Mohon tunggu...
Don Martino
Don Martino Mohon Tunggu... Penulis - Hanya seorang hamba

Seorang warga dari Keuskupan Agats Asmat, Papua. Mencoba menginspirasi orang-orang terdekat lewat doa dan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kusta

2 Mei 2019   15:04 Diperbarui: 2 Mei 2019   21:04 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senja di Bayun, Asmat. Foto Pribadi

Dengan penuh keyakinan saya berdoa. Rasa takut dan cemas seakan-akan melayang. Keraguan akan kebesaran dan kebaikan Tuhan semuanya terungkap dalam doa. Dalam rasa takut, bersalah, dan penuh dosa karena telah menghianati Allah seakan terhapus begitu saja. Allah mengajak saya untuk turun dan berjumpa dengan umatnya dengan cara yang sangat unik. 

Baru pertama kali rasanya saya berdoa dengan penuh kesungguhan hati. Sungguh pengalaman iman mulia yang kudapatkan di tengah umat yang saya hindari, hanya karena penyakit yang mereka derita. Tidak sadar saya menitikan air mata dalam doa di depan banyak orang. Saya diteguhkan dengan kuasa Allah yang tak terkira. Saya sungguh ditobatkan pengalaman ini. Beberapa orang di kamar turut menangis. "Panggil adikmu keluar ya.."bisikku di telinga kakaknya.
 
***
 
Telah dua hari saya menunggu kabar kelahiran itu. Tidak ada kabar apa pun yang disampaikan kepadaku. Ketika hari menjelang sore,  saya memutuskan berdiri di depan kios menunggu moment yang bagus untuk memotret. "slamat sore anak", sapa seorang bapak tua. 

"Selamat sore Bapa. Mo kemana?...eh, bagaimana bapa pu cucu? Su lahir?", tanyaku segera ketika menyadari bahwa ternyata bapak itulah yang memanggilku untuk berdoa kemarin. "Bapa mo ke kios dulu. Iyooo,...jantan dia sudah lahir. Mungkin stengah jam setelah anak pulang. Trima kasih anak, su bantu doa", jawabnya santai. 

"Syukurlah...sama-sama Bapa", jawabku gembira. Dalam diam aku bergegas menuju pastoran. Aku menangis sambil bersyukur atas mujizat Tuhan yang terjadi. Untuk keberanianku keluar dari kenyamanan pastoran menuju rumah umatku, untuk kembar yang kemudian diberikan namaku, dan untuk Allah yang mengutusku di tempat terpencil yang kurang disukai orang saat itu. 

Itulah titik pertemuanku dengan Allah. Kuambil kamera dan alat tulis segera dan menuju bantaran kali sambil menunggu perahu yang lewat. Rasa takut telah dikalahkan oleh laju perahuku menuju serombongan anak-anak yang tersenyum melihatku. Sepanjang perjalanan saya berdoa semoga kehadiran kami memberi semangat bagi upaya kesembuhan mereka.  

SEKIAN

Cerpen berlatar belakang pelayanan saya di tengah Suku Asmat ini pernah dimuat di Majalah Mingguan Hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun