Supri (27 Tahun) baru saja melewati momen bahagia. Meski dalam keadaan serba terbatas ditengah pandemi COVID-19, tidak sedikitpun mengurangi kebahagiaan pernikahannya. Setidaknya ada hikmah dibalik itu. Ia dapat menghemat biaya pengeluaran sehingga dapat dialokasikan untuk mewujudkan niatnya membeli rumah sebagai hunian mandiri pasca menikah. Namun akibat harga rumah yang kian melambung serta sulitnya mencari rumah sesuai kebutuhan, membuat niat itu belum tercapai.
      Supri adalah cerminan sebagian besar masyarakat hari ini. Bagian dari generasi milenial yang memiliki keresahan sama terhadap kebutuhan pemilikan hunian secara mandiri. Sebagai generasi yang lahir dalam rentang tahun 1980-2000, milenial akan memasuki rentang usia 20 hingga 40 tahun pada tahun 2020. Rentang usia tersebut merupakan usia produktif, dimana individu telah mampu bekerja, memiliki penghasilan sehingga berkontribusi bagi perekonomian. Generasi milenial secara perlahan tumbuh memasuki fase dewasa dalam siklus kehidupan. Pada fase ini aspek kebutuhan, tanggungjawab dan kemandirian meningkat seiring pertambahan usia dan tahapan kehidupan sosial yang dilalui.
      Rumah dengan standar kelayakan huni merupakan salah satu kebutuhan yang diharapkan oleh generasi milenial dapat terpenuhi. Terlebih ketika memasuki fase menikah dan berkeluarga. Rumah pada dasarnya merupakan kebutuhan fisiologis, kebutuhan yang terkait langsung dengan keberlanjutan hidup sehingga dikategorikan sebagai kebutuhan dasar (primer). Dalam masyarakat kita, kebutuhan akan tempat tinggal merupakan bagian pokok yang saling melengkapi dalam konsep kehidupan, yang kita kenal dengan trilogi sandang, pangan, dan papan. Oleh sebab itu setiap manusia akan berupaya untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak, nyaman dan sesuai dengan kebutuhannya.
      Seiring waktu, pemenuhan kebutuhan akan rumah menjadi perkara yang tidak mudah apalagi murah. Terlebih di wilayah perkotaan. Kondisi ini dihadapi oleh generasi milenial yang kini persebarannya lebih banyak bermukim di perkotaan daripada perdesaan. Pertumbuhan penduduk, ekonomi dan perkembangan wilayah menjadi faktor yang mendorong kebutuhan akan rumah meninggi namun ketersediaan pemenuhannya justru semakin terbatas. Lahan efektif yang dapat digunakan sebagai perumahan semakin sedikit. Modal untuk pembangunan pun meningkat. Menjadikan harga pemilikan rumah melambung seiring tingginya permintaan.
      Pertimbangan kepemilikan sebuah rumah selalu memperhatikan aspek kebutuhan seperti domisili, keekonomian, serta jarak. Sayangnya ketiga aspek tersebut kini semakin berbanding terbalik dengan harga rumah. Semakin dekat dengan pusat kota maka semakin tinggi pula harga yang ditawarkan. Tidak heran jika kemudian para pekerja milenial memilih wilayah pinggiran kota sebagai wilayah tempat tinggal karena harganya yang masih terjangkau. Lewat cara ini, jarak dan waktu menjadi pengorbanan yang harus ditempuh setiap kali menuju kota untuk bekerja. Sebagian milenial lainnya lebih memilih membeli rumah di perdesaan/daerah asalnya dan tinggal secara mondok/indekos selama bekerja di kota. Dengan konsekuensi, pulang pergi setiap akhir pekan menuju rumah untuk sekedar menemui keluarga.
      Harus diakui semakin tingginya harga rumah membuat kemampuan masyarakat untuk membeli secara tunai semakin rendah. Apalagi harga rumah yang terus naik setiap tahunnya. Bahkan ada gurauan dikalangan pekerja: hingga pensiun bekerja kemudian bekerja lagi dan pensiun lagi, penghasilan tetap tidak mencukupi untuk membeli rumah secara tunai. Meskipun demikian, hal itu tidak menyurutkan kebutuhan masyarakat akan rumah. Salah satu solusi yang ditempuh oleh mayoritas saat ini adalah pemilikan rumah menggunakan pembiayaan perumahan yang diselenggarakan oleh perbankan lewat fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) baik subsidi maupun nonsubsidi. Lewat cara itu masyarakat dapat membiayai pembelian maupun pembangunan rumah, kemudian membayarnya secara mengangsur dalam jangka waktu tertentu.
