Kondisi cuaca seperti musim kemarau dan penurunan curah hujan yang disertai kenaikan temperatur cuaca menyebabkan permukiman kesulitaan memperoleh air  dikarenakan cadangan air semakin berkurang. Seringkali kita mendengar kawasan permukiman dan perumahan mengalami kekeringan dan kesulitan memperoleh air, bahkan ada terpaksa menggunakan air yang tidak layak konsumsi. Kondisi ini tidak hanya akan mempengaruhi kelancaran aktivitas mandi, mencuci, memasak, dan konsumsi tetapi lebih jauh dapar berpengaruh terhadap kondisi kesehatan masyarakat dikawasan permukiman tersebut.
Kemarau berkepanjangan (El Nino) juga menyebabkan daya dukung energi listrik terhadap kawasan permukiman yang mendapat pasokan listrik dari pembangkit listrik tenaga air menjadi terganggu. Kemarau menyebabkan volume cadangan air di beberapa waduk pembangkit listrik berkurang sehingga produksi listrik di pembangkit-pembangkit listrik tenaga air menjadi berkurang dibawah kapasitas produksi normal. Hal ini berdampak pada berkurangnya pasokan listrik kewilayah permukiman, bahkan dapat berujung pada pemadaman listrik bergilir.
Ketidakstabilan cuaca juga menyebabkan penyebaran penyakit seperti malaria, demam berdarah, diare, kolera semakin cepat. Sebagaimana dilansir World Health Organization (WHO), penyebaran penyakit malaria dipicu karena terjadinya curah hujan di atas normal dan dipengaruhi juga oleh pergantian cuaca yang kurang stabil, seperti setelah hujan lebat berganti menjadi panas terik matahari yang menyengat. Hal tersebut mendorong resiko penduduk permukiman terserang penyakit menjadi semakin besar.
Melihat kualitas dan daya dukung lingkungan di permukiman semakin menurun akibat perubahan iklim, kini sudah saatnya mulai memikirkan faktor lingkungan keseimbangan sosial dalam memilih dan menciptakan kawasan permukiman. Artinya sudah saatnya untuk memikirkan bagaimana mewujudkan kawasan permukiman yang ramah lingkungan. Hal ini selaras dengan dukungan pemerintah dengan direvisinya UU No.4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman. Revisi dilakukan untuk mengatasi kekurangan dalam pembangunan perumahan sekaligus sebagai upaya antisipasi, mitigasi, dan adaptasi terhadap perubahan iklim dengan membangun perumahan dan permukiman ramah lingkungan bagi semua kalangan. Kini tinggal bagaimana kita untuk bertindak nyata mewujudkan perumahan dan kawasan permukim ramah lingkungan untuk menyikapi dampak perubahan iklim.
Mewujudkan "Kampung Jari Beling"
Mungkin kita tidak akan menemukan kampung yang bernama Jari Beling di Indonesia, karena ini memang bukan merupakan nama sebuah kampung melainkan sebuah istilah untuk sebuah ide kawasan permukiman ramah lingkungan. Kampung Jari Beling merupakan singkatan dari kawasan permukiman/perumahan unggul, hijau, mandiri dan berwawasan lingkungan. Agar pengembangan permukiman ramah lingkungan dengan konsep "Kampung Jari Beling" tidak hanya sebatas wacana, maka perlu penjabaran masing-masing indikator agar dapat diimplementasikan secara nyata.
Pertama, unggul artinya kawasan permukiman memiliki keunggulan dari sisi lokasi, lokasi yang dipilih sebagai kawasan permukiman sesuai dengan peruntukan, strategis, dan terbebas dari bencana. Bangunan fisiknya menerapkan green building concept yakni arsitektur yang selaras antarbangunan dan menyatu dengan lingkungan, hemat energi, lahan terbangun terbatas, ruang mengalir, kualitas material bermutu, pemakaian bahan efisien dan ramah lingkungan. Permukiman juga didukung infrastruktur jalan, pedestrian, ekodrainase, jaringan transportasi umum, serta sarana dan prasarana yang lengkap.
Kedua, hijau artinya permukiman minimal menyediakan banyak ruang terbuka hijau, taman, area resapan air, dan pohon-pohon yang berfungsi sebagai tandon air sekaligus pendingin suhu dan penyuplai oksigen. Ketiga, mandiri artinya permukiman memiliki kemandirian dalam pengelolaan  air, sampah, energi serta pengendalian pencemaran udara. Setiap rumah dilengkapi sumur resapan sebagai ekodrainase yang berfungsi menyerap air hujan ke dalam tanah atau ke areal resapan air. Selain itu permukiman juga menyediakan sistem pengolahan air dengan mendaur ulang air buangan cucian, dan limbah dari kamar mandi dan kloset. Air daur ulang bisa dipakai untuk mencuci kendaraan, membilas kloset, menyiram tanaman , lapangan olah raga, dan lain-lain sehingga tak ada air yang terbuang. Permukiman juga harus memiliki tempat pemrosesan sampah dengan prinsip zero waste melalui program 3R (reduce, reuse, recycle). Seluruh penghuni diberdayakan mengurangi pemakaian bahan-bahan sulit terurai sehingga produksi sampah dapat ditekan.
Keempat, berwawasan lingkungan artinya permukiman juga mendukung penghematan energi, mengurangi inefisiensi penggunaan air, menggunakan produk-produk ramah lingkungan dan ikut menggalakan mengurangi polusi. Selain itu juga memperhatikan tata kelola lahan yang selalu menjaga keseimbangan lingkungan, lahan tidak hanya digunakan untuk bangunan fisik, tetapi juga menyediakan banyak pepohonan, ruang terbuka hijau, taman, lapangan olahraga, ekodrainase, pedestrian, hingga septic tank kolektif.
Kampung jari beling tidak hanya dapat diwujudkan pada perumahan dengan tipe horizontal seperti perumahan pada umumnya tetapi dapat pula diterapkan pada perumahan dengan tipe vertikal (town house). Dengan catatan areal permukiman diusahakan dibuat padat, teratur dan tidak boros lahan. Hal ini mengingat lahan diperkotaan yang semakin sempit sekaligus untuk menjamin tersedia banyak lahan untuk pohon, resapan air, taman, dan pedestrian.
Mewujudkan perumahan ramah lingkungan dengan konsep kampung jari beling tidak terbatas pada pembangunan perumahan dan permukiman yang baru akan dikembangkan. Di kawasan permukiman padat yang sudah terlanjur ada pun dapat menerapkan konsep ini. Kawasan permukiman padat yang lahannya terbatas dapat melakukan penghijauan dengan penanaman pepohonan maupun pembuatan taman dengan sistem pot yang berfungsi sebagai peneduh dan penyuplai oksigen. Pengelolaan sampah terpadu juga dapat dilakukan dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) melalui pemberdayaan masyarakatnya. Misalnya sampah organik diolah menjadi kompos, sampah nonorganik didaur ulang atau dijadikan produk kerajinan tangan.