Mohon tunggu...
Marthinus Selitubun
Marthinus Selitubun Mohon Tunggu... Penulis - Hanya seorang hamba

Seorang warga dari Keuskupan Agats Asmat, Papua. Mencoba menginspirasi orang-orang terdekat lewat doa dan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kampungku di Sana, Sekolahku di Sini

27 November 2019   18:02 Diperbarui: 28 November 2019   05:03 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Siang itu sungguh sangat terik!.

Tidak ada kisah tentang angin sepoi yang menggerakkan barisan nyiur di depan pastoran kecil kami. Air di kolam ikan kering dan dipenuhi rerumputan dan belalang. Beberapa ekor ayam milik kami dan pak guru di sebelah rumah memilih bernaung di bagian bawah pastoran.

Pastoran sendiri memiliki model rumah gantung berbahan kayu dan ada kolong rumahnya. Memang sudah tiga minggu ini tidak turun hujan. Di kejauhan tampak serombongan anak-anak sekolah berbaris riang pulang sekolah. Mereka terlihat berebutan menuju ke gedung pastoran tempat tinggalku. 

"Pater, ada air minum ka?". Teriak beberapa dari mereka.
"Ya..mari adik-adik!", saya mengajak mereka ke arah dapur, untuk mengambil air di dapur.  
Mereka segera berlarian di sisi pastoran menuju ke tempat yang telah ditunjuk. Keletihan di wajah itu seakan terhapus oleh beberapa gelas air yang melewati di tenggorokkan. Rasa gembira dan sukacita masih memancar di wajah mereka. Tidak lupa saya bergegas mengambil beberapa buah permen dan membagikannya kepada mereka.  

"Kalian mau pulang ke kampung?", tanya saya.
"Iya, pater". "Setiap hari jalan kaki seperti ini?", lanjut saya.
"Ya...kami setiap hari seperti ini. Memang jauh, tapi ramai. Banyak teman-teman.", kata salah satu anak sekolah.
"Kira-kira berapa jam perjalanan?". "Dua...pater. Pergi ke sekolah dua jam....pulang juga dua jam", sambungnya santai. Wah, jauh sekali. Kata saya dalam hati.
"oke,... selamat jalan lagi. Sampai ketemu besok. Nanti kalau besok-besok kalian bisa mampir minum air lagi di sini. Tidak apa-apa", kata saya.
"Terima kasih. Selamat siang, Pater", seru mereka riang dan berlalu.

Sore hari saya duduk memandang senja di pantai Bayun yang sedang berpasir putih saat itu. "Saat itu" artinya kadang-kadang pantainya dipenuhi pasir putih, dan di lain waktu bisa dipenuhi lumpur setinggi pangkal paha. Sekalipun sudah sore, udara panas tetap masih terasa. 

 Kepala saya pun masih dipenuhi kisah tentang anak-anak dari kampung Kairin yang setiap hari pergi ke Sekolah. Kampung itu memang terpencil. Satu-satunya tempat berkumpul anak-anak adalah di sekolah dasar dan halaman gereja. Kedua tempat ini ibarat surga, dimana mereka bisa menjadikannya sebagai tempat anak-anak dan bersenda gurau. 

Kenyataan bahwa anak-anak dari desa Kairin yang mengejar pendidikan di desa lain dengan penuh semangat adalah sebuah kisah harapan. Kisah tentang masa depan yang harus digapai dengan penuh perjuangan. Perjalanan itu ditempuh selama dua jam setiap pagi. Kadang mereka harus keluar dari kampung saat subuh, menenteng buku di sisi kiri dan selembar daun pisang di tangan kanannya karena hujan.

Kalau sedang berpasir, maka ini kesempatan emas berjalan santai sambil tertawa dan berkejar-kejaran, karena dimanja diatas pasir halus. Kesempatan ini digunakan juga untuk menjaring ikan ketika pulang sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun