Ketika musim lumpur tiba, mereka harus menyeberangi lumpur setinggi lutut yang berjarak ratusan meter dan diselingi semak berduri. Rasa lapar dan letih menjadi menu wajib bagi anak-anak ini. Mereka seakan tidak peduli pada kucuran keringat yang basah dan kering di badan karena terik matahari pantai. Hujan lebat dan ombak pantai pun tidak ada arti sama sekali jika hasrat ke sekolah ada di ubun-ubun anak-anak ini.
Terkadang saya berpikir, mengapa di Kairin tidak dibangun SMP saja? Supaya anak-anak ini tidak setiap kali harus pulang pergi? Atau, mengapa tidak dibangun asrama di dekat sekolah agar anak-anak bisa lebih terfokus dalam belajar?. Selain mereka yang berjuang untuk sekolah, siapakah yang bisa merangkul mereka dalam tantangan ini. Apa yang bisa saya perbuat untuk membantu mereka?
Lepas dari semua hal ini, satu hal yang saya pelajari adalah niat mereka untuk sekolah mengalahkan rasa haus, lapar, dan letih dalam empat jam perjalanan pulang pergi ini. Inilah cara Allah membentuk mereka menjadi manusia Kairin yang sesungguhnya. Sekelompok manusia muda yang berani meraih harapan dengan kerja keras.Â
Tuhan memang telah memberikan banyak berkat bagi kita. Untuk mencapainya diperlukan tenaga ekstra untuk keluar dari zona nyaman. Seperti anak-anak ini, keluar dari kampungnya yang damai menuju sekolah yang ada di kampung tetangga.
Kisah anak-anak Kairin ini sungguh menginspirasi saya, bahwa hidup itu harus diperjuangkan. Perjuangan merupakan bagian terpenting demi mewujudkan hidup yang lebih baik di masa mendatang. Ketika perjuangan dan kerja keras menjadi kosakata abstrak di tengah dunia, maka anak-anak Kairin justru menampilkan realitas kerja dan perjuangan yang sesungguhnya.Â
Dewasa ini begitu banyak orang amat mudah mendapatkan sesuatu tanpa keringat sedikitpun. Dengan uang dan tanpa sekolah yang memadai, orang bisa meraih gelar sarjana. Dengan kolusi dan nepotisme pun, orang bisa mendapatkan posisi apapun yang disukainya dengan mudah. Tanpa kerja keras, seseorang bisa mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Realitas ini menggambarkan sisi rapuhnya manusia. Hal ini hanya bisa berubah jika ada kesadaran dan keberanian untuk merombaknya.
Anak-anak Kairin, kalian adalah inspirasi bagi dunia. Bagi Gereja. Kami. Saya. Kalian mengajarkan saya untuk menghargai setiap titik perjuangan, karena masa depan sesungguhnya bukan terletak pada cita-citamu, tetapi hal itu ada pada setiap langkah kaki yang kau usahakan dengan keringatmu sendiri.
Semoga Tuhan senantiasa mengiringi langkah kalian menggapai masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H