      Untuk menemukan rumah sesuai harapan, berbagai cara dapat dilakukan. Mulai dari mengandalkan informan, survei lokasi secara langsung, pameran perumahan, hingga mencari informasi di internet. Beberapa diantara cara tersebut meskipun tergolong populer namun acapkali tidak memberikan jaminan kepastian informasi terhadap objek yang diperjualbelikan. Persoalan lainnya yang sering dihadapi adalah minimnya pengetahuan dalam menentukan bank mitra KPR dan memilih skema pembiayaan yang sesuai dengan kemampuan finansial. Dengan itu semua, usaha pencarian rumah kerap menjadi proses yang panjang dan melelahkan. Apalagi jika berada dalam situasi dan aktivitas serba terbatas ditengah pandemi COVID-19 saat ini. Namun masyarakat tidak perlu khawatir. Sejak tahun 2020 solusi akan beragam persoalan itu coba diatasi dengan hadirnya Aplikasi Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (SiKasep).
      Pemerintah melalui Kementerian PUPR berupaya memberikan solusi terhadap tingginya kebutuhan rumah yang perlu disediakan baik secara kuantitas maupun kualitas. Untuk menyediakan pemenuhan akan hal itu, pemerintah juga memperhatikan aspek kemampuan finansial masyarakat untuk membeli rumah. Pengukuran jumlah kebutuhan rumah di Indonesia didasarkan pada aspek kepenghunian dan kepemilikan yang disebut dengan Backlog. Berdasarkan data yang dirilis oleh Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian PUPR menggunakan data strategis BPS, pada tahun 2015 masih terdapat 11,4 juta backlog rumah tangga Indonesia, baik Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) maupun non MBR yang menghuni rumah bukan milik sendiri. Bahkan proyeksi pada milenial lebih besar lagi, yakni mencapai 81 juta jiwa belum memiliki kepastian pemilikan rumah.
      Angka ini kemudian menjadi salah satu acuan bagi perencanaan penyediaan dan pembiayaan rumah. Pemerintah terus mendorong setiap keluarga, khususnya MBR untuk dapat menghuni rumah yang layak atau memiliki rumah sendiri. Salah satu upaya untuk mewujudkan hal itu dilakukan melalui penyaluran dan pengelolaan dana investasi pemerintah untuk pembiayaan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dikelola oleh PPDPP. Bentuk nyata pembiayaan perumahan tersebut diwujudkan dalam program subsidi KPR dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)-KPR FLPP yang bertujuan untuk meningkatkan angka pemilikan rumah dimasyarakat.
      Sejak diluncurkan tahun 2010, hingga tahun ini PPDPP telah merealisasikan penyaluran dana FLPP sejumlah 51,27 triliun rupiah untuk membiayai 723.876 unit rumah yang tersebar di 34 Provinsi di Indonesia dengan menggandeng 41 bank pelaksana (PPDPP,19/6/2020). Untuk meningkatkan efektivitas penyaluran KPR FLPP bagi masyarakat, maka pada tahun 2020 PPDPP menerapkan terobosan dengan menginovasi lima langkah pemilikan rumah menjadi satu aplikasi dalam genggaman dalam wujud Aplikasi Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (SiKasep). Sebuah aplikasi mobile yang berfungsi untuk pencarian rumah dan terintegrasi dengan sistem pembiayaan dalam skema KPR FLPP.
      Sebelumnya proses pengajuan pembiayaan rumah diajukan masyarakat secara konvensional dengan tatap muka secara langsung dalam tiap tahapannya. Kini dengan hadirnya SiKasep, seluruh proses beralih secara daring via aplikasi. Proses pemenuhan persyaratan, penentuan lokasi, pencarian infomasi tentang hunian dari pengembang mitra serta proses tindaklanjut dengan bank pelaksana, menjadi fungsi yang difasilitasi dalam aplikasi SiKasep. Lewat aplikasi ini pula proses registrasi, verifikasi dan validasi, serta  pemantauan proses pengajuan hingga akad kredit dilakukan secara lebih efektif dan efisien dalam memberikan kepastian bagi masyarakat. Hal ini sekaligus menjawab kebutuhan milenial sebagai generasi yang produktif dan efisien dengan pemanfaatan teknologi digital.
      Prinsip kemutakhiran teknologi yang dikembangkan pada SiKasep dalam memberikan layanan pembiayaan perumahan terintegrasi, memberi manfaat sangat signifikan dimasa pandemi COVID-19. Ditengah pandemi ini, upaya untuk mencegah penyebaran dan menurunkan risiko penularan dilakukan dengan mengurangi aktivitas diluar dan mematuhi pembatasan kontak sosial. Berbagai aktivitas pun diimbau untuk dilakukan dari rumah. Hal ini cukup berdampak dibidang sosial dan ekonomi, salah satunya terjadinya penurunan produktivitas masyarakat. Namun ternyata hal tersebut tidak berdampak signifikan pada upaya pemenuhan kebutuhan pencarian rumah dan penyaluran KPR Subsidi. Keduanya tetap dapat dilakukan secara produktif ditengah pandemi berkat fungsionalitas aplikasi SiKasep.
      Sejak diluncurkan pada 19 Desember 2019, Aplikasi SiKasep terus dilakukan penyempurnaan fungsionalitas sesuai dengan kebutuhan penggunanya. SiKasep telah dimanfaatkan oleh 174.210 pengguna terdaftar sebagai calon debitur. Dari jumlah itu, 142.987 pengguna telah dinyatakan lolos subsidi checking dan 67.982 debitur telah berhasil menerima dana FLPP (PPDPP,18/6/2020). Dibalik kemudahan penggunaan yang ditawarkan kepada pengguna dalam mencari rumah, aplikasi ini ditopang oleh data terintegrasi dari para pihak terkait. SiKasep menghubungkan masyarakat pengguna dengan pemerintah, bank pelaksana dan pengembang secara daring dengan sistem host to host. Dengan sistem ini, kebutuhan masyarakat pengguna tidak lagi menjadi objek, melainkan menjadi subjek layanan penyediaan rumah.
      Bagi masyarakat, kemudahan yang ditawarkan SiKasep dapat menjadi solusi akan kebutuhannya. Ditengah pandemi ini, masyarakat tetap dapat mencari rumah subsidi sesuai harapan, mengajukan proses KPR, serta memilih dan melakukan proses dengan bank pelaksana tanpa harus mondar-mandir dan melakukan interaksi fisik. Cukup dari rumah dengan menggunakan aplikasi pada ponsel, semua proses itu dapat dilakukan secara cepat dan praktis tanpa terbatas waktu. Aplikasi SiKasep kini dikembangkan berbasis koordinat wilayah sehingga pengguna dapat memilih dari 10.408 lokasi perumahan dari 5.987 Pengembang yang berasal dari 19 asosiasi perumahan pada aplikasi SiKasep (PPDPP,26/6/2020). Pengguna juga dapat mengajukan KPR subsidi pada bank pelaksana yang tersedia baik berbasis konvensional maupun syariah.
      Rangkaian proses pengajuan hingga verifikasi pada bank pelaksana diklaim hanya membutuhkan waktu 3 hari kerja. Selama proses tersebut pengguna dapat terus melakukan pemantauan. Efisiensi proses ini tidak terlepas dari integrasi data yang dibangun. Data SiKasep terhubung dengan data kependudukan Kementerian Dalam Negeri dan data FLPP yang dikelola PPDPP, sehingga proses verifikasi pengguna menjadi lebih efisien. Selain itu, data ini digunakan pula oleh bank pelaksana untuk mengindentifikasi kesesuaian calon debitur dengan kriteria penerima subsidi dan unit rumah pilihannya. Untuk menjamin pemenuhan kebutuhan rumah secara kuantitas dan kualitas, aplikasi SiKasep diintegrasikan dengan data perumahan dari pengembang. Pengguna dapat melihat informasi tentang peta hunian yang telah tersedia, sedang dibangun, telah terjual maupun dalam proses rencana pembangunan. Cara ini semakin memudahkan pengguna dalam menentukan pilihan rumah sekaligus membantu pemerintah melakukan pengawasan.
      Lewat pemanfaatan aplikasi SiKasep seluruh pihak tetap produktif meski ditengah Pandemi COVID-19. Sebab berbagai prosesnya dapat dilakukan efisien secara remote working dari rumah. Pemanfaatan teknologi digital dan big data menjadikan kerja dari rumah bukanlah kendala dalam memberikan layanan pembiayaan perumahan bagi masyarakat. Dengan berbagai kemudahan dan manfaat yang dapat diraih lewat aplikasi SiKasep, niscaya jumlah pengguna akan semakin bertumbuh seiring tingginya antusiasme dan kebutuhan masyarakat dalam mencari rumah. Impian memiliki rumah kini kian mudah dengan unduh, registrasi, lalu tentukan pilihan via aplikasi SiKasep.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H