Mohon tunggu...
Don Martino
Don Martino Mohon Tunggu... Penulis - Hanya seorang hamba

Seorang warga dari Keuskupan Agats Asmat, Papua. Mencoba menginspirasi orang-orang terdekat lewat doa dan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Hak Memilih dalam Terang Ajaran Gereja Katolik

27 November 2024   06:15 Diperbarui: 27 November 2024   06:15 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Mingguan Hidup.

Hari ini, Rabu 27 November 2024, semua orang berbondong-bondong menuju TPS untuk melakukan pemungutan suara. Hak suara memilih dan menentukan merupakan bagian dari martabat manusia sebagai makhluk yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. 

Gereja Katolik, melalui ajarannya, mengakui hak ini sebagai wujud partisipasi aktif dalam membangun masyarakat yang adil, damai, dan berlandaskan kasih. Dalam perspektif Gereja, hak suara tidak hanya sebatas hak politik, tetapi juga tanggung jawab moral untuk mendukung kebaikan bersama.  

Hak Suara sebagai Bagian dari Martabat Manusia

     Dalam ajaran sosial Gereja, martabat manusia menjadi fondasi segala hak asasi, termasuk hak untuk memilih dan menentukan. Gaudium et Spes no. 31, menyatakan bahwa manusia memiliki kewajiban untuk terlibat dalam kehidupan sosial demi memajukan kesejahteraan umum. Hak suara adalah salah satu sarana untuk mewujudkan partisipasi ini, memungkinkan umat beriman untuk ikut menentukan arah kebijakan yang memengaruhi masyarakat maupun Gereja.  

Hak suara juga mencerminkan kebebasan yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Kebebasan ini harus digunakan secara bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Injil, seperti kebenaran, keadilan, dan kasih. Dengan menggunakan hak suara, umat Katolik menunjukkan komitmen mereka untuk melibatkan iman dalam kehidupan publik.  

Tanggung Jawab Moral dalam Memilih dan Menentukan 

     Hak memilih tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab moral. Gereja mengajarkan bahwa pemilihan bukan sekadar tindakan politis, tetapi juga tindakan iman yang harus diarahkan pada kebaikan bersama. Paus Fransiskus dalam Fratelli Tutti no. 177, menegaskan bahwa partisipasi aktif dalam politik dan masyarakat adalah cara konkret untuk mewujudkan kasih Kristiani.  

     Oleh karena itu, sebagai umat Katolik dipanggil untuk memilih berdasarkan hati nurani selaras dengan ajaran Gereja. 

Kita juga diajak untuk menolak segala bentuk korupsi, manipulasi, atau tekanan yang bertentangan dengan moral. Sebagai umat Katolik, kita juga diundang untuk mendukung kebijakan atau pemimpin yang memperjuangkan nilai-nilai Injil seperti keadilan, perdamaian, dan penghormatan terhadap martabat manusia.  

Tinjauan Hukum Gereja tentang Hak Suara

     Hukum Kanonik memberikan panduan jelas tentang hak suara dalam kehidupan Gereja. Kan. 208 menegaskan bahwa semua umat beriman memiliki martabat yang sama dalam Kristus, sehingga memiliki hak dan tanggung jawab untuk berkontribusi pada kehidupan Gereja sesuai dengan status masing-masing.  

    Hak suara dalam Gereja diatur secara spesifik, terutama dalam konteks pemilihan jabatan atau keputusan-keputusan penting lainnya, misalnya Kan. 119, menjelaskan bahwa keputusan yang memerlukan pemungutan suara harus dihormati berdasarkan suara mayoritas atau sesuai aturan yang telah ditetapkan.

     KHK 1983 dalam Kan. 223 1, juga menegaskan bahwa hak-hak umat beriman, termasuk hak suara, harus digunakan dengan memperhatikan kesejahteraan bersama dan martabat individu lain. Singkatnya, hak bersuara mesti digunakan demi bonum commune.

     Hak suara dalam Gereja bukan hanya soal prosedur, tetapi juga ekspresi dari semangat komunal Gereja sebagai Tubuh Kristus. Melalui pemilihan yang jujur dan sesuai norma kanonik, umat beriman turut mendukung misi Gereja untuk mewartakan Injil.  

Tantangan dalam Menggunakan Hak Suara

     Dalam praktiknya, penggunaan hak suara sering kali dihadapkan pada tantangan manipulasi informasi atau tekanan dari pihak tertentu, kurangnya pemahaman tentang ajaran Gereja dan nilai-nilai Injil, serta godaan untuk memilih berdasarkan kepentingan pribadi daripada kebaikan bersama.  

     Untuk mengatasi tantangan ini, Gereja menekankan pentingnya formasi hati nurani. Kan. 212 3 mendorong umat beriman untuk mengungkapkan pandangan mereka secara jujur kepada para pemimpin Gereja, namun selalu dalam semangat kesetiaan dan kasih. 

Yesus mengajarkan bahwa setiap orang dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia (Matius 5:13-16). Dengan menggunakan hak suara, umat Katolik dapat menjadi saksi Kristus dalam masyarakat, memperjuangkan nilai-nilai Kerajaan Allah, dan mendukung kebijakan yang mendukung martabat manusia.  

     Dalam kehidupan Gereja, hak suara juga mencerminkan kesatuan umat beriman dalam Roh Kudus. Proses pemilihan dalam Gereja, seperti pemilihan dewan paroki atau pemimpin komunitas, menjadi kesempatan untuk mendukung misi keselamatan dan memperkokoh kehidupan komunal.  

Kesimpulan 

Hak suara memilih dan menentukan adalah panggilan moral yang harus dijalankan dengan tanggung jawab, berdasarkan nilai-nilai Injil dan ajaran Gereja. Dalam konteks hukum Gereja, hak ini diatur untuk memastikan bahwa partisipasi umat beriman selaras dengan misi Gereja sebagai sakramen keselamatan. 

Dengan menggunakan hak suara, umat Katolik dapat berkontribusi pada transformasi dunia dan memperkuat kesaksian Gereja sebagai komunitas yang hidup dalam kasih Kristus.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun