Pesan Paus Fransiskus tentang Politik dan PerdamaianÂ
Mengawali tahun 2019 ini, Bapa Suci Paus Fransiskus pada perayaan hari perdamaian dunia ke-52, pada tanggal 1 Januari 2019, juga menitipkan pesan perdamaian yang berhubungan dengan politik.
Dikatakan bahwa politik yang baik adalah untuk pelayanan perdamaian. Sebagaimana Yesus mengutus murid-muridnya untuk pergi bermisi, Yesus memberi pesan kepada mereka: "Jikalau kamu memasuki sebuah rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu".Â
Membawa kedamaian tentu tidak harus menjadi murid murid Kristus, karena semua agama mengajarkan hal yang sama. Kedamaian itu ditawarkan kepada semua pria dan wanita dimanapun di belahan dunia, yang merindukan perdamaian di tengah tragedi dan kekerasan yang menandai sejarah manusia.
Lebih lanjut dikatakan bahwa "Rumah" yang dibicarakan Yesus adalah setiap keluarga, komunitas, negara, dan benua, dalam semua keanekaragaman dan sejarah. Ini adalah yang pertama dan terutama bagi setiap orang, tanpa perbedaan atau diskriminasi. Tetapi ini juga berarti "rumah bersama" kita: dunia tempat Tuhan menempatkan kita dan kita dipanggil untuk merawat dan mengolah.
Kedamaian adalah seperti harapan setangkai bunga halus yang berjuang untuk mekar di tanah berbatu kekerasan, kata penyair Charles Pguy.
Kita tahu bahwa kehausan akan kekuasaan dengan harga berapa pun mengarah pada pelanggaran dan ketidakadilan. Politik adalah bentuk pengabdian kepada masyarakat secara keseluruhan, itu bisa menjadi sarana penindasan, marginalisasi dan bahkan kehancuran. Ajaran Yesus memberi tahu kita bahwa, "jika ada orang yang menjadi yang pertama, ia harus menjadi yang terakhir dari semua pelayan". Â Â
Dengan menghormati agama masing-masing, mampukah kita berjuang untuk menjadi ‘yang terakhir’?.Â
Tak dapat kita sangkal bahwa politik bersama dengan kebajikannya, juga memiliki andil yang buruk jika berada di tangan orang yang tidak mampu atau berada di tangan lembaga atau sistem yang lemah.
Jelas, bahwa dampak dari hal ini adalah berkurangnya kredibilitas kehidupan politik secara keseluruhan, termasuk otoritas, keputusan, dan tindak tanduk dari mereka yang terlibat di dalamnya. Keburukan-keburukan ini, yang melemahkan cita-cita demokrasi otentik, membawa aib bagi kehidupan publik dan mengancam keharmonisan sosial.
Muara dari semua hal ini adalah korupsi dalam berbagai bentuknya: penyalahgunaan sumber daya publik, eksploitasi individu, hak-hak hukum yang dikebiri, pembenaran kekuasaan dengan kekuatan atau penolakan permohonan untuk melepaskan kekuasaan. Kita juga bisa menambahkan xenophobia, rasisme, kurangnya kepedulian terhadap lingkungan alam, penjarahan sumber daya alam demi keuntungan cepat, dan pengungsian.