dengan Gawang, disenangi para lelaki, bisa memantul ke manapun aku mau. Atau, menjadi Lampu, yang meskipun kami sama-sama dialiri listrik, tetapi aku tidak bisa menyinari orang sebagaimana lampu bekerja. Namun apakah kenyataannya? Di sinilah aku, terduduk dalam diam bersama besi dan plastik keras yang membungkus aku. Tapi tak apalah, jikalau aku sebuah Bola, Lampu, atau apapun itu, mungkin aku tidak bisa membantu teman-teman KBKL mengisi ulang botol-botol minum mereka, menjadi obat bagi mereka yang kehausan.

Dan akhirnya, aku memilih untuk bersyukur pada Tuhan atas apa adanya diriku. Aku senang menjadi salah satu program DKKL yaitu Bebas Botol Minum. Sebab, itu berarti keberadaanku didukung oleh seluruh KBKL. Aku juga gembira bila orang menepuk-nepuk aku setelah mengalirkan air dingin yang memusakan dahaga. Yah, itu berarti mereka mengapresiasi pekerjaanku.Teman-teman KKL juga tampak gembira saat menemukan aku, bahkan mereka rela mengantri demi menggunakan aku. Dibandingkan semua kegelisahanku, ternyata kegembiraanku jauh lebih banyak.

Di samping semua itu, dua hal mebuatku bangga. Mampu berdiri berjam-jam, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sambil menanggung galon yang berat—itulah kebanggaanku. Meskipun tak jarang aku merasa pegal dan kelelahan, itu membuat tubuhku kekar dan kokoh. Selain itu, seluruh KBKL mengakui kesigapanku. Setiap mereka menekan saklar (baik biru maupun merah) dan memutar kranku, aku akan segera mengalirkan air dengan suhu yang tepat sesuai keinginan mereka. Melihat teman-teman KKL tersenyum puas dengan kinerjaku, aku bangga.

Nah, kira-kira demikianlah catatan hatiku. Demikianlah aku. Apakah kalian mampu menemukan siapa aku? Yap, poin seratus untuk kalian yang menjawab Dispenser. Aku harap mulai detik ini, kalian lebih menghargai keberadaanku dan merawat aku. Jangan lupa untuk piket mengganti galon di atasku,ya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun