Mohon tunggu...
MARTINUS SATBAN
MARTINUS SATBAN Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Luar Biasa STPM St Ursula Ende

Penikmat kopi hitam, dan pegiat literassi wisata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

TRADISI PEMERINTAHAN DIANTARA PEMERINTAH- PEMERINTAH TRADISIONAL

7 Februari 2024   12:25 Diperbarui: 10 Februari 2024   06:43 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini pemerintah daerah sering dibuat pusing dengan berbagai persoalan sosial seputar masalah tanah. Tak ayal urusanya semakin rumit manakala masalah tanah itu ditarik ke dalam aspek budaya masyarakat adat. Tanah di Kabupaten Ende khusunya di kawasan Lio secara kultural merupakan bagian yang integral dengan masyarakat adatnya. 

Konsep yang melekat dalam hal ini adalah "cultural landschape heritage". Orang Lio tidak dapat dipisahkan dengan tana watunya. Oleh karena itu ketika sebidang tanah yang pernah dan akan mengalami pengalihan status harus menghadapi proses kultural yang memiliki substansi sosilogis dan antropologis.

 Sepintas, masyarakat adat Lio adalah suatu sistem kehidupan sosial-budaya yang terdiri dari empat komponen besar yaitu: Dua Nggae Lulu Wula Nggae Wena Tana,I sebagai unsur supreme being, Mosalaki sebagai pemimpin kolegial, tana watu sebagai pijakan kehidupan nyata yang meliputi berbagai wilayah adatnya, dan masyarakat adat yang disebut ana kalo fai walu. 

Sebagai suatu sistem kehidupan, masyarakat adat Lio sudah kerap menghadapi desakan masuknya sistem-sistem sosial eksternal lain yang sangat memberi warna perubahan secara kultural. Sistem masyarakat adat ini kemudian dipandang sebagai suatu bentuk pemerintahan asli, lokal, atau pemerintahan adat. 

Berangkat dari pendapat Ryaas Rasyid, maka sebagai suatu sistem pemerintahan ia memiliki tiga komponen pokok yaitu : adanya lembaga yang jelas, aturan hukum yang mengatur, dan digerakan oleh pemimpin yang sah baginya.

Pandangan sistem kehidupan masyarakat adat Lio sebagai suatu bentuk pemerintahan tradisional menghantarkan kita pada sejarah pembentukan desa.

Dalam sistem pemerintahan Indonesia, desa diadopsi secara kultural dari unit-unit pemerintahan asli tersebut kemudian diproses secara politik untuk menjadi sub sistem dalam sistem pemerintahan.

Ketika transformasi komunitas adat ini menjadi unit pemerintahan formal seperti desa atau sebutan lainya, terjadi pergseran makna yang lebih menekankan aspek politik sehingga seluruh persoalan yang timbul kemudian dipandang secara politis. Kajian untuk itu adalah include dalam kajian politik lokal.

Elit politik dan birokrasi melihatnya sebagai bagian yang tidak tepisahkan dari proses politik sehingga beberapa persoalan kulutral yang terjadi sebagai bias daripada kebijakan pemerintahan, antara lain : masalah tanah, selalu menjadi komoditas politik, dan selalu akan memanfaatkan berbagai saluran politik yang ada untuk menyelesaikanya.

Konflik tanah yang akhi-akhir ini merebak diberbagai pelosok wilayah adat di Kabupaten Ende secara kwantitatif sebenarnya merupakan akumulasi keterpurukan kultural yang terjadi sebagai efek plus minus daripada kebijakan pemerintahan, dan dampak dari dinamika sosial yang tidak terkendalikan secara tak berbudaya. 

Secara kwalitatif konflik tanah yang terjadi di beberapa kawasan, merupakan hasil refleksi dari cara berpikir masyarakat yang sudah melampaui cara bepikir positifistik (sebab akibat/causalistik).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun