Dalam satu kesempatan lima orang rohaniawan agama formal (Budha, Hindu, Kristen Katolik, Islam) diskusi intens tertutup untuk umum. Coba mengkaji persoalan degradasi aspek aspek kehidupan yang terjadi saat sekarang ini di seluruh dunia. Salah satu solusi yang dicapai adalah: Pada manusia pertama Adam dan Hawa rencana Tuhan yang maha mulia dirusak iblis melalui buah terlarang dan ular. Adam dan Hawa berhasil digoda oleh ular dan buah terlarang, sehingga rencana Tuhan atas dunia ini berantakan. Rencana Tuhan tidak dapat terwujud, karena iblis sudah merajalela merusak dunia/manusia.
Sampai sekarang rencana Tuhan atas dunia tetap saja di rusak oleh iblis melalui struktur organisasi konvensionil yang mapan permanent : Birokrasi departemen departemen di pemerintahan, partai politik, organisasi pemuda, bahkan organisasi organisasi keagamaan. Organisasi organisasi konvensionil mapan permanent, dipakai iblis untuk merusak rencana Tuhan. Makanya tak perlu heran kalau ummat dirumah ibadah tidak lagi dapat berinteraksi dengan Tuhan. Justru, ummat tersebut akan dipakai iblis ikut merusak rencana Tuhan. Kita lihat sendiri, hirarki institusi keagamaan sudah penuh dengan korupsi, kemunafikan, penyelewengan, kencan sexual, dan lain lain.
*) Hal ini sesuai dengan apa yang dipaparkan dalam buku : Kawan Kentalku Bason Kumpulan Cerpen Unkonvensionil karya: Martin Siregar halaman 196.
Segala hal yang berbau konvensionil adalah sarana iblis merusak rencana Tuhan. Termasuk, pola komunikasi lisan dan tulisan yang konvensionil, - adalah sarana iblis merusak rencana Tuhan. Memang terlalu ekstrim solusi yang dicapai oleh diskusi para rohaniawan itu.
Pak Longor pernah diajak kawan hadir dalam temu ramah dengan perwakilan lembaga dana Amerika (pukimaknya itu). Di hotel mewah suasana gemerlap level social lapis atas, acara itu diselenggarakan. Setelah perwakilan lembaga dana buka acara, seorang pemanfaat dana bicara sekitar 7 menit mendiskripsikan programnya. Pak Longor tak tertarik menyimak, tapi ada beberapa kalimat/istilah yang tertangkap: a) Hal ini akan memberikan efek jera… b) Institusi negara nampaknya melakukan proses pembiaran ... c) Aras regulasi ini akan merusak ranah public…d) Perlu disusun program yang sensitive gender …..Dan lain lain, dan lain lain.
Mungkin dia pikir kalimat/istilah yang diucapkannya (seolah olah) istilah unkonvensionil (lawan dari konvensionil). Padahal hanya istilah yang diucapkannya unkonvensionil. Sedangkan jiwa dari kalimat itu tetap: Konvensionil. Apa yang melataribelakangi terbitnya kalimat/istilah istilah itu ?, Untuk kepentingan apa kalimat/istilah itu ada ? Pertanyaan kunci yang sangat penting untuk terus menerus kita ajukan agar tidak terperosok ke dalam lubang gelap ketidakjelasan.
Kaum konvensionil dengan alam pemikiran berjuang mempertahankan “nilai nilai lama” (baca : usang) agar tetap dianut sampai saat sekarang. Nilai nilai lama (yang sarat dengan feodalisme, kemapanan sosial, menutup diri dari perubahan sosial) harus dipertahankan seolah tak memperdulikan perkembangan realitas. Dan,…harus selalu menerbitkan pembaharuan istilah, kalimat dan pola komunikasi yang pada hakekatnya harus mampu memperkuat aliran pemikiran konvensionil. Semakin banyak manusia terlarut dalam istilah, kalimat dan pola komunikasi konvensionil, maka semakin besar hambatan terhadap perkembangan gagasan gagasan baru.
Oleh sebab itu kalimat tulis unkonvensinonil sebagai salah satu sarana utama melawan watak konvensionil haruslah terus menerus diterbitkan dan terus menerus dikampanyekan.
Pada cover belakang buku : Kawan Kentalku Bason Kumpulan Cerpen Unkonvensionil, Ir Sintong Mahara Tampubolon MA pemerhati sastra, cukup bersemangat melawan *)bahasa status quo dan dominasi kaum sekolahan*) : … Keenam cerpen disajikan dengan mempergunakan bahasa Indonesia yang gampang dimengerti. Bukan dengan bahasa status quo pada masa orde baru yang terkenal dengan semboyan : Pergunakan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar. Perkara dimengerti oleh orang atau tidak dimengerti ---- bukanlah hal yang penting bagi penguasa yang zalim itu ---.
Boleh juga buku ini disebut sebagai salah satu bentuk perlawanan terhadap kaum sekolahan yang angkuh. Yang seenaknya secara formal menentukan standard nilai nilai tulisan berkwalitas. Standard itu harus pula dianut oleh semua pihak, sehingga martabat orang sekolahan dapat terjaga dengan baik. Sama sekali tidak rela menyerahkan penilaian tersebut kepada khalayak/ masyarakat umum.
Yah,… kiranya buku ini berhasil merangsang sidang pembaca untuk ikut menggeluti dunia tulis menulis. Agar dunia tulis menulis di republik ini tidak di dominasi oleh para orang sekolahan. Tapi, dibikin semakin hiruk pikuk oleh kaum awam yang memberi perhatian terhadap pentingnya meningkatkan peradaban manusia melalui kerja santai tulis menulis.
===============================================================
Ir Sintong Mahara Tampubolon MA
pemerhati sastra
*) bahasa status quo dan dominasi kaum sekolahan adalah senonim dari watak dan model tulis konvensionil.
Memang terjadi perdebatan sengit di tengah tengah khalayak, membahas hal ikwal “wacana model tulis unkonvensionil”. Satu pihak menilai perlu dirumuskan defenisi model tulis unkonvensionil. Agar, kita mampu mengenal tulisan tulisan unkonvensionil yang tidak berhasil dijinakkan oleh aliran tulis konvensionil. Sedangkan pihak lain menilai, perumusan defenisi model tulis unkonvensionil tidak perlu diterbitkan. Menerbitkan ketetapan dan ketentuan model tulis unkonvensionil justru menjerat produktifitas dan kreativitas insan insan yang mencintai kegiatan menulis.
Menonton perdebatan sengit ini, Pak Longor tanpa beban berkata: Perdebatan sengit tersebut adalah bagian dari watak konvensionil. Musuh dari pemikiran unkonvensionil. Lalu Pak Longor tertawa terbahak bahak Hua…ha….ha….
Si Jimie Simatupang yang berada disamping Pak Longor tersipu sipu, badannya menyempit kayak tikus kena air. Sedangkan aku disamping Jimie, dalam hati berkata:”Jemie…Nanti kita bahas soal ini di pondok persawahan depan warung tuak Pak Tarigan.
Sehabis main kartu dengan Jati, 2 april 2011
Jemie…Pantat sama kau. Aku sedih rindu, kita tak bisa ngobrol lagi