Peserta begitu dimanjakan sejak awal start yang mengambil tempat pelataran Roro Jonggrang Candi Prambanan. Pada kilometer ke 13 hingga 15, peserta akan mulai menatap indahnya julangan pemandangan Gunung Merapi yang menjadi salah satu sumbu imajiner Jogja. Dari sudut ini, para pelari akan melihat sisi utara salah satu gunung paling aktif di Indonesia yang tampak begitu gagah.
Pelari akan terus melaju menyusuri tiap kilometer yang hangat akan keasrian dan kehangatan alam desa yang terus menyemangati sekaligus memberikan energi positif untuk berpacu dengan waktu. Tiba di kilometer 26, pelari akan disambut dengan Monumen Taruna Perjuangan atau yang populer disebut Monumen Pelataran. Pada titik ini, para pelari diajak untuk melintas serta mengenang sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Monumen Plataran terletak di Dusun Plataran, Desa Selomartani memiliki luas 7500 persegi dan pada bagian inti monumen memiliki tinggi 10 meter ini. Monumen ini didirikan untuk mengenang para taruna Akademi Militer yang gugur dalam pertempuran melawan Belanda tahun 1949 pasca agresi militer kedua.
Sepanjang rute, masyarakat menyambut hangat dan memberikan dukungan pada setiap pelari yang melintas. Senyum ramah dan keriuhan yang tersaji menjadi pembangkit semangat bagi tiap pelari yang mulai dihinggapi rasa lelah. Namun pada kilometer 37 hingga 39 sekali lagi alam jogja menunjukan keragaman keindahannya. Peserta akan menjumpai Candi Plaosan dan Plaosan Kidul yakni situs purbakala yang dibangun sekitar abad ke-9 Masehi. Â Candi ini merupakan peninggalan peradaban budha yang terletak di Dusun Plaosan, Desa Bugisan. Selain keindahan arsitektur dan reliefnya, komplek candi ini juga terkenal akan sunset yang begitu menawan di sore hari.
Mendekati garis finish, para peserta masih akan menikmati satu sajian peninggalan situs arkeologi lainnya yakni Candi Sewu dan Candi Bubrah. Tepatnya berada pada kilometer 40 sepanjang rute perlombaan. Kedua candi tersebut terletak di Dusun Bener, Desa Bugisan. Lanskap keduanya masih berada pada gugusan yang sama dengan Candi Prambanan yang menjadi tempat start dan finish ajang Mandiri Jogja Marathon. Â Nama Candi Sewu berarti seribu dalam bahasa Jawa, menunjukkan candi tersebut tergabung dalam gugusan Candi Sewu tersebut jumlahnya cukup besar, walaupun sebenarnya tidak mencapai 1000 buah. Adapun Candi Bubrah dinamakan demikian karena keadaan candi yang rusak ketika ditemukan. Kedua candi ini diperkirakan dibangun pada masa Kerajaan Mataram Kuno. Hamparan candi-candi ini begitu memikat mata untuk sedikit melupakan lelah yang menggelayut.
Tiba di garis finish, rasa lelah yang semakin terasa oleh para peserta dengan segera dilipur oleh berbagai sajian yang telah disiapkan di area Candi Prambanan. Kesenian lokal dan berbagai kuliner tradisional. Sajian seperti jajan pasar, kuliner khas keraton, kuliner favorit seperti Gudeg, Bakmi Djowo, Sate Klatak, Ayam Goreng, turut dihadirkan sebagai bagian upaya melestarikan kuliner khas Jogja dan menggerakan ekonomi masyarakat. Inilah yang menjadikan ajang bertema sport tourism ini semakin terasa istimewa karena dalam satu waktu, begitu banyak hal yang dapat dinikmati oleh para pesertanya. Mulai dari bentang alam, kesenian lokal, peninggalan sejarah, hingga kuliner tradisional.
Hal yang juga tidak kalah penting selain berbagai keuntungan dan dampak positif yang didapatkan oleh para pesertanya, ajang Mandiri Jogja Marathon menjadi bentuk nyata kolaborasi nyata lewat pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan sebuah ajang yang menarik pengunjung untuk hadir menikmati Jogja. Antusiasme penduduk 14 Desa terasa sangat positif dalam bentuk partisipasi menyiapkan wilayahnya untuk menjadi destinasi serta menampilkan berbagai kesenian, antraksi dan kuliner untuk menyukseskan perhelatan ini.
Dari sini kita dapat menarik sebuah pesan penting, bahwa sesungguhnya sebaik-baiknya aktifitas wisata ataupun perhelatan ditengah masyarakat, tidak lain adalah kegiatan yang memberikan kemanfaatan seluas-luasnya dan seadil-adilnya bagi alam dan manusia yang menghuninya. Kegiatan yang tidak hanya memacu raga, tetapi juga membangun dan mengharmonikan rasa seluruh pelaku yang terlibat didalamnya. Hingga patutlah dikemudian hari konsep penyelenggaraan Mandiri Jogja Marathon dikembangkan dan direplikasi secara rutin setiap tahun dengan menggali tempat-tempat eksotis lainnya. Tidak hanya di Jogja, mungkin juga daerah lainnya di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H